Berikut rangkuman keterangan Sidi Syaikhna Syadi Arbasy pada dars Minhajut Thalibin malam ini, 8 Maret 2021, yang berkaitan dg penentuan awal Ramadlan:

* Mayoritas ulama Syafi’iyyah dalam menentukan masuknya bulan Ramadlan hanya berpatokan dengan metode rukyatul hilal. Mereka sama sekali tidak menggunakan metode hisab. Baik untuk menerima kesaksian orang yang melihat hilal maupun untuk menolaknya.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

صوموا لرؤيته لرؤيته وأفطروا لرؤيته

“Berpuasalah kalian karena rukyatul hilal, dan berbukalah (idul fitri) karena rukyatul hilal.”

* Akan tetapi Imam As-Subki berpendapat, apabila ulama’ falak yang hisabnya bersifat qoth’i menyatakan hilal tidak dapat dirukyah, maka kesaksian orang yg melihatnya harus ditolak.

* Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj mentaqyid dawuh Imam As-Subki, kesaksian tersebut harus ditolak apabila ulama falak yang menyatakan hilal mustahil dirukyah jumlahnya mencapai jumlah tawatur. Apabila tidak mencapai jumlah tawatur, maka boleh saja kesaksian tersebut diterima.

* Untuk masyarakat luas, Ramadlan dinyatakan tiba apabila ada orang yang melihat hilal, lalu pergi ke hakim untuk memberi kesaksian, dan hakim menerima kesaksian tersebut dan memutuskan telah datang Ramadlan.

* Sebagian golongan berpendapat apabila ilmu falak memungkinkan hilal dapat dilihat, maka seketika langsung masuk Ramadlan, meskipun tidak ada orang yang melihatnya sama sekali. Ini salah. Karena Imkanur Rukyah (hilal bisa dilihat) bukanlah rukyah (hilal dilihat). Sabda Rasulullah:

صوموا لرؤيته وأفطروا لرؤيته

* Apabila terjadi perbedaan pendapat terkait awal Ramadlan, ikutilah apa yang diputuskan pemerintah. Karena

قضاء القاضي يقطع الخلاف

Putusan hakim memotong perbedaan pendapat.

Wallahu A’lam

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *