Catatan Singkat Khataman Kitab al-Syamail karya Imam al-Tirmidzi (209-279 H)
Di akhir bulan lalu, puluhan santri, mahasantri, musyrif, dan asatidz Ma’had Darus-Sunnah Ciputat mengisi kegiatan belajar mengajar online dan offline dengan peringatan Maulid Nabi 1442 H. Dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, mereka duduk bersama. Seharian penuh, dari wakhtu Dhuha hingga jelang Maghrib, kesemuanya dengan khitmah mendaras kitab al-Syamail al-Muhammadiyah. Secara bergantian, setiap hadis yang menjelaskan sosok Baginda Nabi itu dibaca. Di sela-sela itu, Khadim Ma’had dan asatidz memberi penjelasan (syarah) singkat dari masing-masing bab. Harapannya, santri dan mahasantri tidak hanya membaca teks hadis saja, tetapi juga dapat memahami isi kandungan hadis. Termasuk memahami penerapan analisa ilmu hadis, takhrij hadis, dan metode memahami hadis.
Terkait hal ini, setidaknya ada tiga hal menarik dari tradisi khataman kitab al-Syamail di atas. Pertama, halaqah khataman ini menjadi salah satu wujud kecintaan kepada Baginda Nabi. Sepanjang sejarah, perayaan maulid digelar sedemikian rupa. Disesuaikan dengan budaya masing-masing negara. Menggema di penjuru dunia, mulai dari Rusia, Palestina, Mesir, India, Turki, Maroko, Yaman, Brunei Darussalam, Malaysia, hingga Indonesia. Dan masih banyak lagi.
Di Indonesia, bentuk Maulid juga sangat beragam. Semisal di Keraton Yogyakarta diadakan Grebeg Maulud. Di Sulawesi Selatan diadakan Maudu lompoa. Di Padang Pariaman Sumatera Barat diadakan Bungo Lado. Di Gorontalo diadakan Walima. Ditambah lagi dengan majelis-majelis pengajian dan pembacaan Kitab Burdah, Barzanji, Simtud Durar, Diba’, dan Syaroful Anam. Di dalamnya dipaparkan sejarah hidup baginda Nabi. Dibumbui dengan shalawat, doa dan pujian.
Kedua, khataman kitab al-Syamail di atas menjadi sumbangan metode pembelajaran dan penanaman nilai. Dalam banyak kitab fiqih, semisal kitab Fathul Mu’in karya Syaikh Zainuddin al-Malibari (938-1028 H), dijelaskan bahwa salah satu kewajiban orang tua adalah mengenalkan Baginda Nabi kepada anak-anaknya. Sudah barang tentu, cara dan wahananya disesuaikan dengan konteks, kebutuhan, dan usia anak. Namun targetnya adalah anak dapat mengenal sejak dini Baginda Nabi. Tokoh panutan. “Uswatun Hasanah” dalam hidup dan bekehidupan. Di antaranya adalah dalam berakhlak, berbudi pekerti, dan bertutur kata.
Ketiga, khataman kitab al-Syamail menjadi sumbangan varian metodologis kajian hadis. Pembacaan hadis yang disesuaikan dengan momen-momen tertentu, semisal Maulid, adalah cara cerdas untuk meningkatkan antusias pelajar hadis. Mulai dari membaca, memahami, menganalisa, hingga mengontektualisasikan pesan-pesan mulia sunnah. Di tengah tantangan berkecambahnya ujaran kebencian, caci maki, kata-kata kotor, dan centang perenang lainnya, meneladani perilaku Nabi adalah sebuah solusi.
Lantas tertarikkah anda?
No responses yet