Judul ini merupakan kalimat kunci dari perbincangan dan dialog kami di TVRI Kalimantan Barat (Rabu, 2 Muharram 1443 H/11 Agustus 2021) dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam, 1 Muharram 1443 H. bersama Host Hebat, Husnul Khatimah. 

Apabila ditelaah sejarah penetapan kalender Islam yang didasarkan pada Hijrahnya Rasulullah SAW. dari Mekah ke Madinah, banyak hikmah, nilai dan pelajaran yang dapat diambil untuk diaplikasikan pada kehidupan saat ini sekaligus menjadi bekal untuk masa depan. Inilah gunanya mempelajari sejarah, bukan sekedar mengerti alur ceritanya. 

Rasulullah SAW. beserta para sahabat tinggalkan Mekah, bukan karena takut, bukan lari dari tanggung jawab, bukan karena pengecut. Beliau Hijrah ke Madinah sebagai bagian dari Strategi Perjuangan. 

Perjuangan tidak sekedar semangat menggebu-gebu sesaat, tapi perlu strategi. Strategi dengan mempertimbangkan cara atau metode, waktu dan tempat, serta kemampuan dan kapasitas sumber daya manusia, orang-orang yang terlibat dalam perjuangan itu. 

Cita-cita dan harapan besar untuk perubahan besar dari kehidupan jahiliyah menjadi kehidupan beradab yang mulia memerlukan perjuangan sungguh-sungguh. Perubahan dari ketertinggalan menjadi maju dan bermartabat, sangat perlu strategi.

Secanggih apa pun konsep strategi, tapi tidak diiringi rela berkorban, maka itu pun juga tidak maksimal hasilnya, bahkan bisa gagal. 

Perjuangan, strategi dan pengorbanan adalah satu paket untuk meraih perubahan besar sebagai cita-cita mulia. 

Salah satunya yang ditempuh Rasulullah SAW. itulah dengan cara Hijrah. 

Dalam prosesi perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah yang menempuh jarak sekitar lebih 470 Km. sungguh sangat banyak halangan, tantangan dan rintangan, dengan segala pengorbanan, keberanian, kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas dan kekompakan kebersamaan Rasulullah SAW. dan para sahabatnya sehingga sampailah di Madinah. 

Ketika sampai di Madinah strategi yang dilakukan Rasulullah SAW. adalah membangun posko, pusat kegiatan, atau pusat komando, yaitu berpangkal di Masjid. 

Masjid adalah sumber kekuatan yang luar biasa besar pengaruhnya dalam membentuk dan membangun jati diri kaderisasi. 

Masjid adalah rumah suci sumber kekuatan membangun mental dan spiritual. Bangsa kita saat ini, secara intelektual boleh dikatakan sudah cukup, tapi secara mental dan spiritual, masih jauh. Inilah salah satu sumber masalah bangsa ini. 

Banyak orang pintar, tapi tidak bijak, bahkan cenderung kurang ajar. 

Padahal, banyak masalah bisa diselesaikan bukan semata-mata karena kepintaran, tapi karena kebijakan. 

Bahkan justru ada masalah muncul karena kepintaran yang tidak terkontrol. 

Orang yang bijak dan kepintarannya terkontrol karena mental dan spritualnya bagus. Salah satu tempat membentuk dan memperbaikinya adalah masjid, sebagai tempat banyak sujud dan banyak berdoa kepada Allah yang Maha Suci Penerima doa. 

Seluruh kekuatan material apa pun yang dikerahkan untuk keluar dan bebas dari Masalah Pandemi Covid-19 ini, tanpa dukungan dan kekuatan doa dan sujudnya para ulama dan tokoh agama tidak akan sukses. Rasulullah SAW. bersabda: 

الدُّعَاءُ سِلاَحُ الْمُؤْمِنِ وَعِمَادُ الدِّينِ وَنُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ.

Doa adalah senjatanya orang beriman, tiang agama, cahaya langit dan bumi. (HR. Hakim dari Ali bin Abi Thalib). 

Jangan pernah memandang remeh kekuatan spiritual, kekuatan doa para ulama dan tokoh agama yang bisa menembus lintas langit dan bumi. 

Begitu juga Masjid selain rumah ibadah, juga sebagai Rumah Moderasi umat untuk membangun persaudaraan dimulai dari persaudaraan antar Anshar dan Muhajirin. Persaudaraan terjalin dengan baik dan kuat dimulai dari Masjid sebagai Rumah Moderasi, karena Masjid diisi oleh orang-orang yang beragam; orang tua, remaja, anak-anak, orang kaya dan miskin, pejabat dan rakyat biasa, petani, pedagang, pebisnis, nelayan, dan segala macam profesi akan bertemu dan berkumpul di masjid. Itulah sebabnya imam dan pengurus Masjid selayaknya bersikap moderat dengan memahami kondisi keragaman seperti ini. 

Apabila cenderung memaksakan kehendak, membawa missi-missi kepentingan tertentu di luar kepentingan agama, maka akan menjadi sumber perpecahan. 

Strategis Rasulullah SAW. ketika Hijrah ke Madinah, membangun masjid pertama kali sebagai sumber kekuatan mental dan spiritual, juga masjid sebagai pusat pemersatu umat yang sangat beragam. Persaudaraan dan persatuan akan terawat dengan baik, apabila selalu mengedepankan sikap moderasi beragama. 

Saat ini, kita hidup di tengah-tengah keragaman dan pluralitas dari seluruh lini kehidupan. 

Apabila ego dan sentiment agama, etnis, suku, kelompok, partai, dan segala macam perbedaan yang selalu dikibarkan di tengah-tengah keragaman bangsa ini, maka susah kita hijrah dan bangkit dari permasalahan yang melanda bangsa ini. 

Mengedepankan sikap Moderasi beragama menjadi sangat penting. Sejak dini, Rasulullah SAW. mengantisipasinya ketika baru Hijrah dari Mekah ke Madinah. Itulah sebabnya Rasulullah SAW. sukses membangun dan memimpin Madinah yang penduduknya sangat beragam dan pluralitas. 

Demikian juga, strategi Rasulullah SAW. adalah membuat Piagam Madinah. 

Piagam Madinah substansinya adalah Politik Keummatan dan Kebangsaan, bukan sektarian. 

Rasulullah SAW. merangkul dan mengakomodir semua kepentingan yang beragam untuk kemaslahatan umat dan bangsa di Madinah. Termasuk memberi kebebasan antar umat beragama. 

Dalam Piagam Madinah pasal 1 disebutkan prinsip kebangsaan, persamaan.

أنهم أمة واحدة من دون الناس

Sesungguhnya mereka adalah satu umat (bangsa) tanpa (pengaruh dan kekuasaan) manusia lainnya.

Pasal 16: 

وانه من تبعنا من يهود فان له النصر والاسوة غير مظلومين ولا متناصر عليهم.

Sesungguhnya orang Yahudi yang setia kepada (negara) kita berhak mendapat bantuan dan perlindungan tidak dizhalimi dan tidak diasingkan dari pergaulan umum.

Pasal ini dengan tegas mengatur tentang perlindungan terhadap semua warga negara selama mereka mengakui keberadaan negara itu, tidak merongrong dan tidak memberontak. Mereka harus dilindungi oleh negara dan sesama warga negara harus saling menghormati, menjaga dan melindungi.

Bahkan Rasulullah SAW. menegaskan: 

مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ

“Siapa membunuh seorang mu’ahadah (kafir ahli dzimmah/non Muslim yang terikat dalam perjanjian damai), maka ia tidak akan mencium aroma bau surga. (HR. Bukhari dari Abdullah bin Amr). 

Pasal 18: 

وان كل غازية غزت معنا يعقب بعضها بعضا.

Setiap penyerangan terhadap kita (negara) merupakan tantangan terhadap semuanya harus memperkuat persatuan antar segenap golongan

Pasal ini dengan tegas mengatur kebersamaan dan persatuan antar sesama warga negara terutama ketika mengalami gangguan dan ancaman dari musuh. Apabila ada penyerangan terhadap negara, maka pada hakekatnya adalah penyerangan terhadap semua penduduknya apa pun agamanya, maka semuanya harus bersatu padu melawan musuh tersebut. Semua perbedaan dan keragaman menyatu demi kepentingan lebih besar, yaitu kepentingan negara. 

Pasal 25: 

لليهود دينهم وللمسلمين دينهم

Bagi kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, bagi orang-orang muslim bebas memeluk agama mereka.

Pasal ini lebih jelas lagi berkaitan dengan kebebasan beragama bagi penduduk Madinah. Semua penganut agama dijamin oleh negara untuk menjalankan ajaran agama masing-masing, tanpa saling mengganggu. 

Inilah sekelumit cuplikan dari dialog di TVRI. Semoga hikmah dan nilai dari Peringatan Tahun Baru 1 Muharram 1443 H. dapat diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Semoga Bermanfaat. 

Pontianak, 2 Muharram 1443 H/11 Agustus 2021

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *