Di dalam budaya dan tradisi kalangan pesantren, terutama santri yang bergulat di dapur, ada kepercayaan bahwa memakai garam untuk masakan adalah salah satu sarana dalam bertabaruk dan menghormati Nabi Ibrahim as.

Begini ceritanya, Imam Ahmad as-Suhaymi dan Ahmad bin Imad menuturkan bahwa Nabi Ibrahim as apabila ingin makan, beliau berjalan satu sampai dua mil untuk mencari tamu untuk diajak makan bersama. Dari situ, beliau diberi julukan bapak tamu. Beliau juga punya keinginan terpendam, yaitu membuat jamuan bagi umat Kanjeng Nabi Muhammad SAW sampai hari kiamat, setelah beliau mendapat wahyu tentang kemuliaan dan keutamaan umat Kanjeng Nabi Muhammad.

Lalu Allah SWT berfirman kepada beliau: “Sesungguhnya ente, Ibrahim, tidak bakal mampu berbuat demikian!”.

Nabi Ibrahim pun tidak menyerah, segera beliau memohon dengan sangat, “Duh Gusti, Panjenengan niku ingkang Maha Mengetahui keadaan ingsun lan Panjenengan niku ingkang Maha Kuasa mengabulkan permohonan ingsun! Duh, Gusti, ingsun nyuwun tulung”. Nabi Ibrahim sangat ingin menjamu umat Kanjeng Nabi Muhammad saking inginnya kecipratan barokah kemuliaan Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

Kemudian Allah SWT pun akhirnya mengabulkan permohonan Nabi Ibrahim dan memerintahkan kepada Malaikat Jibril as untuk memberikan segenggam kapur surga kepada Nabi Ibrahim as, serta memerintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk naik ke atas gunung Abi Qubaisy dan meniupkan kapur tersebut ke udara. Nabi Ibrahim as melakukan petunjuk Malaikat Jibril.

Dan setelah ditiup Nabi Ibrahim,”Fuh !”, tersebarlah kapur tersebut di muka bumi. Setiap tempat yang kejatuhan sebagian dari kapur tersebut airnya berubah menjadi asin karena mengandung garam sampai hari kiamat. Dengan demikian semua garam yang ada di bumi ini adalah suguhan dari Nabi Ibrahim as.

Dan sebagai umat Nabi Muhammad SAW yang dijamu oleh Nabi Ibrahim, wajib kiranya kita menghormati suguhan Kanjeng Nabi Ibrahim as tersebut dengan menikmati suguhan tersebut. Sebagai adab, penghormatan dan sebagai sarana tabarukan. Yang tidak percaya, ya bukan masalah, namun hikmah yang bisa dipetik dari cerita itu adalah bagaimana seharusnya kita bisa menjadi tuan rumah yang baik dan bagaimana adab seorang tamu yang baik.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *