Oleh : Mohamad Tegar Maulana (Mahasiswa Universitas Marsekal Suryadarama)
Setiap muslim harus mampu menjaga ketenteraman atau kedamaian, tidak hanya sesama muslim, tapi juga orang diluar muslim dari perbuatan lisan dan tangannya. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Seorang muslim adalah orang yang muslim lainnya merasa selamat dari gangguan lisan dan tangannya”. (Hadits Shahih, Riwayat Muslim, Shahiihul jaami). Di dalam hadits ini, Rasulullah mengabarkan tentang salah satu sifat diantara sifat-sifat seorang muslim yang sempurna dalam keislamannya. Beliau kabarkan seorang muslim yang sempurna dalam keislamannya akan senantiasa menjaga dirinya dari menzalimi orang lain dalam bentuk apapun. Sehingga, orang-orang merasa aman dari dirinya.
Perkataan beliau “merasa aman dari lisannya” mencakup gangguan dengan bentuk ucapan maupun dengan gerakan lisan yang bersifat melecehkan dan meremehkan orang lain. Sedangkan perkataan beliau “dan tangannya” mencakup kezaliman menggunakan tangan atau anggota tubuh lainnya, dan juga kezaliman dengan menggunakan kekuasaan yang dimiliki. Diriwayatkan dari Abu Musa bahwa para sahabat bertanya, wahai Rasul, Muslim manakah yang paling utama? Rasulullah SAW pun menjawab, yaitu Muslim yang selamat lisan dan tangannya (HR Bukhari). Beliau menjawab, “Tidaklah manusia terjungkir di atas wajahnya (atau hidungnya) ke neraka melainkan akibat lisannya.”
Al-Ghazali dalam Ihya’-nya mengingatkan bahwa anggota tubuh yang paling durhaka pada manusia ialah lidahnya, disebabkan ia tidak merasa berat menggerakgerakkannya, lincah untuk membicarakan apa pun. Tak hanya itu, ia juga perangkat setan terbesar untuk menipu manusia. Dalam cuaca penuh kebisingan, membuat kita rindu pelangi keheningan yang penuh warna-warni hikmah. Memang, diam adalah hikmah dan (terhitung) sedikit pelakunya. Kita seolah lupa sabda Rasulullah SAW, barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.
Dalam Ihya’ dikisahkan Nabi Isa ditanya, “Tunjukilah kami amalan yang membawa kami masuk surga.” Isa menjawab, “Janganlah kamu bertutur kata selamanya.” Mereka menyahut, “Kami tak sanggup demikian.” Kemudian Nabi Isa berkata, “Janganlah bertutur kata selain hal kebajikan.” Perlu disadari bersama bahwa manusia merupakan animal simbolicum, pencipta simbol melalui uraian lisan dan tulis. Kita menggunakan kata untuk mengab straksikan segala hal sebagai perangkat komunikasi verbal. Tak sekadar itu, bahasa juga menyimpan potensi membentuk pola pikir dan keyakinan sang mukhatab. Atau dengan kata lain, bahasa berfungsi sebagai pencipta realitas sekaligus realitas itu sendiri.
Untuk itu, sudah saatnya kita menggunakan segenap keinsafan diri agar tak larut dalam jeratan angkara emosi yang berujung ujaran kebencian. Peliharalah lisan dan jari kita dari tuturan yang nirmakna. Disebabkan pada dasarnya, memelihara lisan dan jemari berarti menjaga orisinalitas modus keberislaman yang autentik. Dalam hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW pernah berpesan bahwa di antara kebaikan kadar keislaman seseorang ialah bila ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.
Bahkan, indikator keimanan pun ditera melalui ucapan dan tutur yang memadukan antara nalar yang waras dan nurani yang sehat. Wallahu a’lam. Berikut ini adalah beberapa Firman dan Hadis mengenai tentang Lisan dan Tangan. Allah SWT berfirman: “Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kami akan memberinya pahala yang besar.” (QS. An-Nisaa'[4]: 114). Rasulullah SAW bersabda: “
Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan.” (HR. al-Bukhari). Dalam riwayat lain disebutkan: Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya; barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
No responses yet