Menurut Imam Ghozali, tanda orang ridho pada Gusti Allah itu ada 3, mbah :
- Muncul rasa cinta yang membutakan akal pikiran, hingga dirinya gak merasa tersakiti dengan takdir buruk yang jadi konsekuensi cintanya.
Karena sudah cinta buta, segala hal selain yang dicintai itu menjadi kecil, remeh bahkan tidak dirasakan. Yang jauh menjadi dekat, yang besar menjadi kecil, hal buruk pun dianggap baik.
Salah kaprah kalo dibilang orang ridho itu gak ngapa-ngapain, hingga jadi miskin, bodoh hingga menemui ajal. Itu kentara sufi goblok gak pernah ngaji.
Orang ridho itu bukan orang yang menyukai rasa susah dan takdir buruk, mbah. Bagi orang ridho, susah senang rasanya biasa saja dan sama saja, karena semua dari Gusti Allah. Dia tetap berusaha menuju takdir baik, tapi kalo dikehendaki takdir buruk, dia gak protes.
Satu hari Imam Junaid bertanya pada Imam Sari As Saqothy, “Menurut anda, apakah menyukai sakitnya bencana itu ada?”
Imam Sari As Saqothy menjawab, “Tidak ada”
“Bahkan ditebas pedang?”
“Bahkan ditebas 70 kali tebasan, tusukan demi tusukan,”
Maksudnya, saat ada rasa cinta, rasa sakit itu tidak terasa. Jadi, bagaimana bisa dia menyukai hal yang tidak bisa dia rasakan?
Dawuh para ulama nan arif
أحببت كل شيء لحبه، حتى لو أحب النار أحببت الدخول في النار
“Aku cintai segala sesuatu untuk mengejar cinta-Nya, bahkan andai neraka itu lebih dicintai-Nya, aku rela masuk neraka”
Perkataan ini saking bangetnya mereka hanya memandang Yang Dicintai. Sehingga panasnya neraka itu dalam perspektifnya itu biasa saja, sama saja dengan sejuknya surga.
Kholifah Umar bin Abdul Aziz pun dawuh
ما بقي لي فرح إلا في مواقع قدر الله تعالى
“Di sisiku, tidak ada kesenangan yang kekal, kecuali gembira karena telah menetapi apa yang jadi kehendak Gusti Allah”
Orang ridho itu tetap mencari kebahagiaan dunia akhirat. Andai kena takdir buruk, dia tetap bahagia karena bagaimanapun itu dari Gusti Allah.
Ada cerita seorang ulama sufi, punya anak yang sudah 3 hari ini hilang entah kemana. Dibantu santrinya, dia susah payah mencari kesana-kemari.
Santrinya berkata pada gurunya itu, “Duh Yai, daripada susah-susah mencari, coba njenengan berdoa pada Gusti Allah agar anak njenengan kembali ke rumah, anda kan wali,”
Ulama sufi itu dawuh, “Nak, kehilangan anak ini takdir Gusti Allah, menolak takdir-Nya itu lebih menyusahkanku bagiku daripada kaburnya anakku”
Sehingga, kalo kita pingin punya pikiran yg senang dan positif, kita jangan memandang takdir buruk sebagai kesialan. Semua hal, yang baik dan buruk itu dari Maha Penyayang, jadi ya anggap semua itu anugerah yang pasti ada hikmah baiknya.
Bersambung..
No responses yet