Tidak semua makam di Mesir dirawat dengan bagus. Beberapa makam dibiarkan begitu saja. Karena dari saking banyaknya makam di Mesir, jadi agak sedikit sulit. Apalagi makam yang gak punya orang-orang thariqah, biasanya gak diurus, meskipun makamnya ulama besar sekaliber Imam Ibnu Hajar, Imam Munawi dan syaikh Izuddin Abdussalam, Sulthanul Ulama. 

Berikut potret makam syaikh Izuddin, yang kitabnya Syajaratul Ma’arif lagi viral di kalangan orang-orang Indonesia setelah direkomendasikan oleh Gus Baha. Sungguh menyedihkan sekali orang sekelas beliau makamnya gak dirawat dengan baik. Semoga kelak makam beliau diperbaiki dan dibuat layak seperti makam Ibnu Hajar. 

***

Berikut biografi beliau yang kami tulis di Sarkub. 

NAMA

Beliau adalah seorang imam mujtahid, syaikhul Islam pada zamannya. Namanya Abdul Aziz bin Abdussalam bin al-Qasim bin Hasan bin Muhammad bin Muhazzab al-Sulami al-Mudhari al-Asyari as-Syafii. Kunyah beliau Abu Muhammad. Dikenal dengan nama Izuddin pada masanya. Syaikh Izuddin dijuluki oleh muridnya Ibnu Daqiq al-Id -yang merupakan mujaddid abad ketujuh- sebagai sulthanul ulama (raja para ulama) lantaran beliau berhasil mengembalikan wibawa para ulama di hadapan para penguasa serta keteguhannya mencengkram kebenaran dan tak peduli dengan perhatian manusia. 

KELAHIRAN

Syaikh Izuddin lahir di Damaskus, pada tahun 577 H atau 578 H, sebagaimana perbedaan yang disebutkan oleh para sejarawan.

MASA KECIL & AWAL MENUNTUT ILMU

Sebagaimana yang disebutkan Imam Tajuddin al-Subki dalam Thabaqat Syafi’iyah al-Kubra bahwanya syaikh Izuddin di masa kecilnya sangat fakir. Beliau mencari ilmu di usia yang agak tua. Beliau bekerja sebagai marbot di salah satu masjid Damaskus.

Ada yang magis dalam cerita beliau. Suatu hari, di malam yang amat sangat dingin, beliau tidur kemudian mimpi basah. Beliau bangun dengan cepat dan mandi. Beliau diliputi rasa sakit yang sangat dalam akibat kedinginan. Beliau tidur lagi dan mimpi basah kedua kalinya. Beliau kembali ke pintu masjid tertutup dan gak memungkinkan untuk keluar, beliau mencoba keluar. Tiba-tiba beliau terkena ayan lantaran dingin yang mencekam.

Kemudian syaikh Izuddin mendengar suara yang entah dari mana sumbernya: “Wahai Abdussalam! Apa yang kau inginkan, ilmu atau amal?” beliau menjawab: 

“Ilmu. Karena ia petunjuk bagi amal.” Setelah itu, syaikh Izuddin berubah haluan dari bekerja menuju mencari ilmu. Beliau mengafal kitab al-Tanbih, kitab fikih syafi’i kelas tinggi karya Imam Abu Ishaq al-Syirazi dalam waktu yang singkat. Beliau mendapatkan futuh dari Allah hingga menjadi orang paling alim pada zamannya dan orang yang paling dahsyat ibadahnya kepada Allah.

GURUNYA

Sebagaimana tradisi para ulama terdahulu, syaikh Izuddin belajar kepada ulama-ulama kenamaan sezamannya. Secerdas apapun IQ seseorang, hendaknya ia duduk bersimpuh di kaki ulama untuk meneguk mata air keilmuan darinya. Sekelas Imam Ibnu Sina, Imam Ghazali, Imam Fakhruddin al-Razi yang kecerdasan mereka dalam menghafal dan memahami sangat menakjubkan serta kemahahebatannya dalam menulis, mereka tetap memiliki guru yang membimbing dan tidak belajar secara otodidak! 

Di antara guru-guru syaikh Izuddin adalah Imam Ibnu Asakir, seorang muhaddis berakidahkan Asyari, pengarang kitab yang maha agung yang kurang lebih dikarang selama 30 tahun, kitab Tarikh Dimasyq yang mencapai puluhan jilid. Dari saking hebatnya beliau, sampai-sampai imam Nawawi menyebutkan “Dia adalah Hafidz (gelar tertinggi dalam hadis) dunia!”.

Syaikh Izuddin juga belajar kepada Imam Saifuddin al-Amidi yang kata al-Zahabi dalam Siyar A’lam Nubala, “Dia (maksudnya Imam al-Amidi) adalah sala satu orang jenius di muka bumi. Syaikh Izuddin sendiri mengatakan bahwa dirinya tidak pernah menemukan guru yang paling bagus dalam menerangkan kaidah-kaidah dalam ilmu selain Imam Amidi. Seakan-akan ketika menjelaskan sebuah kitab yang rumit, Imam Amidi seperti berkhutbah (karena saking mudahnya menjelaskan). Sekiranya ada orang zindiq yang berbuat keraguan dalam Islam, maka tak ada yang lebih pantas berdebat dengan orang zindiq tersebut kecuali imam Amidi.

Beliau juga berguru kepada salah satu sufi kenamaan, Syihabuddin Suhrawardi, pengarang kitab Awarif al-Maarif, ditahkik oleh syaikh Abdul Halim Mahmud. Syaikh Izuddin menapak tilasi keteladan sang guru, serta akhlaknya yang lembut dan bermulazamah dengannya hingga cahaya-cahaya tasawwuf berpendar dalam batinnya. 

MURIDNYA

Selain memiliki guru-guru yang hebat syaikh Izuddin juga dikaruniai oleh Allah murid-murid yang hebat juga, bahkan salah satunya menjadi mujaddid abad ke tujuh. Di antara murid beliau adalah, syaikh Taqiyuddin Ibnu Daqiq, mujaddid abad ketujuh sekaligus muhaddis yang juga merupakan keturunan Rasulullah saw. Juga Imam Qarafi, ulama kenamaan Malikiyah, pengarang kitab al-Tangkih, pakar ilmu usul fikih abad ke 7. Serta banyak ulama-ulama yang lahir di pangkuan syaikh Izuddin Abdussalam. 

KARANGAN

Karya-karya beliau di antaranya: 

  1. Bidayat al-Rasul fi Tafdhil al-Rasul
  2. Tafsir Izuddin Abdissalam
  3. Maqasid al-Shaum
  4. Maqasih al-Shalat
  5. Qawaid al-Ahkam fi Mashalihil Anam
  6. Nihayat al-Raghbah Fi Adab al-Suhbah dan lain-lain.

SIFAT & KEDUDUKANNYA

Syaikh Izuddin Abdussalam terkenal dengan keberaniannya dalam memegang kebenaran. Syaikh Izuddin berada di Damaskus pada masa Shalih Ismail yang terkenal dengan Abu Jays. Abu Jays bersekongkol dengan orang asing: memberi mereka kota dan istana yang megah. Syaikh Izuddin pun mengingkari apa yang dilakukan Abu Jays serta dalam khutbah, beliau meninggalkan doa lantaran kemarahnya kepada Abu Jays. Beliau dibantu oleh Imam Ibnu Hajib. Sang penguasa marah. Syaikh Izuddin dan Imam Ibnu Hajib berazam untuk keluar menuju Mesir. Orang-orang asing masuk ke Damaskus untuk menjual senjata agar kaum muslim saling berperang satu sama lain. Para penguasa meminta syaikh untuk membaiat kepada orang asing tersebut. Syaikh Izuddin sangat keberatan lalu berfatwa: “Haram hukumnya kalian berbaiat kepada mereka. Karena mereka akan menjual senjata tersebut agar kalian saling berperang satu sama lain.” 

Salah satu keberanian syaikh Izuddin Abdussalam hingga beliau pantas disebut Sulthanul Ulama, sebagaimana yang diceritakan muridnya, al-Baji: “Syaikh Izuddin naik ke Qal’ah, benteng penguasa pada hari Id. Disaksikan oleh tentara-tentara pilihan serta para pejabat-pejabat istana. Sang raja keluar dengan pakaian kehormatannya menuju para pejabat-pejabat negara. Para penguasa-penguasa mencium tanah di hadapan sang raja. Syaikh Izuddin menoleh kemudian memanggil dengan keras:

“Wahai Ayyub! Apa argumentasimu di hadapan Allah ketika bertanya: ‘bukankah aku telah menempatkanmu sebagai raja Mesir kemudian kamu membolehkan khamar? 

“Apakah ini terjadi?” Tanya raja. Syaikh Izuddin menjawab: 

“Iya. Di tempatnya Fulan, dijual kharam dan berbagai kemungkaran dan kamu berfoya-foya dengan nikmat kekuasaan!” Syaikh Izuddin menyampaikan dengan keras dan para tentara diam melihatnya. Sang raja berusaha menanggapi. 

“Itu bukan saya yang melakukan. Tapi sudah ada sejak masa ayah.” Syaikh Izuddin menimpali. 

“Berarti kamu termasuk orang yang mengatakan: “Kita menemukan kakek-kakek melakukan demikian!” Makan raja Ayyub bertekad untuk memberangkas tempat penjualan khamar tersebut. Kemudian al-Baji melanjutkan ceritanya: “Ya Maulana. Bagaimana?” sang guru menjawab: “Anakku, saya melihatnya berada dalam keagungan. Maka saya ingin menghinakannya agar hawa nafsunya tidak sombong lantas menyakitinya.” Sang murid bertanya lagi. “Tidakkah engkau takut, Maulana?” beliau menjawab: “Demi Allah, anakku. Aku menghadirkan kebesaran Allah, maka raja di dahapanku bagaikan seekor kucing.

KARAMAH

Salah satu karamah beliau, sebagaimana yang diceritakan oleh Imam Tajuddin al-Subki: “Di desa ada seseorang bernama Abdullah al-Baltaji, merupakan salah satu waliyullah. Ia memiliki hubungan dekat dengan syaikh Izuddin Abdussalam.

Setiap tahun, ia mengirimkan hadiah sebesar berat onta. Di antara yang dibawa adalah bejana yang di dalamnhya terdapat keju. Setelah utusan itu sampai ke pintu Kairo, bejana itu pecah dan apa yang di dalamnya tercecer. Ia sedih. Seorang zimmi melihatnya dan bertanya: “Mengapa kamu sedih? Saya punya yang lebih baik dari itu (keju yang tumpah tersebut).

Utusan itupun membeli sebagai ganti yang hilang. Ia pun datang. Belum sampai gerbang, dan gak ada yang mengetahui apa yang terjadi terkait hal itu kecuali Allah, tiba-tiba seseorang datang dari syaikh dan berkata: “Naiklah dan ambil apa yang kamu bawa. Saya akan memeriksa satu persatu hingga aku mendapatkan keju tersebut.” Maka sang utusan itu naik dan turun. Apakah kuserahkan semua ke syaikh?” Seseorang itu menjawab: “Syaikh Izuddin mengambil semuanya kecuali keju beserta bejananya. Karena beliau menyuruh letakkan di sini. Setelah sang utusan naik bertemu syaikh Izuddin beliau berkata. “Wahai Anakku! Mengapa mengapa kamu melakukan hal ini? Perempuan yang membuat keju ini tangannya terdapat najis babi. Kemudian beliau menambahkan: “Sampaikan salam saya kepada, saudara saya!” 

WAFAT

Beliau wafat pada hari sabtu, 9 Jumadil Ula tahun 660 H. Dikebumikan hari ahad sebelum dzuhur di Qarafah Kubra. Makam terletak di bawah lereng bukit Muqattam, dekat dengan makam Mufti Mesir Muhammad Khathir al-Azhari, di kawasan yang biasa dikenal dengan al-basatin.

Madinatul Buuts, 19 Agustus 2019

Sumber : Thabaqat Syafiiyah Kubra, tarjumah beliau di kitab Tafsir al-Adzim karangan Syekh Izzuddin, Siyaru a’laminnubala’

Pernah dimuat di sarkubmesir.net

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *