Jika diminta memilih mengikuti: Prof Amien, Buya Syafi’i atau Prof Din atau Prof Haidar saya lebih memilih Guru Agung Kyai Hadji Ahmad Dahlan dalam memikir dan menggerakkan Peryarikatan tanpa mengurangi rasa ta’dzim kepada ke-empatnya atau ulama lainnya yang telah berjasa. 

*^^*

Sebab semua kita adalah pengikut Kyai Ahmad Dahlan dalam hal pergerakan. Dengan kelebihan dan kekurangannya—Saya tidak tau mana diantara keempat Ketua PP yang masih ‘sugeng’ itu yang paling mendekati Kyai Ahmad Dahlan dan paling layak diikuti. 

Ironis jika ideologi Dahlaniyah ditampik tapi berbalik mengembangkan idelogi baru yang sesuai dengan yang dimaui — bukankah pergerakan ini adalah Perserikatan. Federasi pemikiran,  ide, gagasan dan amal. 

Lantas apa ideologi Dahlaniyah itu ? — jujur belum ada sama sekali kajian komprehensif tentang pemikiran dan gerakan Kyai Dahlan yang menggambarkan ideologi nya secara utuh dan komprehensif.? Saya tak tau mengapa ? Padahal berkumpul banyak orang pintar dan ahli riset yang berserak di berbagai pusat kajian di semua universitas. Kenapa belum ada ikhtiar membuat riset ideologi Dahlaniyah sebagai kredo? 

Maaf bila saya berpikir dan menyangka yang tidak baik —- bagaimana kalau ini kesengajaan. Sengaja membenam ideologi Dahlaniyah dan menggantinya dengan ideologi baru yang sesuai dengan kehendak pimpinan dalam kurun tertentu. Ideologi Dahlaniyah justru terhalang kalau tidak boleh dikatakan sengaja dibenam dalam riuh ideologi baru yang katanya modern tapi tidak baku. 

*^^^^^*

Realitas macam ini menjadikan Muhammadiyah sebagai gerakan dengan ideologi sangat terbuka, sangat bergantung pada pimpinan yang pegang. Apakah menjadi modernis, puritan bahkan radikal, amat bergantung siapa yang menjadi pimpinan. Bersifat fluktuatif-relatif. 

Tidak ada blueprint ideologis yang ditahdidz sebagai conduct of moral yang mengikat, dalam hal berorganisasi yang tersisa hanya anggaran dasar, anggaran rumah tangga yang sudah mulai dianggap usang atau matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah atau kepribadian Muhammadiyah  yang sudah mulai ditinggalkan karena absurd ditelan usia. Karena tidak semua pimpinan di setiap level punya apalagi baca. 

Lantas Kyai Ahmad  Dahlan ada di mana ? Darimana bisa belajar dan mengenal Kyai Dahlan dari dekat? Bila tidak bersungguh-sungguh nyantri kepadanya. Bagaimana bila Ber-Muhammadiyah hanya karena kebetulan: kebetulan bekerja sebagai karyawan di aum (amal usaha Muhammadiyah) atau kebetulan tidak suka selamatan karena memang pelit ? 

*^^^**

Mengatakan bahwa Dahlaniyah itu tidak perlu sambil mengagumi pendapat sendiri atau ulama lain juga ironis— apalagi hanya berbekal jargon kembali kepada al Quran dan as Sunah, bukankah Salafi-Wahabi juga punya jargon sama, jadi apa yang membedakan ? 

Ideologi Dahlaniyah dan Muhammadiyah bukan setara, tapi bagaimana jika ideologi Dahlaniyah, diperankan sebagai conduct of moral dalam ber-Muhammadiyah ? Tegasnya ; Muhammadiyah itu nama Persarikatan sedang Dahlaniyah adalah ideologinya —hal ini penting mengingat tantangan dan kompetisi atas berbagai ideologi dan manhaj Muhammadiyah pada abad ke dua. 

Jadi —- ? 

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *