Sekilas respon saya terhadap foto para ulama kharismatik Aceh yang beredar dalam berbagai versi yang dipajang di toko, kios, kedai kopi, dan di tempat keramaian lainnya, umumnya versi yang beredar sekitar 137 orang dan versi lengkapnya sekitar 155 orang, walaupun sebenarnya ulama Aceh itu jauh lebih banyak jumlahnya.

Dalam menulis tentang ulama Aceh, kami membaca buku yang paling awal menulis tentang biografi ulama Aceh seperti tulisan Prof Ali Hasjmi yang jumlah ulama dalam hitungan puluhan, kemudian pernah pula biografi ulama Aceh dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Aceh sebelum Tsunami sekitar 47 orang.

Kemudian dari para Dosen UIN Ar Raniry juga pernah menulis secara bersama-sama dalam jumlah puluhan orang, yang kemudian juga ditulis tentang biografi ulama Aceh oleh Tim LKAS Aceh yang juga mengeluarkan dalam versi dua jilid tebal ditambah dengan terjemahan Bahasa Inggris. Menurut penulis semuanya bagus dan memiliki kekhasan tersendiri, sesuai sudut pandang masing-masing pembaca.

Adapun buku yang kami tulis “55 Ulama Kharismatik Aceh” merupakan karya terbaru untuk biografi dan jejaring ulama Aceh yang ditulis dengan bahasan ringan, renyah dan memiliki genre tersendiri, dengan tidak terlalu tebal hanya sekitar tiga ratus halaman, bisa dibawa kemanapun. Dan tulisan tersebut pada dasarnya adalah hasil dari telaah, bacaan yang lama, perenungan dan informasi yang penulis peroleh dari berbagai sumber semenjak penulis duduk di bangku Aliyah.

Apalagi kalau ada tulisan yang menyangkut ulama Aceh, pasti penulis membaca dan jarang melewatkannya begitu saja. Karena membaca tentang ulama, terutama ulama Aceh adalah membaca identitas dan pergerakan rakyat Aceh dari dahulu sampai sekarang. Ulama bagi orang Aceh, punya tempat tersendiri di hati mereka.

Kembali ke pembahasan analisa terhadap foto ulama Aceh, pertama yang paling subtansi adalah kesahihan cerita tersebut, benar atau tidak. Dan untuk mengecek kesahihan biografi ulama, buku 55 Ulama Kharismatik Aceh khususnya sudah melalui tahapan panjang dari respon para murid ulama, anak dan keturunan ulama yang ditulis juga sudah membenarkan dan merespon secara positif.

Bahkan jika ada perbaikan tanggal dan tahun para ulama tersebut bila ada yang keliru sudah kami laksanakan semenjak 2020 silam. Karena minimnya referensi yang menulis tentang tahun kelahiran ulama, teman sepengajiannya, masa para ulama tersebut belajar dan siapa guru-gurunya, maka bukan hal yang mudah menulis secara singkat tentang ulama, namun bisa menggambarkan secara utuh.

Hal lainnya yang juga penting diketahui, berkenaan beberapa foto ulama seperti foto Abu Syekh Mud misalnya, atau dulu foto Abu Muhammad Ali Lampisang yang pada awalnya adalah lukisan foto keturunannya yang mirip dengan beliau, namun sekarang sudah ada foto asli Abu Ali Lampisang atau Abu Ali Siem adik sepupu dari pihak Ibu Abu Krueng Kalee.

Foto yang lain seperti foto Abu Aidarus Masjid Sabang Lamno ada kemiripan juga dengan Abu Hanafiyah Abbas Samalanga bila dilihat. Sedangkan Abu Syekh Mud disebutkan mirip dengan Syekh Yusuf al Qaradhawi, ini juga tidak tertutup kemungkinan, karena bila dilihat lebih mendetil memang ada kemiripan (penulis sendiri pada tingkat magister dan doktor mengkaji tentang metode penggalian hukum Islam yang digagas oleh Syekh Yusuf al Qaradhawi).

Beredarnya foto Abu Syekh Mud yang mirip Syekh Al Qaradhawi ini sudah lama, tapi tentu tidak ada yang harus disalahkan, karena di foto resmi tersebut ada juga tertera nomor hape keturunan beliau, dan resmi dikeluarkan oleh lembaga yang punya otoritas, tentu saya haqqul yaqin tidak ada unsur kesengajaan. Dan memang pada edisi terbaru, tidak ada lagi foto Abu Syekh Mud di antara Abu Krueng Kalee dan Abu Muhammad Ali Lampisang. Karena tidak ada foto yang valid mungkin.

Kami juga telah menulis beberapa orang ulama Blangpidie Abdya selain Abu Syekh Mud, seperti Abu Imam Samsuddin Sangkalan, Syekh Bilal Yatim, Abu Hamid Kamal, Abu Syam Marfaly dan para ulama lainnya. Dan kalau pun keturunan Abu Syekh Mud yang masih ada menyebutkan bahwa tidak ada foto yang valid tentang Abu Syekh Mud, tentu tidak akan mengurangi kecintaan dan penghormatan kita kepada beliau.

Yang terpenting adalah informasi tentang sejarah hidup beliau benar adanya, dan untuk foto karena beliau wafat pada 1966, mungkin belum ada foto beliau, bisa digantikan dengan foto yang lain seperti foto makam beliau yang ada di Blangpidie berdekatan dengan Masjid Jamik Baitu Adhim sampai ada foto asli nantinya.

Sebagaimana foto Teungku Chik Lamjabat yang awalnya hanya foto makam beliau yang beredar, kemudian oleh Tim Pedir Museum menemukan foto asli beliau dan sudah disebarkan. Ala kulli hal, semoga ada foto yang bisa mewakili foto Abu Syekh Mud, agar foto beliau tidak terhapus dalam foto ulama-ulama kharismatik yang beredar di masyarakat. Khawatir kedepan para generasi muda tidak mengenal yang mana Abu Syekh Mahmud yang merupakan guru futuhnya Abuya Syekh Muda Waly al Khalidy yang merupakan sentralnya ulama dayah Aceh sekarang.

Kami berharap karya sederhana yang telah kami susun pun bisa tersebar kepada masyarakat luas khususnya generasi muda Aceh. Karena sangat disayangkan apabila tulisan yang telah ditulis, dan menjadi referensi di luar Aceh bahkan menjadi bahan di wikipedia dianggap seperti angin lalu saja. Kata orang bijak “apabila kita tidak menghargai masa lalu, maka kita tidak akan punya masa depan”.

Demikian sekilas respon dari kami atas nama pecinta sejarah ulama dan penulis coretan-coretan yang sudah dibukukan “55 Ulama Kharismatik Aceh”, kami pribadi siap membedah karya kami dan mempertanggungjawabkan tulisan-tulisan tersebut dalam bentuk diskusi ilmiyah, bedah buku, sosialisasi sejarah ulama dan hal lainnya dalam rangka pencerdasan umat.

Ditulis oleh:
Dr. Nurkhalis Mukhtar Pelita Alfusalam
Pembina Pelita Alfusalam

One response

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *