Islam mendapatkan suatu system politik dan struktur kekuasaan yang telah lama mapan di pusat keraton Majapahit. Sebenarnya komunitas pedagang muslim telah mendapat tempat dalam pusat-pusat politik pada abad ke 11 M. Komunitas muslim itu semakin membesar pada abad ke 14 , namun perkembangannya tidak semudah bagaimana yang dialami Islam di Samudra Pasai. Disini Islam berhadapan dengan resistensi politik dan budaya yang cukup kuat. Kuatnya resistensi itulah diantara yang menjadi faktor penentu lambatnya proses Islamisasi jawa dibandingkan dengan wilayah lain di nusantara. Proses Islamisasi di jawa sudah berlangsung sejak abad 11 M, meskipun belum meluas, terbukti dengan ditemukannya batu nisan kubur Fatimah binti maimun di Leran, Gresik, yang berangka tahun 475 H (1082 M).
Penemuan makam tersebut merupakan bukti yang konkrit bagi kedatangan Islam di jawa. Kalau sebelumnya abad ke 13 bukti-bukti telah terdapatnya kaum muslimin di jawa masih sangat langka, maka sejak akhir abad ke 13 hingga abad-abad berikutnya, terutama ketika Majapahit mencapai puncak kebesarannya, bukti-bukti telah berlangsungnya proses Islamisasi dapat diketahui lebih banyak, seperti penemuan beberapa puluh nisan kubur di Troloyo, Trowulan dan Gresik. Melihat makam-makam muslim yang terdapat di situs-situs Majapahit, dapat diketahui bahwa Islam sudah hadir di ibu kota Majapahit sejak kerajaan itu mencapai puncaknya. Meskipun demikian lazim dianggap bahwa Islam di jawa pada mulanya menyebar selama periode merosotnya kerajaan hindu-budha, Islam menyebar ke pesisir pulau jawa melalui hubungan perdagangan, kemudian dari pesisir ini sedikit lambat lalu menyebar ke pedalaman pulau jawa. Kecuali itu berita Ma huan tahun 1416 yang menceritakan dengan itu orang-orang muslim yang bertempat tinggal di Gresik, membuktikan bahwa baik di pusat kerajaan Majapahit maupun di pesisir, terutama kota-kota pelabuhan telah terjadi proses Islamisasi dan terbentuknya masyarakat muslim.
Pertumbuhan masyarakat muslim di sekitar Majapahit dan terutama di beberapa kota pelabuhannya erat pula hubungannya dengan perkembangan pelayaran dan perdagangan yang di lakukan orang-orang muslim yang telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra pasai dan Malaka. Pada taraf permulaan masuknya Islam di pesisir utara jawa terutama di daerah kekuasaan Majapahit belum dapat dirasakan akibatnya di bidang politik oleh kerajaan Indonesia-hindu itu. Kedua belah pihak waktu itu mementingkan usaha untuk memperoeh keuntungan dagang.
Proses Islamisasi hingga mencapai bentuk kekuasaan politik seperti munculnya Demak, dipercepat juga dari kelemahan-kelemahan yang dialami pusat kerajaan Majapahit sendiri, akibat kelemahan ini dikarenakan pemberontakan serta perang perebutan kekuasaan di kalangan keluarga kerajaan. Perebutan kekuasaan tersebut antara wikramawhardana dan bhrewirabumi yang berlangsung lebih dari sepuluh tahun, setelah bhrewirabumi meninggal perebutan kekuasaan di kalangan istana kembali muncul dan berlarut-larut.Lalu dilanjutkan pada tahun 1468 M Majapahit di serang oleh girindrawhardana dari Kediri, sejak itu kebesaran Majapahit dapat dikatakan sudah habis.
Perkembangan Islam di Majapahit bersamaan dengan waktunya dengan melemahnya posisi raja Majapahit, hal ini memberi peluang kepada raja-raja Islam pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang independen. Dibawah bimbingan spiritual sunan kudus, meskipun beliau bukan yang tertua di walisongo, Demak akhirnya berhasil menggantikan Majapahit sebagai kraton pusat. Hal ini disebabkan Raden Patah terang-terangan memutuskan ikatannya dengan Majapahit yang sudah tidak berdaya lagi, dengan bantuan daerah-daerah lainnya di jawa timur yang sudah Islam, seperti Jepara, Tuban, dan Gresik disamping dapat mendirikan kerajaan Islam, dia juga dapat merobohkan Majapahit.
Kemudian dia memindahkan semua alat upacara kerajaan dan pusaka-pusaka Majapahit ke Demak, sebagai lambang tetap berlangsungnya kerajaan kesatuan Majapahit, tetapi dalam bentuk yang baru, yaitu Islam. Raden Patah mendapat dukungan dari para ulama besar yang disebabkan beberapa alasan. pertama, Raden Patah sendiri sudah memeluk agama Islam sejak di Palembang, kedua,menjadikan Demak bernapaskan Islam, yang diharapkan akan memudahkan jalannya Syi’ar agama Islam di bumi Jawadwipa, yang mayoritas beragama hindubudha. Ketiga, Raden Patah dan para ulama mendapat kemudahan dari Prabu Brawijaya V dalam mengembangkan agama Islam, sehingga tidak ada yang berani melawan Raden Patah.
Hal-hal ini menunjukkan bahwa dalam abad ke-14 itu Islam di Majapahit bukan lagi sesuatu yang baru saja masuk, melainkan sesuatu yang sudah biasa. Mungkin sebagai agama, Islam masih sendiri, tetapi sebagai unsur kebudayaan telah diterima oleh masyarakat. Sumber http://digilib.uinsby.ac.id/2547/7/Bab%204.pdf Foto makam Troloyo.