Tepian Danau Maninjau merupakan lumbung ulama. Tercatat beberapa nama yang sampai sekarang masih menjadi perbincangan, diperdengarkan, dan tercatat dalam lembaran sejarah. Salah satu di antara ulama tersebut ialah Syaikh Muhammad Salim al-Khalidi Bayur. Bila kawan-kawan pernah membaca novel Negeri Lima Menara, maka penulis novel, A. Fuadi, adalah keturunan dari ulama yang kita bicarakan ini.
Syaikh Muhammad Salim ialah terkemuka di Minangkabau. Beliau pernah menduduki posisi sebagai pengurus inti dari Ittihad Ulama Sumatera (Persatuan Ulama Sumatera) 1916, dan kemudian pada 1930 menjadi salah satu pendiri Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI). Dedikasinya dalam dunia pendidikan ditunjukkan oleh Madrasah Tarbiyah Islamiyah Bayur yang didirikannya. Sampai saat ini madrasah ini masih berdiri. Beliau juga mengasuh halaqah Surau Payung, bersebelahan dengan Mesjid Raya Bayur yang artistik itu.
Perjalanan intelektualnya menunjukkan kesungguhan di atas jalan ilmu. Syaikh Salim menuntut ilmu agama kepada ulama-ulama di Minangkabau, dan juga pernah menimba ilmu di Haramain. Di antara guru-guru beliau ialah Syaikh Arsyad Batuhampar (khusus bidang tilawah dan qira’at al-Qur’an) dan Syaikh Abdusshamad al-Khalidi Maninjau. Selain menekuni akidah, fiqih, tafsir, hadits, dan ilmu alat, beliau juga mengkhususkan waktu untuk mendalami tasawuf dengan mengamalkan Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Nisbah “al-Khalidi” di belakang nama beliau menunjukkan bahwa ulama kita ini ialah pemangku, mursyid, dalam Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah tersebut.
Syaikh Salim wafat pada 1938 M, dan dimakamkan di depan Mesjid Raya Bayur Maninjau. Beliau meninggalkan murid-murid yang ‘alim, seperti Buya H. Sulthani Dt. Rajo Dubalang (pernah menjadi pemimpin PERTI), yang diambilnya menjadi menantu. Selain itu beliau mewariskan Madrasah Tarbiyah Islamiyah Bayur, yang menjadi salah satu lembaga pendidikan basis pesantren terpenting di tepian Danau Maninjau. Salah satu karya beliau yang tetap menjadi amalan ialah “Risalah Wirid dan Do’a”, yang biasanya diwiridkan setelah subuh hingga matahari meninggi. Allahu yarham…
*********
Naskah di bawah ialah korespondensi antara beliau, Syaikh Salim Bayur, dengan Haji Rasul (Syaikh Abdul Karim Amrullah Sungai Batang Maninjau), yang menunjukkan semangat intelektual ulama-ulama masa lampau. Dalam naskah ini, terlihat bahwa Syaikh Salim Bayur ingin mengetahui tanggapan dan pemahaman Haji Rasul yang merupakan pionir Kaum Muda Minangkabau terhadap risalah Izhar Zaghlil Kazibin karya Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau.
Risalah Izhar ini pernah menghebohkan Minangkabau pada awal abad 20, karena mengkritik amal Rabithah dalam Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah.
Syaikh Salim bertanya pendapat Haji Rasul tentang istilah bid’ah yang dipakai oleh Syaikh Ahmad Khatib, apakah yang dimaksud bid’ah dalam kitab itu dan bagaimana pembagian perinciannya. Haji Rasul menjawab bahwa bid’ah yang disebut Syaikh Ahmad Khatib itu ialah bid’ah istilahi, yang hukumnya terlarang. Sedangkan bid’ah, yang terbagi kepada hukum yang lima, ialah bid’ah lughawi.
Mungka, 28 April 2020
No responses yet