Jama’ah : “Jo aku pernah mendengar bahwa kira-kira dua tahun yang lalu di warung Yuk Tin pernah ada peramal yang mengatakan bahwa di sini akan terjadi perayaan Kematian. Apa yang dimaksud peramal itu adalah sekarang ini Jo?”
Paijo : “Waduh kang di warung ini tidak pernah ada peramal. Apalagi meramalkan datangnya sebuah peristiwa ghaib yang hanya Allah sahaja yang tahu.”
Jama’ah : “Tapi Jo kata jama’ah lain, konon peramal itu gurunya Yuk Tin.”
Paijo : “Oala kang sampeyan itu salah informasi. Kalau yang sampeyan maksud gurunya Yuk Tin itu bukan peramal. Dia memang seorang “arifin” yang bisa membaca tanda-tanda alam tentang akan datangnya suatu kejadian. Jadi bukan meramalkan kejadian ghaib. Beliau hanya memaknai setiap tanda yang muncul dengan potensi peristiwa yang kemungkinan akan terjadi.”
Jama’ah : “Lho katanya jama’ah yang aku tanyai kemarin, katanya ramalan nya benar terjadi sekarang ini, dengan banyaknya orang yang mati karena wabah Covid-19. Aku jadi penasaran Jo, bagaimana ceritanya kok bisa muncul cerita “hoaks” semacam ini.”
Paijo : “Alah kang, mungkin teman jama’ah sampeyan itu lupa dan pingin bikin sensasi dengan membuat mitos soal gurunya Yuk Tin. Padahal sebenarnya itu adalah penjelasan saat beliau memberikan bekal ilmu kepada kami para pelayan warung Yuk Tin ini. Jadi beliau menjelaskan bahwa setiap peristiwa yang akan terjadi selalu ada gejala-gejala yang mengiringi, sebelum peristiwa puncaknya terjadi. Sam seperti kalau kita memasak air, maka mencapai titik didih selalu ada tanda-tandanya entah keluar asap ataupun munculnya gelembung dari dasar panci. Itulah tanda akan datangnya titik didih air.”
Jama’ah : “Oalah begitu ya Jo. Lantas kenapa muncul isu ada pesta kematian segala Jo?”
Paijo : “Ooh soal itu ceritanya begini kang. Saya waktu itu merasa aneh dengan munculnya aplikasi twibbon yang mirip iklan orang mati di koran cetak masa lalu. Lantas aku bertanya pada gurunya Yuk Tin soal kebiasaan aneh para pelaku media sosial tersebut. Lantas beliau tersenyum sambil menjelaskan bahwa itu adalah sebuah simbol keegoisan manusia akhir zaman. Orang berbondong2 saling menunjukkan “keakuannya” tanpa merasa “berdosa”. Apapun yang dilakukan mereka selalu ingin orang lain tahu bahwa dirinya juga hadir. Padahal Ibnu Athoillah dalam Al Hikam sudah menjelaskan bahwa wujud amal yang baik adalah wujud amal yang “disembunyikan” agar tidak viral. Sebab kata gurunya Yuk Tin, jika keakuan sudah menjadi hal yang lumrah dalam suatu zaman atau kaum. Maka itu akan menjadi tanda habisnya rizki Allah untuk seorang hamba. Habisnya rizki Allah itulah yang kemudian dimaknai dengan kematian oleh jama’ah yang jadi teman sampeyan itu.”
Jama’ah : “Ooh begitu ya Jo, berarti memang benar ya, ketika ramai-ramai orang memasang twibbon, sebenarnya kita sedang merayakan kematian massal kita. Kita semakin egois, nggak peduli nasib orang lain yang penting kita selamat dan lebih hebat dari orang lain. Berarti gurunya Yuk Tin ingin mengatakan bahwa kematian hati nurani karena kita lebih menonjol keegoisan kita adalah tanda akan datangnya kematian itu sendiri. Disuruh jaga prokes kita malah nantang, bahkan sampai ada yang bilang lebih takut mana sama Corona apa sama Tuhan? Mereka tidak tahu atau lupa bahwa Corona adalah ciptaan Tuhan. Sehingga nggak mungkin dibandingkan dalam sebuah narasi pertanyaan yang ngawur kayak begitu. Harusnya mereka berpikir Corona adalah mahluk Tuhan yang sengaja diciptakan Tuhan agar kita tidak menjadi mahluk egois yang ingin menang sendiri. Bayangkan melalui ciptaan Nya sahaja kita sudah kewalahan. Apalagi jika nanti dihadapkan pada pengadilan Allah di hari akhir. Ya Rabb ampuni kekhilafan dan kedholiman kami. Terimakasih Jo atas penjelasanmu. #SeriPaijo
No responses yet