Tertegun saya saat membaca dua ayat berikut ini:

وَلَقَدْ نَا دٰٮنَا نُوْحٌ فَلَنِعْمَ الْمُجِيْبُوْنَ ۖ 

“Dan sungguh, Nuh telah berdoa kepada Kami, maka sungguh, Kamilah sebaik-baik yang memperkenankan doa.”

(QS. As-Saffat 37: Ayat 75)

وَنَجَّيْنٰهُ وَاَ هْلَهٗ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيْمِ ۖ 

“Kami telah menyelamatkan dia dan pengikutnya dari bencana yang besar.”

(QS. As-Saffat 37: Ayat 76) 

Ini adalah tentang selamatnya Nabi Nuh dan ummatnya dari bencana banjir terbesar sepanjang sejarah kehidupan manusia. Mengapa bisa selamat? Kepada siapakah Nabi Nuh mengadukan dan memohon pertolongan? Jawabannya adalah kepada ALLAH. Lalu mengapa kita berberat hati untuk kembali kepada Allah dalam melaporkan peristiwa-peristiwa tak mengenakkan hidup kita? 

Bersimpuhlah di hadapanNya dan panggillah namaNya. Sungguh tak ada yang lebih memenuhi janji dibandingkan Allah, tak ada yang lebih maha dibandingkan Allah dan tak ada yang bisa menghalangi apa yang Dia kehendaki. Mengapa kita masih merasa berat memohon kepadaNya? Bacalah kembali dua ayat di atas, renungkan dalam-dalam, semoga hati terketuk untuk selalu mengingatNya dan menyebut namaNya. 

Bukankah telah disebutkan dalam hadits bahwa jika seorang hamba memanggil namaNya dalam munajat: “Ya Allah,” maka Allah menjawab: “Selamat datang, iya, hambaKu, ada apa?” Tidak percayakah kita pada hadits ini? Lalu mengapa kita lebih sering menggantungkan diri kepada selainNya dibandingkan padaNya? Renungkanlah. Salam, A. I. Mawardi

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *