Oleh Lutfi Babul Rizki (mahasiswa jenjang S1 Fakultas Syariah Hukum UIN SYARIF HIDAYATULLAH Jakarta)
Apa yang pertama kali terlintas di fikiran kita ketika mendengar kata “membakar dupa”? sebagian dari kita mungkin akan mengkaitkannya dengan agama Hindu dan Buddha atau daerah Bali.
Membakar dupa memang lebih familiar dengan Bali yang mayoritas penduduknya beragama hindu. Namun, tahukah kita bahwa kaum muslim juga biasanya melakukan pembakaran dupa dalam pembacaan doa seperti pada doa selamatan, akikah dan yang semisal dengan itu. Hal ini juga menjadi salah satu pertanyaan kaum muslimin saat ini, apakah ini termasuk dalam kategori meniru kebiasaan kaum lain, yang mana dalam Islam mengatakan bahwa “barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk dalam golongan mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Mengawali jawaban pertanyaan di atas, perlu diungkapkan bahwa Islam adalah agama yang cinta kepada keindahan, kecantikan dan kebersihan. Bahkan Nabi Muhammad Saw menyatakan dalam sabdanya bahwa kebersihan itu adalah ciri khas dari orang yang beriman. Ajaran Islam juga mengajarkan pada orang yang akan melaksanakan ibadah shalat untuk membersihkan badan, pakaian dan tempat yang akan digunakan untuk melaksanakan shalat. Demikian pula Nabi Muhammad Saw melarang keras seseorang untuk masuk ke dalam masjid bila mulutnya berbau karena mengkonsumsi makanan yang membuat bau mulut tidak sedap seperti bawang mentah dan sebagainya.
Sehubungan dengan hal ini, membakar dupa yang dilakukan seorang muslim ketika hendak membaca doa bertujuan untuk mengharumkan tempat pelaksanaan pembacaan doa agar yang hadir merasa nyaman dan betah mengikuti acara doa tersebut karena terhindar dari bau-bauan tidak sedap yang mungkin ada di sekitar tempat itu.
Kebersihan dan bau harum mempunyai pengaruh dan daya tarik untuk mendatangkan ruh-ruh yang baik seperti malaikat dan arwah-arwah mahluk Allah yang shaleh, yang suka mendatangi tempat-tempat zikir, sebagaimana dijelaskan pada hadist nabi. Sebaliknya, tempat kotor, jorok dan didominasi oleh bau busuk adalah sarang syaitan dan ruh-ruh jahat.
Dalam sebuah riwayat, Ibnu Umar (sahabat Nabi) sering berukup, yaitu mengasapi diri dengan membakar wangi-wangian, seperti dupa dan sebagainya sambil berkata “Demikianlah saya melihat Rasulullah Saw mengukupi dirinya dengan wangi-wangian yang diletakkan di atas tempat bara api”.
Dalam riwayat lain bahwasanya salah satu imam mazhab yakni Imam Malik, bila dikunjungi oleh tamu yang ingin mendengar hadits Nabi Muhammad, maka beliau meminta kepada pembantunya memberitahu kepada tamunya untuk menunggu sebentar. Kemudian beliau mandi, berpakaian bersih dan rapi, setelah itu keluar menjumpai tamunya dan selama menyampaikan kepada mereka hadits-hadis Nabi Muhammad, selama itu pula dibakar kayu gaharu yang mengepulkan asap membawa bau harum di seluruh sudut majelis itu.
Jadi, mengharumkan majelis dzikir, majelis doa dan lain sebagainya, hukumnya sunnah sesuai prinsip dan esensi ajaran Islam. Untuk mengharumkan ruangan ini dapat diwujudkan dengan membakar dupa, menyemprotkan parfum dan lain sebagainya sesuai selera dan kemampuan masing-masing. Lalu, hal ini tidaklah termasuk dalam kategori meniru kebiasaan kaum lain, karena hal ini memiliki dasar serta dalil dari Nabi Muhammad Saw.
No responses yet