Catatan Singkat Bedah Disertasi “Bahasa dan Kekuasaan; Studi Wacana Politik Abdurrahman Wahid dalam Perspektif Hermeneutika Gadamerian”
Lima belas tahun yang lalu, tepatnya di awal 2005, Prof. Mudjia Raharjo rampung menulis dan menyidangkan disertasinya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Disertasi setebal 530 halaman itu mengangkat telaah hermeneutik. Objek yang dibidik adalah wacana politik Gus Dur (1940-2009). Dalam perjalanannya, disertasi anggitan Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang (2013-2017) telah berulang kali diterbitkan. Mulai dari versi utuhnya, hingga versi popularnya. Versi ringkasnya berjudul “Dasar-Dasar Hermeneutika; antara Intensionalisme dan Gadamerian”. Diterbitkan oleh Arruz Media Group Yogyakarta, tahun 2008. Tujuannya adalah untuk memudahkan khalayak pembaca.
Namun demikian, membaca buku setebal 148 halaman itu tetap membutuhkan waktu dan ketelatenan. Tidak cukup sekali-dua kali duduk. Mengingat buku ini menawarkan rangkuman genealogi hermeneutik. Mulai dari era Yunani, hingga era kontemporer. Di antaranya adalah F.E.D. Schleiermacher (1768-1834), Wilhelm Diltey (1833-1911), Martin Heidegger (1889-1976), Hans George Gadamer (1900-2002), Paul Ricoeur (1913-2005), Jacques Derrida (1930-2004), dan Jurgen Habermas (1929-). Secara singkat, padat, dan runtut, masing-masing diulas sumbangan pemikirannya dalam pengembangan hermeneutik.
Dari pergulatan panjang itu, setidaknya ada empat manfaat yang dapat kita petik. Khususnya manfaat hermeneutik untuk meneguhkan relasi antar manusia. Pertama, kesadaran bahwa upaya menafsirkan sebuah teks (ataupun fenomena sosial) adalah proses yang tidak sederhana. Dibutuhkan keterlibatan dan atau partisipasi. Dengan demikian, seseorang yang berusaha memahami, harus menghayati dirinya sebagai instrumen yang peka dalam proses pemahaman.
Kedua, bahwa dalam setiap usaha menafsirkan, tidak bisa dihindari pengaruh latar belakang penafsir. Karena itu, menjadi sesuatu yang mustahil untuk mengharap suatu tafsir tunggal atas wacana maupun realita. Niscaya akan ada keanekaragamaan tafsir terhadap wacana dan realita. Ketiga, upaya penafsiran harus dilihat sebagai proses pendekatan (approximation) kepada makna sejati. Ini dilakukan dengan senantiasa merenungkan dan mengadili setiap makna berdasarkan lingkaran pemahaman. Setiap bagian tidak berbenturan dengan keseluruhan. Ketidaksesuaian antara bagian dengan bagian, dan antara bagian dengan keseluruhan merupakan penanda kekurangtepatan proses dan hasil penafsiran.
Keempat, walaupun ada wilayah perbedaan karena partisipasi dan latar belakang penafsir, niscaya ada pula wilayah yang mempertemukan antar penafsir. Bidang irisan ini yang disebut pemahaman bersama (shared understanding). Semakin besar wilayah pemahaman bersama ini, maka akan semakin tampak saling pengertian (mutual understanding). Titik ini nantinya akan menjadi dasar bagi lahirnya cross-cutting affiliation. Bila masih tampak ada perbedaan pendapat, kita pun masih punya “benteng pertahanan” berupa kesadaran bahwa keragaman pemahaman merupakan sesuatu yang wajar dari hasil penafsiran. Dengan kesadaran ini, kita pun didewasakan untuk senantiasa berdamai dengan perbedaan.
Kesadaran inilah yang kemudian menjadi salah satu landasan pembentukan masyarakat madani. Dimana relasi antar manusianya dibangun di atas tiga kaidah saling terkait; bebas, berbeda, tetapi setara (freedom, different, but equal). Karena itu, bila dikehendaki agar relasi antar manusia berlangsung dalam semangat “tenggang rasa”, maka upaya mewujudkan “tenggang-makna” dengan inti menyadari kemiripan sekaligus perbedaan pemahaman, haruslah menjadi prioritas. Terlebih dalam upaya pembinaan kehidupan sosial. Di titik inilah salah satu pelajaran sosial terpenting dari hermeneutik dapat kita petik.
Dua hari yang lalu, 22 November 2020, kita mengadakan khataman ngaji hermeneutik. Buku Prof. Mudjia Raharjo di atas kita telaah selama 14 pertemuan. Setiap pertemuan menghabiskan waktu 2 jam. Dua pekan lagi, kajian akan kita mulai kembali. Fokus menelaah pemikir-pemikir kontemporer Muslim. Baik yang menolak hermeneutik ataupun yang menerimanya.
Lantas tertarikkah anda?
No responses yet