Masjid Jami’ Ismael Bedali, Lawang Malang, sudah lama mengundang saya untuk Khutbah Salat Idulfitri sejak sebelum ada wabah. Perjalanan dari Surabaya ke Malang juga sudah saya lengkapi dengan aturan, surat tugas dan surat keterangan sehat hasil Swab Antigen. Sehingga dipersilahkan jalan terus saat ada penyetopan dari Exit Tol.
Saat Khutbah kedua dan hampir selesai tiba-tiba ada teriakan dari jemaah berupa kalimat “Allahumma ighfir”, kira-kira sebanyak 2x. Saya faham maksudnya, yaitu agar saya membaca doa Allahumma ighfir Lil mukminin wal mukminat (doa meminta ampunan untuk orang-orang mukmin). Saya tidak mau ribut di saat hari raya, saya pun baca doa ini hingga selesai.
Bagi saya cara tersebut sedikit risih, seolah menegur Khotib yang tidak membaca doa ini. Perlu diketahui bahwa doa dalam Khutbah tidak harus Allahumma ighfir, seperti dijelaskan dalam kitab Fikih Syafi’iyah yang standar:
ﻭﺧﺎﻣﺴﻬﺎ: ﺩﻋﺎء ﺃﺧﺮﻭﻱ ﻟﻠﻤﺆﻣﻨﻴﻦ … ﻭﻟﻮ ﺑﻘﻮﻟﻪ: ﺭﺣﻤﻜﻢ اﻟﻠﻪ
“Kewajiban Khutbah adalah doa bersifat kepentingan akhirat untuk orang mukmin… Walaupun sekedar doa Semoga Allah memberi Rahmat kepada kalian” (Fathul Mu’in, 1/201)
Jadi, ucapan Khotib “Jemaah Salat Idulfitri Rahimakumullah” sebenarnya sudah cukup memenuhi kewajiban doa dalam Khutbah. Andaikan doa ampunan adalah wajib maka sebenarnya sudah saya baca pada pembukaan doa:
ﻻ ﺗﺪﻉ لنا ﺫﻧﺒﺎ ﺇﻻ ﻏﻔﺮﺗﻪ
“Janganlah Engkau tinggalkan dosa untuk kami kecuali Engkau ampuni” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
No responses yet