Qunut merupakan doa yang dibaca saat sholat subuh atau ketika tertimpa musibah (nazilah). Qunut merupakan amaliyah Rasulullah SAW yang tak ditinggalkannya sampai akhir hayat. Qunut menjadi memang salah satu perbedaan umat islam dalam pengamalannya.
Qunut sendirinya berpijak pada sebuah hadist:
حدثنا عمرو بن علي الباهلي ، قال : حدثنا خالد بن يزيد ، قال : حدثنا أبو جعفر الرازي ، عن الربيع ، قال : سئل أنس عن قنوت النبي صلى الله عليه وسلم : « أنه قنت شهرا » ، فقال : ما زال النبي صلى الله عليه وسلم يقنت حتى مات
Dalam Hadits tersebut dikatakan bahwa suatu ketika sahabat Anas ditanya tentang qunutnya Nabi, dia menjawab bahwa Nabi melakukan qunut selama sebulan.
Dalam menyikapi hadist, terdapat perbedaan pendapat dalam memahaminya. Sebagaimana perbedaan pandangan dari 4 Imam Madzhab Ahlussunnah wal Jamaah tentang keabsahan Qunut Subuh.
Dalam madzhab hanafi dikatakan bahwa qunut itu hanya dilaksanakan saat sholat witir, dan hadist tentang qunut subuh diatas telah dimansukh (hapus).
Imam Maliki berpendapat qunut dibaca dengan suara pelan didalam sholat shubuh saja dan tak disaat sholat witir. Qunut itu afdhol dilakukan sebelum ruku’ walaupun jika dilakukan setelah ruku’ juga boleh.
Imam Syafi’i mengemukakan pandangannya bahwa disunnahkan qunut itu dilakukan saat i’tidal (bangun dari ruku’) di raka’at kedua sholat subuh.
Dalam kitab Al-Umm disebutkan bahwa Imam Syafii berkata : “Tidak ada qunut pada shalat lima waktu selain shalat subuh. Kecuali jika terjadi bencana, maka boleh qunut pada semua shalat jika imam menyukai”. Selain itu dalam, Kisah Khalifah Umar bin Khattab yang juga melakukan qunut di sholat subuh dan dihadiri oleh para sahabat nan lainnya.
Sedangkan dalam Madzhab Hanafi dikatakan bahwa qunut hanya dilakukan saat sholat witir satu rakaat.
Berdasar pendapat, disinilah kemudian perbedaan diantara kita muncul, NU mengambil pendapat madzhab syafi’i yang membolehkan qunut, sedang Muhammadiyyah menggunakan pendapat yang tidak berqunut subuh.
Qunut merupakan sebuah sunnah ab’ad yaitu sunnah yang mendapatkan pahala ketika mengerjakannya dan disunnahkan untuk melakukan sujud sahwi 2 kali sebelum salam ketika lupa membacanya.
Sunnah “Ab’adh” sendiri ada lima, yaitu,
- Membaca tahiyat awal sesudah rakaat kedua shalat fardhu kecuali shubuh;
- Duduknya tahiyat awal;
- Membaca doa qunut pada I’tidal kedua shalat subuh, dan pada rakaat terakhir witir Ramadhan tanggal 16 ke atas.
- Membaca shalawat sesudah tahiyat awal dan sesudah doa qunut;
- Membaca “wa ‘ala alihi” sesudah membaca shalawat pada tahiyat akhir.
Dan terdapat fakta menarik bahwa dulunya Muhammadiyyah sempat berqunut, hal ini sebagaimana tercantum dalam Kitab Fiqih Muhammadiyah 1924″ yang pernah ditunjukkan KH. Marzuki Musytamar, Wakil Rois Syuriyah PWNU Jawa Timur, dimana dalam kitab tersebut di halaman 24 – 25, qunut termasuk dalam “ab’adhus shalah,” yaitu sunnah ab’adh dalam shalat dan bukan rukun, sehingga jika ditinggal shalatnya tidak batal.
Hal ini ditegaskan kembali dengan Himpunan Putusan Tarjih (HPT) 1971, itu tidak mewajibkan qunut, hanya menyunahkannya sebab dulu Nabi pernah melakukannya. Hanya jika kemudian Muhammadiyyah tidak berqunut, mungkin berpijak pada pendapat di atas yang mengatakan bahwa tidak ada qunut subuh.
Terdapat cerita menarik dari 2 Tokoh NU-Muhammadiyyah, KH. Idham Kholid dan Buya Hamka
Syahdan, dulu KH. Idham Chalid (Pimpinan PBNU) pernah satu kapal dengan Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah “HAMKA” (tokoh Muhammadiyah) dalam perjalanan menuju tanah suci Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Tidak ada kisah istimewa dari kedua tokoh berbeda paham tersebut hingga waktu shalat Shubuh menjelang.
Di saat hendak melakukan shalat Shubuh berjamaah, KH. Idham Chalid dipersilakan maju untuk mengimami. Secara tiba-tiba, pada rakaat kedua, KH. Idham Chalid meninggalkan praktek Qunut Shubuh, padahal Qunut Shubuh bagi kalangan NU seperti suatu kewajiban. Semua makmun mengikutinya dengan patuh. Tak ada nada protes yang keluar walau ada yang mengganjal di hati.
Sehingga seusai salat Buya Hamka bertanya: “Mengapa Pak Kyai Idham Chalid tidak membaca Qunut.”
Jawab KH. Idham Chalid: “Saya tidak membaca doa Qunut karena yang menjadi makmum adalah Pak Hamka. Saya tak mau memaksa orang yang tak berqunut agar ikut berqunut.”
Keesokan harinya, pada hari kedua, Buya Hamka yang giliran mengimami shalat Shubuh berjamaah. Ketika rakaat kedua, mendadak Buya Hamka mengangkat kedua tangannya, beliau membaca doa Qunut Shubuh yang panjang dan fasih. Padahal bagi kalangan Muhammadiyah Qunut Shubuh hampir tidak pernah diamalkan.
Seusai shalat, KH. Idham Chalid pun bertanya: “Mengapa Pak Hamka tadi membaca doa Qunut Shubuh saat mengimami salat?”
“Karena saya mengimami Pak Kyai Idham Chalid, tokoh NU yang biasa berqunut saat shalat Shubuh. Saya tak mau memaksa orang yang berqunut untuk tidak berqunut,” jawab Buya Hamka merendah.
Akhirnya kedua ulama tersebut saling berpelukan mesra. Jamaah pun menjadi berkaca-kaca menyaksikan kejadian yang mengharukan, air mata tak dapat mereka tahan, hal ini juga mengingatkan kita persaudaraan antara pendiri organisasi terbesar umat islam indonesia ini, KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan.
Maka, dari itu mari kita tumbuhkan semangat toleransi sesama umat islam dan bisa dimulai dari qunut. Perbedaan memang suatu hal yang tak bisa dipungikiri. Perbedaan merupakan hal mutlak yang akan kita alami dalam kehidupan. Perbedaan dalam persoalan furuiyyah sebagaimana hal diatas harus disikapi dengan toleransi tuk menumbuhkan tali persaudaraan antar sesama umat islam, sebagaimana Allah SWT telah berfirman dalam Al-Qur’an:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali Imron: 103)
Malang, 9 Pebruari 2017
Ditulis di Masjid KH. M. Bedjo Dermoleksono, Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Malang setelah sholat Subuh tanpa Qunut, disarikan dari berbagai sumber.
No responses yet