Hubungan manusia dengan alam adalah “sumber” kebudayaan. dalam konteks bahasa Sansekerta (bahasa yang “pernah” digunakan di Nusantara), kata kebudayaan memiki akar kata “Buddhayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan merupakan konsep yang terkait dengan proses intelektual dan spiritual. Dari sinilah muncul pemisahan atau batasan pengertian antara budaya (yang merupakan aspek perkembangan dinamis daya dari budi/akal yang berupa cipta, karsa dan rasa), dengan kebudayaan (yang merupakan hasil dari cipta, karsa dan rasa). .
Pemisahan area tersebut melahirkan pemahaman terhadap kebudayaan dalam dua area. Pertama pemahaman kebudayaaan secara luas dimaknai sebagai “Keseluruhan sistem gagasan, tindakan, serta hasil karya manusia dalam eksistensi mereka sebagai bagian dari masyarakat,dimana sistem itu didapat dari proses belajar. Kebudayaan sebagai sebuah sistem ini memiliki pengertian bahwa kebudayaan tercipta dari proses perenungan yang mendalam dan hasil kajian yang berulang-ulang tentang permasalahan kemanusiaan, hingga didapatkan suatu anggapan yang positif atau baik dan benar. Karena itulah “kebaikan dan kebenaran” tersebut kemudian diwariskan kepada generasi berikutnya. Generasi baru ini pula yang akan menentukan nasib sebuah kebudayaan apakah ‘dilanjutkan” dengan “penyesuaian-penyesuaian” mengikuti dinamika perkembangan peradaban. atau pun “dihentikan” dan akhirnya hilang dari sistem kebudayaan mereka.
Kedua adalah memahami kebudayaan secara terbatas sebagai budaya. Dimana konsep kebudayaan dimaknai sebagai budaya atau kultur yang mengandung makna “Keseluruhan sistem gagasan dan tindakan. Konsep ini lebih sempit dan terbatas pada “nilai-nilai normatif yang digunakan oleh sekelompok orang sebagai landasan berpikir dan bertindak”. Jika kebudayaan lebih menekankan pada aspek “Hasil Karya Fisik”, atau aspek material dari kebudayaan. Maka budaya lebih ditekankan kepada aspek non material yang berupa nilai-nilai yang melandasi gagasan dan perilaku manusia yang mendukung sistem kebudayaan tersebut. Profesor Djoyodigoeno dalam karyanya Azas-azas sosiologi menekankan pada pengertian budaya sebagai “daya dari budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa.
Cipta merupakan Kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia tentang segala hal tentang pengalaman lahir dan bathin sebagai manusia. Hasil cipta berupa ragam ilmu pengetahuan yang lahir dari pengalaman empiric. Sedangkan Karsa merupakan kerinduan manusia untuk menginsyafi “Sangkan dan Paran”. Yaitu pemahaman dari mana asal manusia sebelum lahir (Sangkan) dan akan kemana setelah meninggal (Paran). Dari sinilah muncul pengetahuan dan keyakinan keagamaan (kepercayaan). Masing-masing kelompok masyarakat bisa berbeda-beda, tergantung konteks pengalaman bathin mereka. Sementara itu Rasa , merupakan Kerinduan manusia akan keindahan dan penolakan kepada yang buruk atau jelek. Konsep ini juga merupakan hasil konstruksi pengalaman yang berulang-ulang dan masing-masing orang atau kelompok masyarakat memiliki ukuran yang berbeda-beda dalam “menentukan” apakah sesuatu itu indah atau tidak. Norma inilah yang kemudian memunculkan sebuah karya “kesenian”.
Sementara itu Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi memahami kebudayaan sebagai hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya dimaknai sebagai proses yang menghasilkan “teknologi dan kebudayaan material yang diperlukan manusia untuk “menguasai alam” untuk digunakan sebagai keperluan hidup manusia. Sedangkan Rasa meliputi aspek kejiawaan manusia yang menghasilkan kaidah-kaidah norma dan nilai yang mengatur hubungan kemasyarakatan dalam arti yang luas. Termasuk di dalamnya adalah persoalan ekspresi ideologi, kepercayaan, kesenian dan agama. Sementara cipta, merupakan potensi mental dalam upaya berpikir dari manusia yang hidup bermasyarakat yang menghasilkan pengetahuan filsafat dan ilmu pengetahuan. Termasuk yang berwujud teori ataupun yang sudah menjadi petunjuk praktis bagi masyarakat untuk menjalani kehidupan mereka. Sementara dalam konteks budaya Barat, culture yang berasal dari kata colere, memiliki makna yang lebih praktis sebagai semua daya upaya dan tindakan manusia dalam rangka mengolah tanah (alam) dan mengubahnya untuk kepentingan kelangsungan hidup mereka. Dari banyak ragam pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan hasil interaksi (respon manusia) terhadap lingkungan dimana mereka hidup. Respon tersebut merupakan bentuk “solusi” dari “permasalahan” yang mereka hadapi dalam kehidupan sebagai mahluk biologis, sosial dan mahluk spiritual. Semua hal tersebut memdorong manusia untuk “berkebudayaan”. Proses-proses ini menjadi niscaya karena manusia diberi potensi oleh tuhan dengan kemampuan untuk Merasakan, Mengkarsa, Menciptakan, Mengkaryakan dirinya untuk bisa tetap survive di dunia ini. Wallahu alam . #SeriPaijo
Tawangsari, 5 Nopember 2020
No responses yet