Tangerang Selatan, jaringansantri.com – Pengurus Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Amerika Serikat, Muhamad Ali mengatakan bahwa istilah-istilah yang muncul melabeli Islam, seperti ada Islam Berkemajuan, Islam Terpadu, Islam Liberal, dll. Khususnya belakang ini yang disebut Islam Nusantara, adalah sesuatu hal yang wajar dan sah-sah saja.

Hal ini disampaikan Muhamad Ali untuk menjawab pertanyaan salah satu peserta diskusi buku yang diselenggarakan oleh Islam Nusantara Center (INC) di Ciputat pada Kamis 12 Juli 2018. Buku tersebut berjudul “Islam dan Penjajahan Barat” yang juga tersedia dalam versi bahasa Inggris.

Profesor di University of California ini mengatakan “Islam Nusantara sah, asalkan isinya apa, kalau itu isinya berkeadilan, terbuka, membangun masyarakat, konstruktif, mau bekerjasama dengan kelompok Islam yang lain, tidak mengkafirkan yang lain, atau mensyirikkan membid’ahkan yang lain, itu sah-sah saja.”

“Tradisi saya juga Muhammadiyah, di Amerika sana juga ikut mengurus Muhammadiyah, tapi NU juga keluarga saya, yang bukan NU-Muhammadiyah juga keluarga saya. Semua baik-baiknya saja, sehat-sehat saja, lebih banyak yang sama dari pada yang bedanya. Tidak ada masalah,” tambahnya.

Muhamad Ali yang masih tercatat sebagai dosen Ushuluddin UIN Jakarta ini mengatakan bahwa bagaimana cara mensikapi perbedaan istilah-istilah dalam kelompok Islam tersebut? ” ya sikapi dengan cara yang islami. Dalam Al-Qur’an kan banyak pesannya, jangan mengolok-ngolok kelompok lain, boleh jadi mereka lebih baik,” tandasnya.

Islam Nusantara itu Bagian dari Ijtihad

Menurut Ali, Istilah “Islam Nusantara” atau Islam Indonesia itu bagian dari ijtihad, begitu juga Islam berkemajuan. “Asalkan jangan Islam yang teroris, yang penganutnya mengajarkan kekerasan, dan gampang sekali mengkafir-kafirkan,” ujarnya.

Hal itu harus dihindari. Hizbut Tahrir sendiri, menurutnyaz sebagai pemikiran tidak masalah. Masalahnya, sebagian teman-teman di Hizbut Tahrir mengkafir-kafirkan sistem negara, dan ada indikasi gerakan politik.

Kita perlu kedepankan seni keindahan, budaya, melalui musik dan lain-lain. Bagaimana mensikapi secara islami, kita perlu terbuka. “Karena Allah sudah mengatakan bahwa Islam itu rahmatan Lil alamin, meliputi segalanya. Kenapa kita seakan-akan membatasi Rahmat itu pada kelompok kita,” katanya.

“Mensikapi dengan terbuka, jangan gontok-gontokan, hindari kekerasan, apalagi terorisme,” tegas Direktur Program Studi Timur Tengah dan Islam di Universitas California Riverside ini.

Masalah penamaan itu bagian dari identitas, bagian dari budaya kita. Bagian dari kita berbudaya, jangan sampai kita berfikir bahwa identitas kita yang paling benar. Ada identitas-identitas lain yang juga ingin dihargai, sama-sama ingin dihargai. Selama identitas itu tidak saling menegasikan identitas yang lain.

“Berislam itu harus menyenangkan, menikmati menjadi muslim, enjoy being muslim. Itu bagian dari identitas tanpa meninggalkan kewajiban syari’atnya,” pungkasnya.(Zainal Abidin/Anwar)