Negara adalah bagian besar dari sekumpulan wilayah-wilayah yang terbagi di masyarakata. Hal ini tentu memiliki ragam unsur yang menopang, sehingga membentuk sebuah negara. Embrio Indonesia diawali dari ragam kerajaan yang ada di Nusantara. Hindia – Belanda adalah sebuah wilayah yang kelak akan memiliki ragam budaya dan bangsa yang bersatu; binneka tunggal ika. Tujuan utamanya adalah kesejahteraan, perdamaian, dengan saling menghargai dan menghormati satu sama lain.

Untuk memenuhi harapan dan tujuan tersebut, maka kita perlu mengetahui bagaimana kiat dan upaya yang dilakukan oleh pemimpin negara di masa silam. Kita bisa mundur sebentar ke tahun 1700-an silam, di mana kerajaan Pajang sedang dipimpin oleh Adipati Demak. Di mana antara Mataram, Jipang dan Pajang adalah para putera dari Sultan Agung.  Kala itu Mataram di Pimpin oleh Senopati Ing Alaga, Jipang oleh Pangeran Benawa dan di Pajang oleh Adipati Demak yang mana ia adalah menantu dari Sultan Agung.

Konflik perebutan kekuasaan dengan alasan prinsipil; wasiat Sultan Agung sebelum tilar kepada Pangeran Benawa. Yang mana agar Pajang dipimpin oleh Senipati Ing Alaga, bukan oleh Adipati Demak. Dengan alasan tersebut maka muncul ragam argumentasi untuk saling membenarkan posisi masing-masing. Singkat cerita, Pangeran Benawa bersatu dengan Senopati Ing Alaga untuk merebut kerajaan Pajang dari Adipati Demak, dari peperangan yang dimulai dari arah Gunung Kidul tersebut akhirnya dimenangkan oleh Pangeran Benawa dan Senopati Ing Alaga.

Walaupun ada wasiat Sultan Agung tentang Pajang harus dipimpin oleh Senopati Ing Alaga, tetapi ia menyerahkannya kepada Pangeran Benawa. Ia memberikan wejangan terhadap Pangeran Benawa tentang bagaimana menjadi seorang pemimpin. Ketika menjadi seorang pemimpin maka jangan melupakan tiga perakara; pandita, petang iladu ning palak-palakiyah, dan wong kang semedi (petapa).

 Pandita, sepertihalnya Brahmana, sebuah organisasi ataupun sebuah negara memerlukan seorang Pandita. Di mana seorang pandita akan memiliki kaweruh sadurungé winarah, yang mana akan memberikan masukan-masukan yang bijak ketika muncul ragam persoalan. Sehingga seorang pemimpin yang di sekitanya terdapat seorang pandita, maka ia tidak akan tergesa-gesa dalam mengambil sikap dan keputusan.

Namun jauh dari pada itu, yang paling dibutuhkan adalah jiwa-jiwa pandita yang ada di dalam hati setiap orang. Tidak serakah dan tidak gegabah. Dewasa ini jarang sekali dan sukar dijumpai jiwa pandita. Tidak jarang yang merasa benar dan pintar. Tidak jarang pula yang merasa paling berpengaruh sehingga muncul rasa congkah, sehingga dipenuhi perasaan prasangka dan sulit untuk memahami pangrasa. Oleh karenanya, pandita ataupun jiwa pandita sangat diperlukan dan diharapkan dewasa ini. Di mana kehidupan terus mengalami perkembangan dan kemajuan.

Petang Iladu ning palak-palakiyah (ahli Nujum), sebagian orang menyatakan bahwa menutup diri dari ahli nujum. Dengan alasan ndisik’i kersa (mendahului kuasa Tuhan) mereka menyatakan diri untuk menutup diri dari ahli nujum. Tetapi tidak bagi seorang pemimpin di masa kerajaan-kerajaan jawa pun Nusantara. Ahli nujum berbeda dengan juru tebak, ahli nujum adalah mereka yang membaca bintang untuk menentukan hari atau bulan, pun masa tandur, musim panas, musim hujan pun pagebluk.  

Terahir, Petapa ning wong kang samadi. Mereka adalah orang-orang yang ahli dalam kanuragan dan kesaktian. Pertahanan sebuah negara juga memerlukan mereka yang ahli samadi, tirakat, pekerja keras, mereka yang memihak kepada yang lemah. Sehingga kita dapat mengembangkan arti dari petapa itu sendiri; sebagai mereka yang memiliki keberpihakan.

Pesan Senopati Ing Alaga ini sangat kontekstual dan akan mengikuti perkembangan dan kemajuan kehidupan. bagi setiap pemimpin pesan ini perlu menjadi perhatian dan dipahami secara mendalam. Mengapa tiga hal di atas menjadi sangat penting dalam jiwa kepemimpinan seseorang, baik ia memipin sebuah negara, keluarga pun memimpin dirinya sendiri.   Oleh sebab itu, setiap orang memiliki jiwa kepemimpinan di dalam dirinya. Sehingga perlu mengenal – pahami bagaimana kepekaan dan kesadaran itu muncul dan tumbuh di dalam kesadaran. Karena yang terpenting dalam sebuah kehidupan adalah kepekaan dan keberpihakan, begitujuga jiwa kepemimpinan.[]

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *