“Di al-Azhar, kamu bisa mempelajari sebuah fan ilmu dari tingkatan kitab yang paling rendah hingga kitab yang paling tinggi.” Ucap salah senior masisir kepada kami.
Hal itu benar sekali. Banyak ulama dengan berbagai bidang yang ditekuninya bisa kita mulazamahi di Mesir dan al-Azhar. Ibarat prasmanan yang menyediakan aneka macam makanan yang sesuai dengan kesukaan kita.
Di al-Azhar, kitab-kitab puncak dari fan-fan ilmu dihidangkan oleh para ulama. Kita menemui syaikh Abu Musa, penyangga ilmu Balaghah abad ini mengajarkan kitab fenomenal, Dalail I’jaz dan Asrarul Balagah-nya Imam Abdul Qahir Jurjani. Kita bisa menemui syaikh Hasan Syafi’i yang mengampu kitab Mawaqif, kitab tinggi dalam akidah. Tidak cuma di al-Azhar, di Madyafah kita juga menemui ulama yang mengajarkan kitab yang barangkali tidak diajarkan sama sekali di madrasah-madrasah dunia. Di Madyafah Ismail Shadiq Adawi, kita bisa menemukan syaikh Mahmud Abdurrahman mengampu kitab Risalah Imam Syafi’i. Ini jarang sekali, atau bisa dikatakan tidak ditemukan di madrasah madrasah dunia.
Di luar Azhar dan Madyafah, kita menemukan syaikh Abu Qais al-Tha’i, seorang syaikh pegiat syair-syair Arab. Beliau menjelaskan Muallaqat Asyrah, sebuah kitab tertinggi dalam syair dan jalan memahami Alquran. Banyak lagi yang bisa ditemukan.
Mesir dan al-Azhar adalah lumbung surga bagi para pencari ilmu yang ingin menekuni dan menyelami satu bidang ilmu hingga akar-akarnya. Tak heran jikalau banyak para senior yang betah di Mesir hingga belasan bahkan puluhan tahun, karena memang al-Azhar lumbung padi keilmuan bagi umat Islam.
Tapi tidak semua pelajar mengunjungi lumbung itu untuk memberi makan akalnya. Bisa jadi mereka tidak memiliki dasar yang cukup untuk mengaji di hadapan para ulama. Ujung-ujungnya ia tidak bisa mencicipi hidangan mereka.
Atau bisa jadi memang karena malas, sering menghabiskan waktu untuk sosmed, ngaji ketika mod saja, bisnis, hingga tak sempat melihat lumbung itu, apalagi memakan apa yang di dalamnya.
Jika ada peribahasa “Ayam mati di lumbung padi”, maka ada juga peribahasa:
“Masisir (mahasiswa Indonesia Mesir) mati di lumbung al-Azhar.” Kata ini pas sekali bagi orang-orang seperti saya yang bertahun-tahun berada di al-Azhar tapi belum sama sekali meneguk setetes samudera keilmuannya. Hanya menghabiskan waktu dalam hal yang sia-sia.
Madinatul Buuts, 8 Agustus 2020
No responses yet