Baru saja saya selesai memberikan ceramah di Pondok Pesantren al-Ishlah Bondowoso yang berniat mengembangkan perguruan tingginya. Saya sampaikan kepada para hadirin bahwa salah satu tantangan terbesar abad 21 ini adalah berkuasanya teknologi akan kehidupan manusia. Teknologi akan mengendalikan manusia, bukan manusia yang mengendalikan teknologi. Sungguh ini adalah sangat berbahaya.

Mengapa berbahaya? Teknologi mungkin saja sangat canggih dan cerdas, tapi ia tidak mengenal rasa dan tidak peduli akan alasan walaupun masuk akal. Semua yang datang terlambat dihukum sama, walau terlambatnya adalah karena alasan yang dibenarkan secara agama. Lalu bagaimana agar ada solusi? Harusnya yang mengendalikan teknologi adalah orang-orang yang memiliki perasaan dan kepekaan spiritual. Pesantren memiliki modal kuat di sisi ini.

Lalu bagaimana dengan mayoritas manusia kini? Khalil Jibran menilai masyarakat kini seperti ini:

‏نعيش في مجتمع غريب يهتمون بكلام الناس ولا يهتمون بمشاعر الناس

“Kita hidup di tengah masyarakat yang aneh, mereka peduli dengan perkataan manusia, tapi tak peduli pada perasaannya.”

Hidup tanpa pertimbangan rasa adalah hidup yang kering dati cinta, hidup yang tandus dari bunga-bunga indah.  Lalu bagaimanakah cara menghidupkan rasa? Sadari bahwa diri kita manusia, setiap manusia bisa memiliki sisi kebenaran dan kesalahan. Yang benar kita dukung, yang salah kita carikan solusi supaya benar dengan cara yang baik dan benar. Jika kaidah ini tidak diikuti, yakinlah bahwa ia akan melahirkan konflik dan derita.

Dalam pengajian tadi juga saya sampaikan bahwa ada dua cara  supaya jalan hidup kita ini terasa penuh dengan hikmah: miliki ilmunya dan dekatlah kepada Allah. Dengan ilmu, semua masalah bisa berujung indah, dengan mendekat kepada Allah maka semua masalah pasti berujung hikmah.  Sayangnya banyak yang enggan belajar ilmu hidup dan banyak sibuk mendekat pada manusia, bukan kepada Allah. Jangan mau dikalahkan oleh masalah. Katakan kepada Allah: “لا كرب و انت رب”  yang artinya: “Ya Allah, tak ada kesedihan dan kegalauan selama Engkau adalah Tuhanku.” Maksudnya, biarkan Allah mengatur hidup kita, tersenyumlah.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *