Negara ini disebut juga al-Mamlakah al-Magribiyyah atau Kerajaan Maroko. Luas wilayah 458.730 km berbatas dengan Aljazair di sebelah timur dan tenggara, Sahara Barat dibarat daya, Samudera Atlantik di barat dan selatan Gibraltar di utara. Mengenai sejarah Maroko dirumuskan oleh Ernest Gellner (1969) yang menyatakan bahwa sepanjang sejarahnya, Islam di Maroko terombang-ambing antara agama kaum borjuis kota yang melek huruf, puritan skripturalis, dan agama suku yang buta huruf di pedesaan yang ritualitas anthropolatraus.
Gellner menganologikan Islam ortodoks kota sebagai Protestan dan agama rakyat pedesaan dengan Katolik. Sikap ortodoks berkisar di seputar kitab suci Alquran yang menurut semua pihak untuk menunjukkan kemampuan membaca. Sikap seperti ini sangat monotetik dan egaliter bagi semua kalangan mukmin tanpa kecuali. Ortodoksi juga menekankan sikap keteguhan hati, serta tidak berlebih-lebihan dalam hal ibadah. Dalam bentuk Islam seperti ini tidak ada perantara antara orang beriman dan Allah, Tuhan yang disembah. Sebaliknya, untuk kehidupan Islam di pedesaan telah diakui adanya antoropolatruos yang menekankan hierarki dan mediasi. Mediatornya adalah syekh sufi orang-orang suci, dan syurafa’ (keturunan Nabi). Bentuk Islam yang seperti ini oleh adanya keikutsertaan ritual yang menunjukkan kohesivitas dan kolektivitasnya yang sangat kuat
Sejarah pembaharuan Islam di Maroko telah dimulai dengan kebangkitan gerakan al Murabitun abad ke-11, al-Muwahhidun pada abad ke-12, dan reformasi modern serin ianggap dimulai oleh Sultan Sidi Muhammad ibn Abdullah yang berkuasa dari 1757 hingga 790. Dia bersikeras untuk menerapkan hukum Islam secara ketat dan memberantas bidah tokoh berikutnya adalah Sultan Maulay Sulaiman (memerintah pada 1792-1822) putra Sultan Sidi Muhammad. Ia mengutuk praktik bidah dan menekankan perlunya mentaati Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Walaupun Maulay Sulaiman lebih bersimpati kepada Wahhabiyah dibandingkan dengan sebagian besar ulama Maroko pada masanya. Maula Sulaiman tidak pernah melarang ziarah ke makam orang-orang suci di Maroko, tetap menentukan tata cara dan etika yang berkenaan dengan praktik tersebut meski dia mengeca anyak aspek dalam sufisme rakyat. Pembaharuan Maulay Sulaiman dianggap kurang radika ibandingkan pembaharuan Wahhabiyah atau refomis Maroko abad ke-20, yakni Salafiah kan tetapi, bahkan keturunan yang relatif sederhana pun untuk kembali pada Islam zama abi telah mengganggu banyak ulama Maroko.
Gerakan pembaharuan Salafiah menyebar sampai ke Maroko pada akhir abad ke-1 an awal abad ke-20. Terdapat kecenderungan umum untuk menyamakan reformisme Salafiyah di Maroko dengan nasionalisme. Reformisme memang menjadi kait-mengait dengan nasionalisme pada 1930-an, tetapi adalah keliru apabila beranggapan, seperti dilakukan oleh ilmuan, bahwa kaum Salafiah awal, seperti Abu Suaib al-Dukkali (w. 1937 adalah pahlawan nasionalis. Sebaliknya, al-Dukkali tidak pernah menentang protektora Perancis 1212. Dia malah mengumpulkan kekayaan yang cukup banyak dengan bekerja sebagai administrator pada rezim kolonial. Ulama Salafiyah, seperti al-Dukkali, hanya tidak senang melihat orang kafir mengendalikan dunia Islam. Berlawanan dengan itu, para syaikh sufi, Muhamad ibn Abdulkabir al-Kattani (w. 1909) dan Ahmad al-Hibah (w. 1919) mencoba memimpin perlawanan secara tegas terhadap pemerintah kolonial.
Gerakan Salafiyah pada akhirnya bergabung dengan nasionalisme Maroko, seperti yang terwujud dalam Partai Istiqlal dan pemimpinnya yang termasyur, Muhamad Allal al- Fasi. Ketika Maroko memperoleh kembali kemerdekaannya pada 1956, Raja Muhamad V (w. 1961) dan penerusnya Hasan II berusaha menegakkan pengaruh politik dari partai tersebut. Namun, dengan menyebarkan pendidikan publik, begitu pula gambaran Salafi tentang Islam sulit untuk dibatasi (Ajid Thohir 2009: 304).
Pranata Hukum dan Ideologi Negara
Hukum Islam yang berlaku di Maroko adalah Mazhab Maliki, khususnya dalam hukum keluarga (al-ahwal asy-syakhshiyyah). Hukum pidana dan perdata mengikuti hukum modern, namun tidak lepas sama sekali dari hukum fikih mazhab tersebut. Banyak kesenjangan antara ulama tradisional lulusan Al-Azhar Mesir dengan kaum modernis yang berpendidikan di Barat.
Berikut adalah penjelasan tentang praktik hukum keluarga yang termaktub di dalam undang-undang positif Maroko.
UU Perdata Maroko, masalah kecakapan ini diatur dalam pasal 3, 4, 5, 6, dan 10 sebagai berikut:
Pasal 3: Kecakapan perdata seseorang tunduk pada UU Ahwal Syakhshiyyah. Tiap orang dianggap cakap membuat perjanjian dan perikatan selama tidak ditentukan lain oleh undang-undang Ahwal Syakhshiyyah.
Pasal 4: Apabila anak di bawah umur dan anak yang kurang sempurna kecakapannya melakukan akad tanpa seizin ayah atau pengampunya, maka keduanya tidak dibeban perjanjian yang dibuatnya dan keduanya dapat menuntut pembatalan perjanjian dimaksud sesuai dengan syarat yang telah ditentukan undang-undang.
Pasal 5: Bagi anak yang belum baligh dan anak yang belum sempurna kecakapannya oleh menarik keuntungan bagi mereka meskipun tanpa bantuan (izin) dari ayah atau engampunya. Artinya, keduanya boleh menerima sesuatu pemberian atau kebajikan lainnya yang dapat membuat keduanya kaya atau membebaskan mereka dari tanggung jawab atau beban apa pun.
Pasal 6: Pembatalan perikatan itu boleh dari wasi atau dari anak yang belum cukup umur itu setelah ia dewasa, sekalipun anak di bawah umur itu ketika melakukan akan menggunakan tipu muslihat untuk meyakinkan pihak lain yang melakukan akad dengannya bahwa dia sudah dewasa telah menyetujui atau berlagak seperti orang yang telah diizinkan berdagang.
Pasal 10: Pihak yang telah cukup untuk mengadakan perikatan tidak boleh beralasan atau menuduh pihak lain sebagai kurang cakap untuk mengadakan perikatan.
UU Perdata Maroko, prinsip syar i seperti ini dimuat dalam Pasal 2 ayat (4), pasal 62 dan pasal 63.
Perjanjian menurut hukum Islam ialah tujuan pokok yang dikehendaki oleh perjanjian untuk dilaksanakan, bukan isi yang dikehendaki oleh para pihak di balik perjanjiannya, kausa perjanjian jual beli bukan terikatnya penjual untuk menyerahkan barangnya setelah pambeli menyerahkan uangnya, seperti yang selama ini difahami dari hukum barat, melainkan pemindahan hak milik dengan imbalan berdasarkan hukum syariat. Tujuan pokok perjanjian itu sendiri merupakan sumber kekuatan mengikatnya perjanjian yang memberi hak kepada penjual untuk menuntut pembeli menyerahkan uangnya dan memberi hak kepada pembeli untuk menuntut penjual meyerahkan barang yang dijualnya. Dalam konteks tujuan pokok perjanjian, hak menuntut ini menjadi asas bagi perlindungan syariat dan sumber kekuatan mengikatnya. Jika tujuan pokok tidak ada, maka seorang pembeli, misalnya, tidak bisa menuntut barang walaupun ia telah menyerahkan harganya.
Trias Politika, dan Kedaulatan
Trias politika di Maroko mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan negara yang lain dalam mengamalkan sistem demokrasi atau monarki. Secara umum, konsep pemerintahan berbentuk monarki, karena sistem kedaulatan Raja Masih diamalkan. Ajid Thohir di dalam bukunya mengatakan bahwa hukum dasar Kerajaan Maroko sangat menonjolkan warna ajaran Islam, antara lain pasal tersebut menyatakan.
- Maroko adalah kerajaan konstitusional, demokrasi, dan sosial;
- Kedaulatan adalah milik bangsa dan dijalankan melalui referendum dan tidak langsung melalui saluran konstitusional;
- Partai politik harus berpartisipasi dalam organisasi dan pengelolaan negara, tidak ada sistem partai tunggal;
- Qanun didasarkan pada keinginan rakyat;
- Semua rakyat Maroko sama di depan hukum;
- Islam resmi menjadi agama negara dan negara menjamin kebebasan beribadah agama lain;
- Monarki sebagai kerajaan bermoto; Tuhan, negara dan Raja; laki-laki memiliki hak politik yang sama; Raja sebagai simbol persatuan nasional, menjamin keabadian, kesinambungan negara serta memberi perlatihan kepada Islam dan perundang-undangan.
Penutup
Dari penjelasan terdahulu terdapat beberapa catatan sebagai berikut:
- Secara umum, perjalanan sejarah politik Islam di negara-negara Afrika, terutama Aljazair Mesir, Libya, dan Maroko, lebih memfokuskan kepada konflik terhadap kolonial Barat Seterusnya muncul semangat nasionalisme masyarakat setempat untuk membawa kemerdekaan negara masing-masing.
- Dalam penelitian ini, dinamika hukum Islam berkenaan tata negara membawa kepada pelbagai perbincangan secara komprehensif, terutama pada masa akhir ini. Bertepatan dengan apa yang disebut oleh Taufik Adnan Amal di dalam bukunya yang berjudul Politik Syariat Islam dari Indonesia hingga Nigeria (2004: 5).
- Apa yang disebut oleh Adhyaksa Dault di dalam bukunya Islam dan nasionalisme nasionalisme yang berlaku di negara Afrika awalnya lebih menfokuskan pada kolonia Barat, dan seterusnya pengaruh terhadap sistem politik selepas kemerdekaan (Adhyaks Dault 2005: 18).
- Sistem politik modern, seperti konstitusi, trias politika, pranata hukum, dan sebagainya merupakan disiplin ilmu yang wajib diketahui oleh warga Muslim pada saat ini. Ini ditegaskan oleh Dr Khalil ibn Ali Muhammad al-Anbari di dalam bukunya Sistem Politik Islam (Khalil Ali Muhammad al-Anbari 2008: 1).
No responses yet