Juju’ adalah sebutan orang Madura untuk orang yang sangat tua sekali yang sudah beranak cucu bahkan bercicit. Usianya biasa mendekati 100 tahun atau lebih. Di Jawa disebut dengan istilah Mbah Buyut, yang biasa disematkan pada orang tuanya kakek/nenek. Saya bersyukur memiliki banyak juju’, baik yang berikatan darah atau berikatan ideologi (paham). 

Salah seorang dari juju’ itu adalah Ju’ Bidin (bukan Joe Biden) yang sangat terkenal dengan suara ketawanya yang khas dan senyumnya yang selalu mengembang. Orang menyangka bahwa beliau adalah orang yang tak pernah tertimpa musibah, karena tak pernah terlihat sedih berduka. Apa betul begitu? Saya memberanikan diri bertanya.

Dalam bahasa Maduranya yang kental beliau berkata (terjemahan bahasa Indonesianya): “Siapa nak yang tak pernah tertimpa musibah dalam hidup dunia? Semua dapat bagian. Nabi dan rasul saja mendapatkan musibah.” Saya setuju dan memang dalam kitab yang saya baca dijelaskan itu sebagai hukum alam. Tapi mengapa beliau tak pernah kelihatan bersedih dan berduka? 

Beliau berkata: “Kalau kamu menganggap urusan dunia itu urusan besar, maka musibah dan ujian tentangnya pasti terasa berat dan besar. Kalau urusan dunia yang sementara ini kamu anggap urusan kecil yang tak sebesar utusan akhirat maka semua musibah dunia itu dirasa kecil dan ringan.” Nah, mulailah saya terperangah. Ini dia rahasia bahagia beliau walau harus menjalani musibah.

Sambil memakan ubi dan ketela pohon bakar beliau melanjutkan dawuh: “Cobalah perbesar perhatianmu pada akhirat, musibah dunia akan mengecil sendiri. Inilah rahasia mengapa para nabi dan rasul bahagia semua. Coba amalkan doa penghidup hati ini ya, biar hatimu menyala terus untuk akhirat.” Beliau lalu masuk ke dapur bambu mencari garam dan cabe pelengkap ubi dan ketela.

“Belajarlah untuk selalu tersenyum biar awet muda. Bibir dan gigimu pamerkan dengan cara indah dan berpahala. Saya saja yang tak punya gigi masih terus belajar tersenyum.” Beliau tersenyum dan setengan tertawa.

Mari kita tanyakan pada diri kita  manakah yang paling utama antara urusan dunia dan urusan akhirat. Jika jawabannya sesuai dengan firman Allah bahwa akhirat itu lebih utama, lebih kekal abadi dan lebih baik, maka pasti kita tak merasa berat dengan musibah duniawi. Inilah kesimpulannya.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *