Hari Rabu 28 April 2021, aku jalan-jalan ke Kelayan B, Banjarmasin, sengaja ingin menjenguk Masjid Kuno yakni Masjid Nurul ‘Amilin alias Masjid Jami’ Haur Kuning. Konon, masjid ini dibangun sedikit tahun sesudah Masjid Sultan Suriansyah di Kampung Kuin, Banjarmasin. Bisa dikatakan, jika Masjid Sultan Suriansyah merupakan Masjid Tertua Pertama di Banjarmasi, maka Masjid Jami’ Haur Kuning adalah Masjid Tertua Kedua. Malahan, menurut beberapa sejarawan Banjar menyebut di sinilah atau di masjid inilah dahulu Pangeran Samudera atau kemudian berganti nama.Sultan Suriansyah, secara resmi diislamkan oleh Khatib Dayyan dengan mengucapkan dua kalimat Syahadat dalam upacara besar-besaran yang dihadiri dan disaksikan banyak orang. Jadi, bukan di Masjid Sultan Suriansyah ikrar pengislaman Sultan pertama dari Kesultanan Banjar yang selama ini beredar.

Tatkala aku masuk halaman masjid kuno ini, sudah terasa aura dan suasana serta nuansa masa lalu yang sangat kuat, apalagi setelah masuk ke dalam ruangan masjid semakin kuat saja aura dan suasana serta nuansa tersebut, seperti ada medan magner, aku seolah-olah sedang merenangi dan merenungi arus sungai sejarah.

Kemudian, aku sempat sembahyang sunat Tahiyatul Masjid dua rakaat dan sunat Tasbih empat rakaat sekali salam untuk merasakan pertamakali beribadah di Masjid yang dipenuhi kandungan masa silam, meskipun sudah ada bercampur baur dengan sedikit unsur-unsur baru. Nikmat sekali rasanya, sembahyang sunat yang kulakukan, seakan-akan aku sudah mencapai tingkat khusyu’ yang sempurna dan ada keinginan di hati untuk akan datang lagi kesini berkali-kali. Aku merasakan dalam ruangan masjid ini, ada semacam energi spiritual yang bertebaran mengasup kita dengan aurara putih, nutrisi ruhani.

Kata temanku Hamidi Ilhami, peneliti Masjid Kuno atau Masjid Tua, bahwa Masjid Jami’ Haur Kuning ini layak disebut Masjid Kuno atau Masjid Klasik yang banyak mengandung nilai-nilai sejarah terutama pada sejarah Islam karena jelas peninggalan situs dan artepaknya masih banyak asli peninggalan warisan masa silam, hanya sedikit yang merupakan tambahan, sudah dirubah dan mengalami pergantian. Seperti mimbar untuk khutbah Jum’at, bentuk pintu sekeliling, mihrab dekat ruang tempat Imam, lima tiang dengan satu tiang guru, tangga putar naik keatas, ukiran di atas pintu, lima cungkup atap, pagar kayu keliling di dalam halaman, bentuk ornamen limas pada dinding ruang dalam cungkup dan tatahan bentuk daun pada mimbar dan tiang mihrab nampak adalah asli dari masa lalu. Sedangkan yang menjadi tambahan baru adalah adanya menara, flapon, pintu gerbang masuk, pagar keliling halaman dari beton, tambahan porselen di kaki tiang dan atapnya sudah bukan sirap tapi berganti genteng.. Sementara yang diragukan dua kubah di atas cungkup apakak sejak awal sudah begitu berarti asli dari masa lalu ataukah suatu pengganti dari kepala cungkup lama berupa bentuk bangunan segitiga seperti Masjid Sultan Suriansyah.

Begitu semacam hasil pengamatan sekilasku atas Masjid Jami’ Haur Kuning yang indah, unik, eksotik dan antik.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *