Pencak Silat merupakan salahsatu warisan budaya asli dari nenek moyang kita, setiap daerah di tanah air sudah barang tentu memiliki beragam seni beladiri tradisional ini. Termasuk di Palembang, baik sejak zaman Kedatuan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang Darussalam. Gerak asli pencak ini masih tetap dilestarikan hingga sekarang. 

Pencak silat atau Kuntau adalah sejumlah gerak gerik dan langkah budaya dengan gaya yang indah dan harmonis yang bertujuan sebagai pembelaan diri dan disertai dengan penyerangan pada lawan. Sifatnya adalah secara ksatria menjaga kehormatan diri, keadilan dan kebenaran, sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasul Saw. Pada masa Nabi Saw, cara membela diri dan berolahraga telah diajarkan disamping mempertebal keimanan dan ketaqwaan. Saat itu kaum muslimin yang tergabung dalam Laskar Islam sangat piawai menggunakan senjata pedang, tombak, panah dan senjata lainnya. Pasukan Islam di zaman Rasulullah telah memiliki tentara kaveleri, pasukan bela diri dan sebagainya. Bahkan dalam menghadapi musuh, Nabi Saw sendiri langsung bertindak selaku Panglima Perang dan berada dibarisan paling depan.

Oleh karena itu,  Sejatinya ilmu pencak silat ini perlu sekali dipelajari oleh kaum wanita dan pria. Pada intinya, pencak silat ini di dalamnya mencakup 4 aspek, yaitu: olahraga, seni, beladiri, dan kerohanian atau pembinaan mental spiritual. 

Di Palembang terdapat 2 aliran besar pencak silat, yaitu PENCAK KERATON dan KUNTAU. Pencak Keraton adalah pencak asli Keraton Kesultanan Palembang Darussalam secara turun temurun yang hanya khusus dapat dipelajari oleh kalangan bangsawan Palembang. Sedangkan Kuntau boleh untuk umum, dipelajari oleh siapa saja, merupakan seni beladiri warisan masa lampau, yang dalam perkembangannya mendapat pula pengaruh dari asing, tetutama dari Cina (Kuntau = ilmu pukulan). 

Pada zaman Kesultanan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin mempunyai satu kebiasaan, yaitu menyelenggarakan perlombaan antar pemuda pemudi dari anggota keluarga beliau maupun kalangan masyarakat umum dalam berbagai bidang ketangkasan dan kecakapan. Diantaranya adalah perlombaan ketangkasan dalam cabang-cabang kesenian, termasuk Pencak Silat, seni ukir, bidar, dan ketangkasan senjata lainnya. Sultan sangatlah kagum didalam kompetisi tersebut, karena itu sultan berkenan memberikan hadiah kepada sang jawara yang berhasil dalam gelanggang perlombaan tersebut gelar menurut kedudukan mereka dalam masyarakat, seperti gelar Tumenggung dan seterusnya sampai Pangeran, disertai bingkisan-bingkisan yang menarik. 

Adapun para Guru Besar Pencak Silat di zaman Kesultanan Palembang adalah antara lain: 

  1. Pangeran Ratu Purbayo bin Sultan Muhammad Mansur.
  2. Pangeran Mangkubumi Nembing Kapal.
  3. Puteri Ratu Emas Tumenggung Bagus Kuning Pangluku.
  4. Ki Demang Kecek.
  5. Syekh Abdus Somad al-Palembani, Panglima Laskar Jihad dengan Zikir Ratib Sammannya. 

Para ulama pendekar tersebut menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan Kesultanan Palembang Darussalam dari ancaman musuh.

Dimasa kolonial, Pencak Keraton Palembang tersebut bernaung dalam wadah organisasi “Priyai Fonds” (1929) dan “Persatuan Priayi Palembang” (1951) dengan guru besarnya Raden Abdul Hamid Ternate bin R. Adenan (w.1969).

Dalam perjalanannya, pencak asli Palembang ini mengalami kemajuan dan perkembangan pesat, setidaknya terbentuk pula cabang perguruan seperti: Pencak Keraton Palembang Asli (PKPA) pimpinan R.A. Hamid Ternate,  Persatuan Pentjak Palembang (PPP) pimpinan R. Dencik,  Perguruan Olah Raga Pencak Silat Sriwijaya (Popsri) pimpinan Kgs. Zainuddin/Mang Uding, Putra Sriwijaya (Putsri) pimpinan Kms. Abubakar Hasani, dll.

Alhamdulillah, saya sendiri mempelajari 2 jalur pencak asli  Palembang ini, pertama yaitu pencak Persatuan Priyai Palembang, silat keraton yang dipelajari dari ayah saya sendiri Kms.H. Ibrahim Umary (w.2004) yang merupakan murid langsung Raden A. Hamid Ternate tahun 1958 waktu itu.Kedua, KUNTAU saya pelajari di perguruan Putra Sriwijaya kepada manda Kms. Abubakar Hasani dalam tahun 1988. Secara turun temurun KUNTAU asli Palembang ini sanad keilmuannya sebagai berikut:

  • alfaqir Kms.H. Andi Syarifuddin, mengambil dari
  • Kms. Abubakar Hasani mengambil dari ayahnya
  • Kms. Hasani Din (w.1998), ia mengambil dari
  • Kgs. Ahmad Rajo (w.1968), mengambil dari
  • Kgs. Abu (w.1939), mengambil dari
  • Empek Akong,
  • dan seterusnya…

Selain jurus tangan kosong dan “betanggem”, juga menggunakan senjata. Untuk senjata, masih mempergunakan jenis peralatan senjata asli tradisional perguruan silat pada masa silam, yaitu: Keris, Pedang, Piso Duo, Besi Cabang, Tombak berambu, Cangka Unak, Tombak Cagak, Tembung berantai, Tongkat, Kundur, Tameng, Kepalan Cengkeh, Tembung, Sampang basah, TAT, dan Lading.

Apabila mengadakan pertunjukan resmi, kostum yang dikenakan pada waktu itu adalah seperangkat pakaian khas adat Palembang, seperti: tanjak dan sewet kencong.Selain olahraga fisik, diajarkan pula aspek spiritual/rohaniyah. Yakni ilmu-ilmu agama, akhlaq-tasawuf dan tarekat (agar senantiasa tawadhu’ dan rendah hati). 

Kini pencak Palembang sudah lama ikut bergabung pula dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Meskipun demikian, upaya pelestarian pencak tradisional asli Palembang ini, sangatlah penting dilakukan, karena merupakan warisan khazanah seni budaya Palembang tempo doeloe.

Wallahu a’lam…
Palembang, 11/5/2020

Rujukan:

  • RHM. Akib : Kesenian dan Kebudayaan Palembang, 1985.
  • Dada Meuraxa: Sejarah   Kebudayaan Sumatera, 1974.
  • Depdikbud: Tuntunan Pelajaran Olahraga Pencak Silat, tt.
  • Kgs.H. Adnan: Pencak Silat Seni Bela Diri dari Masa ke Masa, 1988.
  • Tuan Ismail Tuan Soh: Silat Sekebun, 1991.
  • Kms.H. Andi Syarifuddin : Pencak Silat  Keraton Kesultanan Palembang Darussalam, 2011.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *