Dalam sejarah Mekkah, di Masjidil Haram tempo dulu ada 4 maqam mazhab fikih yang sebenarnya mengikut 4 mazhab yang ada di Mekkah beserta yang berkaitan dengannya; 4 mufti mazhab: Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Hanafi, 4 imam dan khatib: jumlahnya setiap mazhab lebih dari satu. Terkait dengan ini juga, pelaksanaan shalat 5 waktu berjamaah di Masjidil Haram dilakukan bertahap dan di tempat maqam masing-masing. Shalat wajib yang pertama adalah untuk jamaah mazhab Syafi’i, kemudian Hanafi, selanjutnya Maliki dan terakhir Hambali. 5 shalat tersebut tidak berlaku untuk shalat magrib, dimana shalat jamaah untuk shalat tersebut dilakukan secara serentak. Pengurutan pelaksanaan shalat tersebut dari jamaah yang paling awal sampai terakhir ditetapkan oleh keputusan penguasa berdasarkan jumlah penganut mazhab, dimana mazhab Syafi’i adalah mazhab terbanyak, disusul Hanafi, Maliki dan Syafi’i. Bahkan, saking sedikitnya jumlah penganut mazhab Hambali, ada dalam sejarah Tanah suci ini, seorang mufti mazhab berasal dari ulama Mazhab lain, seperti Syaikh Umar Bajunaid yang merupakan ulama mazhab Syafi’i diangkat menjadi wakil mufti mazhab Hambali.
Pelaksanaan shalat berjamaah secara bertahap tersebut, yang berakhir pelaksanaannya pada masa kerajaan Arab Saudi, ternyata sudah ada pada abad 8 Hijriyah. Hal ini diketahui dari sebuah fatwa seorang ulama mazhab Maliki bernama Syaikh Husain Ibrahim al-Magribi al-Maliki, mufti Mekkah mazhab Maliki saat itu dan juga ayah dari Syaikh Muhammad Ali bin Husain al-Maliki yang bergelar sibawaih zamanihi dan guru bagi banyak ulama Nusantara. Kitab fatwa tersebut sebagaimana yang ditampilkan dalam foto dibawah ini berjudul Qurrah al-‘Ain bi Fatawa Ulama al-Haramain (Penyejuk Mata bagi Kumpulan Fatwa Ulama Haramain: Mekkah dan Madinah)
Dengan adanya fatwa ini semakin memperjelas bahwa dulu pernah ada pelaksanaan shalat berjamaah bagi 4 mazhab di satu tempat dilakukan secara bertahap. Berikut ini adalah terjemahan teks fatwa tersebut:
“Pertanyaan: apa pendapat (fatwa) tuan para imam dan penjaga hokum terkait para imam yang ditetapkan dalam setiap maqam di Masjidil Haram di Mekkah -semoga Allah swt menambahkan kemulian baginya sampai hari kiamat. Mereka adalah imam dalam mazhab Syafi’i, Maliki, Hambali yang sudah ditetapkan oleh penguasa sebagaimana mereka sekarang. Sebagian mereka -mazhab- melakukan shalat lebih awal, kemudian dilanjutkan dengan mazhab lain secara berjamaah di tempat maqamnya tersebut. Apakah boleh yang demikian, dan dianggap maqam setiap mazhab menjadi masjid tersendiri, serta tidak dihukumi sebagai makruh melakukan shalat di setiap shalat tersebut. Apakah jamaah yang pertama lebih utama, atau apakah dianggap Masjidil Haram sebagai masjid yang satu sehingga makruh melaksanakah shalat jamah kedua, ketiga, dan keempat, walaupun imam (penguasa) telah menetapkan mana yang lebih dahulu melaksanakan shalat dari tiap-tiap mazhab. Mohon, berikah jawaban (fatwa) dan semoga Allah swt memberikan balasan.”
“Jawaban: dalam kitab Fatawa -aj- disebutkan bahwa permintaan fatwa tentang status para imam mazhab di Masjidil Haram sudah ada pada tahun 700 hijriyah (abad 8 H), dan mayoritas ulama-ulama besar memberikan fatwa dengan hokum TIDAK MAKRUH. sebab, maqam-maqam tersebut sebagai masjid-masjid (kumpulan masjid). Kemudian ia mengatakan bahwa Ibnu Farhun mengatakan bahwa ia menemukan sebuah tulisan atau kitab berisi berseberangan fatwa mayoritas ulama tersebut dengan fatwa sebelumnya dan yang menjadi imam shalat adalah imam maqam Ibrahim.
Semoga bermanfaat.
Medan, STIT At-Raudlatul Hasanah
No responses yet