Adalah kaidah alam bahwa ketiga gelap maka cahayalah yang dicari. Santri yang katanya sukses dan sudah lama berkelana untuk usaha entah kemana saja tiba-tiba menghubungi guru mengajinya. Ada apa gerangan? Ternyata usahanya bermasalah dan berpotensi bangkrut. Rumah tangganya goyah dan berpotensi hancur. Dunia terasa gelap baginya, lampu-lampu rumahnya yang gemerlapan itu tak mampu menghiburnya. Dia mencari cahaya untuk menerangi kegelapan hatinya.

Baru ucap salam pada sang guru, dia sudah menangis. Sang guru paham sekali akan tafsir tangisan itu. Singkat cerita, santri yang lama menghilang ini meminta resep ketenangan hati. “Hidup tak hendak, mati tak mau. Begitulah hidup saya, guru. Berat sekali, saya berada dalam pilihan sulit.” Begitu ungkapnya.

Sang guru menjawab dengan sederhana sekali. “Selama Tuhanmu masih Allah, kamu tak kan berlama-lama dalam gelisah, anakku. Kelihatannya kamu tengah menuhankan nafsu dan kepalamu sendiri. Kamu jauh dari tunduk pada aturan Tuhanmu.” Pendek kalimat ini, namun bernas sekali, langsung menghantam penyakit utama manusia yang lupa atau melupakan hukum-hukum Allah.

Sang guru melanjutkan dawuh: “Kurangi pergaulanmu dengan orang-orang yang sepanjang waktunya berbicara tentang duit, proyek, laba, dan urusan dunia lainnya. Itu memperkeruh hatimu dan menutupi dan mrnghalangi jiwamu dari hadirnya ketenangan hidup. Selalu bertemulah dengan orang yang dengan menatap wajahnya saja kamu ingat Allah, dengan mendengar kata-katanya kamu menjadi tenang, dan dengan bersamanya kamu semakin beriman dan dekat dengan Allah.” Sungguh kalimat ini menghantam hati orang yang jarang berkunjung ke masjid dan ke majlis pengajian, sementara waktunya digunakan hanya untuk urusan perut dan gengsi diri duniawi.

Dawuh sang guru benar sekali selaras dengan dawuh para ulama pendahulunya bahwa dengan siapa kita berkawan dan berkumpul adalah menentukan bagaimana suasana hati kita akan menjadi. Rasulullah bersabda: “Teman duduk yang shalih adalah lebih baik dari pada menyendiri sendirian. Menyendiri sendirian adalah lebih baik ketimbang bersama teman duduk yang jahat.”

Sang santri menyadari bahwa kesemua dawuh itu benar dan memang itulah yang sangat pas untuk menjawab masalahnya kini. Santri ini insaf dan memohon amalan doa atau dzikir untuk menenangkan hatinya dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Sang guru berkata: “Baiklah. Tunggu. Tapi janji ya untuk diamalkan. InsyaAllah semua urudanmu diselesaikan Allah dengan cara Allah yang seringkali tak kamu duga.” Beliau lalu masuk ke bilik khususnya.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *