Kematian adalah misteri Ilahi. Ya, hanya Allah yang Mahatahu tentang kematian seseorang. Kapan, di mana dan dalam kondisi seperti apa? Semua informasi tersebut merupakan hak prerogatif Allah. Tak ada seorang pun yang mengetahuinya.

Kita sering menjumpai seseorang yang sehari sebelumnya masih terlihat segar bugar, bahkan bercanda ria bersama kita, misalnya, ternyata esok harinya sudah terbujur kaku tak bernyawa alias meninggal dunia. Sedangkan seseorang yang sudah sakit bertahun-tahun dan hanya bisa terbaring saja di atas ranjang, tetapi sampai saat ini masih tetap hidup. Inilah rahasia Allah.

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati”. Demikian firman Allah dalam Q.S. Ali Imran: 185. Tidak ada satu makhluk hidup pun di dunia ini yang akan terus menerus hidup. Semua akan mati, musnah.

Meskipun kita berusaha untuk menghindar dari kematian dengan berbagai cara, tetapi kematian pasti akan datang. “Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu…” (Q.S. Al-Jumu’ah: 8). 

Ayat ini menegaskan bahwa pada dasarnya setiap orang takut dengan kematian, sehingga berusaha menghindar darinya. Tetapi ketentuan Allah pasti berlaku bagi siapa pun makhluknya di dunia ini, tak terkecuali manusia. “Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun”. (Q.S. Al-A’raf: 34)

Komaruddin Hidayat dalam bukunya “Psikologi Kematian” memberikan ilustrasi menarik tentang kematian. Menurutnya, kematian itu layaknya mudik, pulang kampung. Seseorang yang telah lama merantau, meninggalkan kampung halaman dalam waktu yang lama, pasti akan merasakan kerinduan untuk kembali pulang ke kampung halamannya tersebut. Dia pasti ingin berjumpa dengan keluarga dan sanak saudaranya yang telah lama ditinggalkannya. Bagi mereka yang sukses di rantau dan membawa bekal yang cukup untuk mudik, akan terlihat rona bahagia di wajahnya, dan ingin segera pulang untuk bertemu dengan keluarganya. Tetapi bagi mereka yang tidak punya cukup bekal untuk mudik, akan merasa sedih karena belum bisa menunjukkan keberhasilan serta kesuksesannya selama di rantau.

Pulang mudik ke kampung akhirat adalah dambaan setiap orang yang beriman dan memiliki bekal yang cukup. Mereka akan bahagia dan siap menjemput datangnya kematian dengan rona wajah yang berseri-seri. Karena mereka sudah tidak sabar untuk menikmati hasil usahanya selama di dunia. Dan yang lebih membahagiakan lagi adalah ingin segera bertemu dengan kekasih hatinya, yakni Allah Swt.

Sebaliknya, orang-orang kafir, serta orang-orang yang tidak memiliki bekal yang cukup untuk pulang ke kampung akhirat, akan merasa khawatir, takut, sedih karena tidak siap untuk melihat hasil perbuatannya selama di dunia. Mereka juga tidak siap  bertemu Allah untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya ketika di dunia.

Dari ilustrasi tersebut dapat diambil sebuah pelajaran berharga, bahwa bukannya kematian yang harus kita takuti, tetapi yang harus kita takuti dan khawatirkan adalah apakah kita sudah cukup memiliki bekal untuk menghadapi kematian itu.

Senyampang Allah masih memberi kesempatan kepada kita untuk hidup di dunia ini, segeralah kita bertaubat atas segala dosa-dosa yang pernah kita perbuat. Kita buka lembaran baru kehidupan ini dengan diisi catatan kebaikan. Kita tulis lembar demi lembar kehidupan tersebut dengan tinta emas amal shalih kita. Kita ukir prestasi sebagai hamba Allah yang mampu menjalin kedekatan hubungan dengan-Nya, serta dapat memberi manfaat bagi sesama. 

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *