Dewasa ini dunia Pendidikan (pelayanan) sedang diramaikan dengan metode baru yaitu “Service Learning”, di mana semua yang menjadi unsur-unsur Pendidikan menggunakan sistem “Service Learning”. Baik dalam aspek menejemen, sistem pembelajaran dan perangkatnya. Artinya ada ragam unsur sumber daya pendukung yang menjadi orientasi pengembangan sistem Pendidikan. Khususnya dengan metode baru tersebut.
Service learning sendiri dikenalkan pada tahun 1970-an, ide tentang service learning sendiri bermuara pada aspek komunitas. Pada tahun 1890 University of Cincinnati mengembangkan sebuah gerakan untuk menguatkan sistem Pendidikan berbasis komunitas. Sistem ini dikembangkan oleh Amerika karena kondisi politik dan kemajuan masyarakat yang pesat, sehingga membutuhkan sumberdaya manusia yang cakap dalam menghadapi kemajuan zaman. (Alan S. Waterman; 1997:xi)
Manusia sebagai mahluk sosial secara tidak langsung membangun komunitas sosialnya. Hal ini diwujudkan dalam bentuk masyarakat. Pendidikan menjadi asumsi dasar bahwa manusia saling melengkapi dan melayani satu sama lain. Oleh karenanya pelayanan menjadi sebuah pola pikir dan pola sikap baru dalam sistem Pendidikan. Pertanyaan aksiologinya adalah untuk apa service learning dijadikan sebuah model pengembangan dalam sistem Pendidikan?
Ada beberapa jawaban dengan sudut pandang objek dan subjek. Manusia sebagai objek tentu memiliki harapan yang besar dari Pendidikan. Agar lebih siap menjalani kehidupan, lebih dewasa dalam menghadapi masalah, membangun kecakapan-kecakapan sosial dan lain sebagainya. Karena muara Pendidikan adalah pada sikap paska mendapat transformasi pengetahuan. Service learning agaknya memposisikan guru atau tenaga pendidik tidak hanya sebagai mentor, melainkan sebagai pembimbing yang melayani peserta didik.
Pada dasarnya service Learning adalah pendekatan dalam sebuah pengajaran dengan mendominasikan pelayanan terhadap objek pengajaran. Hal ini menjadi gerak transformasi pengetahuan, yang menurut Kolb pengetahuan itu berakar pada transformasi pengalaman.(David Kolb, 1984:46). Agaknya hal ini yang menjadi dasar ujar-ujar lama tentang pengalaman adalah guru terbaik dalam kehidupan. oleh karenanya Pendidikan adalahh ragam pengalaman yang ditransformasikan dalam olah rasa dan olah pikir, sehingga menjadi pengetahuan yang menjadi dasar dan cerminan dalam kehidupan.
Bisa jadi Pendidikan hari ini bukan muara dari ruang kompetitif, melainkan upaya untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai spirit dalam mengambil pengetahuan dari pengalaman-pengalaman; mengambil hikmah. Dalam koneks ini service learning menjadi salah satu sikap untuk belajar mengambil hikmah dari apapun yang dihadapi dalam realita kehidupan. Sehingga, dari pengalaman itulah muncul pengetahuan.
Pendidikan adalah upaya untuk mengurai ketidaktahuan, melihat dan memabangun kesiapan dalam menghadapi realita sosial yang selalu berkembang. Jauh dari pada itu bukan hanya perihal menumbuhkan kecerdasan dan kecakapan, melainkan membangun kesiapan dan kedewasaan. Karena semakin dewasa seseorang maka semakin dalam pengetahuannya, semakin luhur pula sikapnya.
Beberapa kondisi yang harus dihadapi oleh seseorang adalah kemajuan ekonomi, industri, teknologi, perubahan sosial, dlsb. Kemajuan ekonomi, membawa manusia untuk berlomba-lomba memenuhi kebutuhan kehidupannya. Baik primer maupun skunder. Kemajuan industry dan teknologi tidak dapat terelakkan. Hal ini berpengaruh terhadap segala ruang dan aspek kehidupan. dan yang paling dominan memengaruhi sikap manusia adalah perubahan sosial, baik pesat maupun lambat.
Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan memiliki peran yang besar dalam menentukan sikap sosial setiap manusia di masa mendatang. Oleh sebab itu service learning menjadi salah satu upaya pendekatan dalam dunia Pendidikan. Orientasinya adalah kemandirian. Pertanyaannya adalah, apa kaitannya pelayanan dengan kemandirian? Disadari atau tidak Pendidikan hari ini bersifat kompetitif. Menciptakan daya saing. Secara menejemen sangat industrialis. Sederhananya Pendidikan hari ini mengarah kepada dehumanisasi.
Dehumanisasi dapat dilihat dari ruang-ruang belajar dan kebijakan yang muncul di sebuah lembaga. Orientasi akreditasi lebih penting ketimbang aspek substansi yang diperbaiki dan dikembangkan. Tidak sedikit yang lebih mementingkan aspek luar ketimbang menyeimbangkan dengan aspek dalam.
Aspek luar ibarat bungkus, sedang aspek dalam adalah muatan isi dan nilainya. Oleh karenanya, Pendidikan, khususnya pengajaran membutuhkan pendekatan untuk menuju pada usaha internalisasi nilai. Dan hal ini dapat diupayakan melalui pendekatan service learning. Yang mana lebih mengutamakan kepada pendampingan dan pelayanan untuk menumbuhkembangkan sikap dan kesadaran peserta didik, ketimbang membangun daya saing. Karena prinsip dasar service learning adalah membangun kesadaran dan tanggung jawab.[]
sumber gambar: Sumber Gambar: i’m Collage.blogspot.com
No responses yet