Sepanjang lebih dari sepuluh tahun, salah satu pekerjaan yang saya harus jalani menyusun rekomendasi kebijakan. Pekerjaan ini sebetulnya mengasyikan sebab menawarkan sensasi seolah-olah penguasa, padahal bukan, yang bisa mengatakan ini-itu pada pemerintah. Soal apa mereka membaca atau mendengar rekomendasi itu kadang-kadang bukan perkara penting.
Mula-mula keahlian menyusun rekomendasi ini tidak datang karena makan bangku sekolahan. Kemampuan ini nongol dari pengalaman menyusun atau terlibat dalam forum-forum advokasi. Apakah model dokumen yang dibuat itu sudah tepat dan berlaku umum kadang-kadang tidak terlalu jadi pikiran. Kadang-kadang hanya berbekal perasaan saja.
Belakangan saya menemukan banyak nama untuk menyebut dokumen-dokumen kebijakan dan kadang bikinn kita bingung: policy brief, policy analysis, policy recommendation, position paper, policy report, policy research, research paper, policy paper. Jika dikelompokkan, menurut ahli dan praktis, dokumen-dokumen itu dapat dikelompokkan dua saja: studi kebijakan (policy study) dan ringkasan kebijakan (policy brief). Ada pula yang menyebut studi kebijakan dan analisis kebijakan (policy analysis).
Berikut ini adalah langkah-langkah menyusun ringkasan kebijakan, bukan studi kebijakan. Selain pengalaman dan perasaan, langkah-langkah ini saya ambil dari beberapa tips yang disusun Open Society Institute Hungaria dalam dokumen “Menulis Efektif Kertas Kebijakan Publik” dan International Centre for Policy Advocacy (ICPA) Jerman dalam “Panduan Dasar Menulis Ringkasan Kebijakan”.
Pertama, pertimbangkan bahwa ringkasan kebijakan umumnya ditujukan bukan untuk kalangan ahli atau spesialis, melainkan non-spesialias seperti pejabat pemerintah, anggota DPR, organisasi masyarakat sipil, atau jurnalis. Jadi pilihlah bahasa dan kalimat yang sesuai dengan target pembaca ini.
Kedua, Dokumen harus dibuat ringkas, jelas, dan padat. Ada beberapa usulan seberapa panjang halaman dokumen ini. ICPA merekomendasikan 4-8 halaman atau sekitar antara 2000-3000 kata. Karena itu isi dokumen harus fokus dan perlu Anda batasi hanya menjawab masalah.
Ketiga, persiapkan apa yang akan Anda tulis. Biasanya ringkasan kebijakan ini punya dari tiga bagian pokok. Bagian pertama, masalah dan pentingnya mengatasinya. Tahap ini susah-susah gampang. Untuk merumuskan masalah yang tepat, diperlukan bukan hanya penguasaan atas isu tapi “medan pertempuran” kebijakan yang hendak Anda bidik. Pertimbangkan daur kebijakan publik! Penetapan agenda, rumusan kebijakan, pilihan solusi, desain kebijakan, implementasi dan monitoring, serta evaluasi. Tentu saja Anda perlu menguasai pula daur legislasi dan mekanisme penerbitan kebijakan.
Bagian kedua,mengajukan pilihan-pilihan kebijakan. Kebijakan selalu menyimpan paradoks dan dihasilkan sebagai produk dari pilihan rasional atas berbagai opsi yang tersedia. Jadi jangan pernah berpikir, selalu ada jawaban tunggal atas setiap masalah.
Kesadaran ini menuntun Anda untuk menyediakan opsi-opsi berikut kelebihan dan kekurangannya. Untuk memberi opsi dan alasan-alasannya anda perlu menyusun kriteria untuk menguji opsi-opsi tersebut. Eurgene Bardach, ahli kebijakan publik dari Universitas California, dalam Panduan Praktis untuk Analisis Kebijakan memberi dua pilihan kriteria. Pertama, kriteria evaluatif seperti efesiensi dan berimbang. Kedua, kriteria praktis seperti legalitas atau penerimaan politik.
Pola ini saya tulis ketika mengusulkan opsi dalam kebijakan pencegahan intoleransi di sekolah. Opsi pertama, Peraturan Presiden tentang Tata Kelola Sekolah yang Inklusif. Kedua, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Protokol Pencegahan Intoleransi di Sekolah. Kelebihan opsi pertama adalah lebih kuat karena langsung di bawah presiden, mampu mengintegrasikan banyak aspek dalam pengelolaan tata kelola pendidikan, lebih efektif mendorong sinergi program pencegahan antara pusat dan daerah. Kelebihan opsi kedua lebih cepat dan mudah, sudah terdapat aturan-aturan sejenis yang dapat digunakan, lebih praktis dan mudah dijalankan sekolah, lebih spesifik menyasar kasus-kasus intoleransi dan tidak meluas.
Bagian ketiga, rekomendasi. Di bagian ini pertanyaan yang harus dijawab adalah apa saja langkah-langkah spesifik bagi sejumlah aktor yang dituju untuk menjalankan opsi yang sudah kita tawarkan. Aktor-aktor tersebut harus ditulis spesifik: presiden, menteri, atau kepala seksi!
Untuk memperjelas gambaran, berikut contoh redaksi: Mendesak Mahkamah Agung menghapus atau merevisi sebanyak 89 regulasi lokal diskriminatif sepanjang satu dekade. Setiap kata memiliki bobot tersendiri, Karena itu pilih diksi yang tepat untuk menyampaikan maksud rekomendasi.
Kata “mendesak” akan berbeda bobot dengan “mengimbau” atau “mendorong”. Saya kira, kata “gagal” juga punya bobot yang berbeda dengan frase “belum berhasil” atau “masih bekerja keras”. Jadi pelajari dan sesuaikan dengan niat Anda. Ingin merayu mereka melakukan sesuatu atau Anda sedang ngomel saja. Jika sedang ngomel, Anda bisa bilang “gagal”, jika sedang lurus hati, Anda bisa pilih “belum berhasil”.
Prinsip kejelasan dan praktis dalam rekomendasi tidak berarti harus menjelaskan rencana aksi yang detail sehingga membingungkan. Jika memang dibutuhkan dapat dibuat dalam lampiran. Prinsip sederhana dan gampang dipahami juga tidak berarti Anda memudahkan masalah []
No responses yet