Selain Ihya Ulumiddin, kitab tasawuf yang paling banyak dibaca dan dikaji adalah Al-Hikam. Karya Ibnu Athaillah Assakandari ini memang memikat. Berbagai aforisme yang mendalam di dalamnya membuat para Salik terpikat.
Para ulama pun memberi syarahnya. Di antara yang paling populer, Iqadzul Himam karya Syekh Ibnu ‘Ajibah dan Syarah Hikam karya Mahaguru Ulama Nusantara, Syekh Sholeh Darat Assamarani.
Begitu pentingnya kitab ini, istilah “Nahdlatul Ulama”, menurut Gus Dur juga dinukilkan dari salah satu mutiara dalam al-Hikam. Nahdlah (bangkit/bangun) dipetik dari kalimat berikut:
لَا تَصْحَبْ مَنْ لَا يُنْهِضُكَ حَالُهُ وَلَا يَدُلُّكَ عَلَى اللهِ مَقَالُهُ
“Janganlah kamu bersahabat dengan seorang yang perilakunya tidak membuatmu bangkit, dan ucapannya tidak mengarahkanmu kepada Allah”
Sedangkan “Ulama” dari ayat berikut:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ [فاطر/28]
“… Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama…” (QS Fathir: 28)
***
Buku ini merupakan terjemah jilid 1 kitab Al-Hikam Al-Athaiyyah Syarh wa Tahlil karya Syekh Said Ramadhan Al-Buthi. Beliau mulai mengajar kitab ini tahun 1974 di beberapa masjid di Damaskus. Di kemudian hari banyak para murid dan koleganya meminta beliau menuliskan secara khusus ulasan kitab tersebut. Jilid pertama ini, sebagaimana keterangan beliau, dirampungkan di Frankfurt, Jerman, manakala berkunjung ke rumah saudaranya.
Salah satu keunggulan corak penulisan Syekh Said adalah gaya bahasa yang padat, tidak bertele-tele, tapi mudah dipahami karena contoh-contoh yang beliau berikan sangat pas dan relevan.
Ketika membaca hikmah ke-11, ulama Suriah ini menceritakan pengalamannya didatangi sekelompok pemuda yang baru saja pindah, dari kegiatan kepartaian dan sosial menuju mimbar dakwah, amar makruf nahi munkar. Ketika majelis mulai tenang, seorang pemuda menatap beliau sembari memberikan nasehat (!) dengan mengutip QS. Hud 113:
وَلَا تَرْكَنُوٓا۟ إِلَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ فَتَمَسَّكُمُ ٱلنَّارُ…..
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka…(QS. Hud: 113)
Sayang sekali, pemuda ini membaca فَتَمَسَّكُمُ dengan membaca dhammah huruf nun. Syekh Said memintanya mengulangi membaca ayat ini. Beliau mengira pemuda ini salah membaca karena keseleo lidah. Lalu dia pun mengulanginya tanpa merasa ada yang salah dari bacaannya. Syekh Said membetulkan kembali bacaan anak muda itu. Sayang, beberapa kali gagal. Dia tidak bisa meluruskan lisannya untuk membaca dengan benar فَتَمَسَّكُمُ .
Kemudian, Syekh Said ganti menasehatinya dengan lembut. “Anak muda, semangat anda dalam berislam cukup tinggi, sehingga dalam bermajelis langsung memposisikan diri sebagai pemberi nasehat dan ceramah. Bukankah sebaiknya semangat yang tinggi itu anda gunakan untuk mempelajari Al-Qur’an terlebih dulu?”.
Melihat fenomena seperti ini, beliau merasa sedih. Sebab, saat ini lebih banyak pemuda yang mendiami singgasana nasehat dan ceramah (Irsyad wa tawjih). Mereka meloncati tahapan tahapan penempaan diri sebagaimana yang dibicarakan oleh Syekh Ibnu Athaillah dalam karya monumentalnya tersebut.
***
Karya ini merupakan salah satu dari 70 karya yang beliau tinggalkan, dan juga salah satu Syarah Hikam terlengkap yang ditulis oleh ulama kontemporer.
No responses yet