Saat ini, rutinitas kegiatan manusia dalam beragama dan bersosial budaya tidak dapat jauh dari mekanisme teknologi, meski demikian tidak dapat ditegaskan bahwa hal tersebut merata dialami setiap manusia. Teknologi yang bekembang memberi dampak cukup besar dalam membentuk cara pandang individu terhadap suatu perkara. Hampir segala hal dan permasalahan; dewasa kini dapat diakses melalui media sosial dengan segala isi informasinya yang cukup mudah untuk didapatkan. Informasinya pun dihimpun secara sistematis dalam mekanika kerja teknologi seakan terstruktur juga rapi dipandang; menarik dan mudah untuk diakses.

Kehadiran media sosial memberikan sumbangsih besar pada peradaban manusia. Dilain hal, media juga menjadi bukti atas kerja keras para pemikir yang memiliki harapan atau tujuan hasil kerjanya dapat membantu juga mempermudah kerja manusia. Betapa bijaksana para pemikir yang merelakan waktu istirahatnya dan refreshingnya, bermesraan dengan diri dan keluarganya hanya untuk menemukan suatu peradaban yang dapat membantu manusia dalam menjalankan kehidupan. Alhasil, terciptalah beberapa teknologi canggih masa kini yang dapat membantu kehidupan manusia, terkhusus dalam hal komunikasi dan informasi.

Berbagai hal-hal positif dikemas begitu apik dan sederhana memberi kesan mengajak para pembaca untuk menemukan apa yang dicarinya di media sosial, dari perihal dunia hingga rumah tangga selebritis ternama. Bahkan, luar biasanya juga membungkus ihwal alam jin atau istilah populernya dunia kegaiban. Pengetahuan serasa sangat terbantu oleh esensi yang dibawa teknologi dalam bentuk media informasi dan komunikasi. Ditambah berbagai hal demikian dapat diakses dengan mudah tanpa perlu mengeluarkan dana banyak untuk mendapatkan informasi yang jauh bahkan terbilang privat.

Selain itu, belakangan ini media hadir dalam kehidupan manusia tidak hanya mengupas terkait kehidupan yang memanusiakan manusia semata, melainkan juga menjadi sarana bagi para agamawan untuk mendakwahkan apa yang diyakininya dengan berbagai visi keberagamaan. Belajar tidak lagi harus menggayuh sepeda, menjalankan motor atau mobil, cukup dari rumah dengan bermodalkan kuota dan alat yang mumpuni; baik handphone maupun laptop dan sebagainya. Alhasil, pengaruhnya besar terhadap proses keberagamaan dan kebudayaan individu. Salah satunya ialah melemahnya budaya silaturahmi antar pencari ilmu dan pengajar.

Hal ini disebabkan karena segala informasi terkait agama mudah diakses. Pembelajaran agama sekarang tidak serumit dahulu yakni pentingnya mengumpulkan niat belajar agama supaya tidak sia-sia, kemudian bertemu ustaz dan membuka kitab lalu mengabsahinya atau mendengarkannya dalam ruangan yang sama. Ada juga yang tanya jawab tentang topik pembahasan juga terdapat konstruksi sakralitas yang dibangun santri dalam ruangan; seakan-akan waktu berputar begitu lambat hingga tidak terasa terdapat santri yang tertidur karena menikmati huruf dan pemaknaan. Lazimnya, penggalian wawasan agama dahulu dilakukan di rumah sang ustaz. Para santri datang dengan merangkul kitab dan pen atau sebatas membawa kuping dan niat. Kini hal demikian lama-kelamaan bergeser ke ruang instan.

Kondisi dahulu memperlihatkan bagaimana gambaran mayoritas para santri memilih mengaji dan bertemu langsung dengan ustaz kemudian salam salim kepada ustaz; tidak lupa cium tangan. Bahkan ada beberapa kenangan manis dalam dunia majelisan bagi para santri yang tidak dapat dialami oleh selainnya; memperebutkan air sisa minuman sang ustaz, rokok sisa hisapan ustaz, dan lain sebagainya.

Dari hal tersebut dapat ditarik persepsi bahwa mayoritas santri dahulu cenderung mengutamakan adab dari pada tujuan pencarian ilmu. Meski demikian, tidak bisa diartikan mereka tidak mencari ilmu, melainkan mengutamakan adab adalah satu cara untuk memperoleh ilmu yang kelak dapat bermanfaat. Memprioritaskan adab guna memperoleh adab. Maksudnya ialah mengutamakan adab terlebih dahulu dalam mencari ilmu dengan tujuan memperoleh adab yang bermanfaat. Lebih populernya hal demikian bisa disebut cerdas literasi dan cerdas berargumen juga cerdas bersosial budaya dalam kemanfaatan yang baik.

Dewasa kini, polemik adab dan ilmu menjadi objek pembahasan para akademisi. Membandingkan antara adab dan ilmu seakan menjadi objek menarik dalam kajian keagamaan. Seolah ada yang lebih baik diantara keduanya. Sedangkan, satu dari keduanya sama-sama membutuhkan. Tujuan beradab ialah supaya mendapatkan manfaat. Mendapatkan manfaat disini ialah ilmu yang dibalut sebagai suatu tujuan kesadaran seorang manusia yang lemah. Pun tujuan mencari ilmu ialah untuk beradab. Sehingga membentuk persepsi yang memisahkan alur kendali antara ilmu dan adab merupakan ke-muspra-an yang perlu dibumi hanguskan dari pola pikir.

Bersambung

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *