Oleh : Ahmad Mughni
Sejak orde baru berkuasa, sistem pendidikan kita menjadikan sejarah secara umum dianggap siswa sebagai bahasan yang menjemukan, tidak ada gunanya serta hanyalah pelajaran hafalan . Sejak global dream trending pada generasi millenial, sejarah semakin dibuang jauh-jauh. Mereka berargumen bahwa sekolah itu tak penting tahu tanggal dan tahun penting dalam sejarah, tak perlu menghafal nama tokoh-tokoh sejarah. Toh sudah ada internet yang bisa kita googling tiap kali kita perlu tahu fakta-fakta itu.
Attitude buruk secara kolektif pada sejarah ini, sebenarnya lahir dari pendekaan pendidikan sejarah sejak orde Baru yang terlihat di ujian adalah tanggal dan tahun perang, masa berkuasa raja, lokasi peristiwa serta, siapa nama tokoh. Selama itu pula, sejarah tidak pernah digunakan untuk menggali jati diri dan potensi bangsanya sendiri, menyadari evolusi intelektual/spiritual/emosional bangsanya dalam berbagai konteks waktu, tantangan jaman serta pengaruh tokoh atau suatu gerakan. Pendalaman pemahaman sejarah semacam ini tidak saya temukan di pendidikan formal kita mulai SD hingga SMA. Di level universitas (non studi sejarah) malah tidak ada porsi sama sekali.
Sensus penduduk 2020 yang baru saja dirilis menyatakan bahwa generasi milenial dan Z saat ini merupakan mayoritas penduduk Indonesia dengan proporsi sekitar 53% warga Indonesia. Jika kita sedih melihat polarisasi selama dan pasca pilpres, debat kusir dalam beragam isu sosial di sosmed, suksesnya HTI menjaring popularitas di kalangan perkotaan. wajar saja karena generasi ini adalah generasi yang relatif buta sejarah, terbata memahami jati diri bangsanya, serta tak mengerti dinamika dialektika ideologis dunia.
Maka jangan heran jika kita melihat begitu mudah bangsa ini diombang-ambing narasi opini serta kelihaian politisi memainkan emosi. Karena akarnya yakni pemahaman tentang perjalanan sejarah bangsanya sangat rapuh. Akhirnya banyak isu strategis dan penting ditimbang dalam kacamata dangkal like dan dislike, siapa mendukung dan siapa kontra, yang sebebarnya driver utamanya saat ini hanyalah pragmatisme.
Generasi inilah sekarang yang memegang kepemimpinan di berbagai bidang. Menentukan berbagai kebijakan yang mengikat orang banyak. Bisakah kita berharap banyak?, tidak. Bisakah kita berbuat sesuatu? Bisa. Apa itu: Didik diri kita sendiri.
Gadungan 05 02 2021