Resume oleh Deni Fajar 

Saat ini jihad di Indonesia,khususnya di kalangan warga Nahdliyin,diartikan sebagai ijtihad atau belajar . Tapi jihad pada zaman penjajahan Belanda dan awal kemerdekaan NKRI,pernah ditetapkan adanya jihad perang. Ketika awal kemerdekaan Indonesia,KH.Hasyim Asy’ari juga pernah mengeluarkan Khotbah Jihad yang kita kenal dengan nama Resolusi Jihad untuk memerangi Belanda dan Sekutu yang ingin menjajah Indonesia kembali,demikian pembukaan dari Kiai Zainul Milal Bizawie dalam acara kajian sesi 1 di Islam Nusantara Center hari Sabtu 19 Agustus 2017.

Kiai Syarif Hidayatullah sebagai narasumber utama,menjelaskan bahwa fokus kajian tentang khotbah jihad ini sesuai penelitiannya terhadap kesultanan Aceh khususnya abad 19 dalam menghadapi penjajahan negara asing dan hubungannya dengan kesultanan Turki Usmani.

Abad ke-19 adalah abad terpenting bagi perjuangan rakyat Nusantara dalam melawan penjajah Belanda. Karena saat itu banyak dikumandangkan khotbah jihad untuk melawan penjajah di mushola,masjid,surau,tempat-tempat pertemuan,pesantren dan tempat lainnya.

Tradisi jihad yang ada di Nusantara saat itu bukan berdiri atau muncul dengan sendirinya. Tapi tradisi ini dipengaruhi oleh tradisi dari mancanegara.

Ketika kita mendisuksikan suatu tradisi yang sudah berjalan atau sudah mengakar kuat dalam kehidupan suatu masyarakat,itu selalu berkaitan erat dengan tradisi luar atau asing yang jadi sumber utama munculnya tradisi tersebut.

Demikian juga tradisi khotbah jihad ini. Pada awal perang melawan Belanda,kesultanan Aceh mengalami kemenangan. Untuk mencari kelemahan kesultanan Aceh,Pemerintah Kolonial Belanda mengutus Snouck Huggronje untuk menyelidiki kelemahan Kesultanan Aceh. Kemudian Snouck meneliti kehidupan masyarakat Aceh dari berbagai aspek kehidupan,misalnya perseturuan antara Ulebalang dan Ulama,memata-matai tradisi orang Aceh yang tinggal di Mekkah yang menyamar dengan nama Syekh Abdul Ghofur. Hasil dari semua pengamatan itu dilaporkan kepada pemerintah Belanda,dengan taktik adu domba,maka Penjajah Belanda menang melawan Aceh pada perang keduanya. Nah,untuk menghidupkan kembali spirit atau semangat melawan Belanda,maka mulainya dikumandangkan Khotbah Jihad.

Sebenarnya jika ditelisik ke abad sebelumnya,tepatnya abad ke-16,pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda ke-2 juga pernah dikumandangkan Khotbah Jihad. Saat itu Kesultanan Aceh mengirimkan surat ke Kesultanan Turki Usmani yang saat itu diperintah oleh Sultan Sulaiman Al Kurni. Karena pada saat itu Aceh akan diserang oleh Portugis,dan Aceh minta perlindungan Turki Usmani yang mana saat itu Kesultanan Ottoman atau Turki Usmani adalah satu-satunya Super Power negara-negara Islam. Ketika Khotbah Jihad dibacakan di Aceh saat itu,maka Portugis jadi ketakutan karena dalam khotbah jihad tersebut disebutkan Kesultanan Turki Usmani.

Pada abad ke-19,hal serupa juga dilakukan oleh Kesultanan Aceh untuk membangkitkan kembali semangat jihad. Hal ini bisa dilihat dari manuskrip surat-surat kesultanan Aceh kepada Kesultanan Turki Usmani dalam bahasa. Ada 5 naskah Khotbah Jihad Aceh yang tersimpan disana,yaitu : ML 465,ML466,ML467 (Koleksi PNRI), Cod.Or.2269 (1) dan Cod.Or.2269 (12) yang ada di perpustakaan Universitas Leiden.

Adapun naskah Khotbah Jihad yang dijadikan objek kajian di sini adalah Cod.Or.2269 (1) yang berbahasa Arab,naskah Cod.Or.2269 (12) dan ML466 yang berbahasa Melayu-Aceh.

Alasannya diantaranya :

1. Belum di buat edisi teks.
2. Memenuhi unsur sebagai suatu khotbah yang berisi dorongan jihad.
3. Memuat informasi yang tidak dimuat oleh naskah lain.
4. Memperlihatkan kearifan lokal (local wisdom) masyarakat Aceh.

Perang Aceh pada abad ke19 adalah perang yang paling lama bagi kolonial Belanda. Saat itu Belanda rugi besar karena banyak mengeluarkan dana untuk membiayai perang melawan Aceh. Demikian juga bagi Kesultanan Aceh,pada abad tersebut menjadi moment dalam mengumandangkan khotbah jihad paling lama sepanjang sejarah.

Khotbah Jihad secara umum bermakna untuk mendorong untuk perang atas nama agama Islam. Pada abad ke-19 banyak rakyat Aceh yang termotivasi untuk berperang melawan Belanda.

Adapun tujuan penggunaan Khotbah Jihad Berbahasa Arab:

1. Menggunakan bahasa Arab sebagai wujud kepatuhan kepada rukun khotbah yang ditetapkam dalam Madzhab Syafi’i.

2. Penggunaan bahasa Arab diistimewakan dalam ritual keislaman.

3. Agar konsolidasi kekuatan dan penanaman ajaran jihad tidak terlalu tercium oleh Belanda.

4. Alat diplomasi kerajaan Aceh dengan disebutkannya Sultan Turki Usmani,sementara Sultan Aceh tidak disebut.

5. Kemampuan bahasa Arab sebagian hadirin diasumsikan cukup baik,walau begitu secara diam-diam tetap diterjemahkan dalam bahasa Melayu-Aceh sehingga rakyat lebih memahami isinya.

Tujuan penggunaan Khotbah Jihad berbahasa Melayu-Aceh :

1. Struktur wacana,fungsi wacana,gaya bahasa,dan intisari kandungan isi khotbah Jihad Melayu Aceh banyak kesamaan dengan khotbah jihad bahasa Arab.

2. Khotbah Jihad Melayu-Aceh sebagai sarana memahamkan ajaran jihad dalam konteks Perang Aceh.

3. Khotbah Jihad Melayu-Aceh memandai pergeseran dalam sejarah Khotbah,dari yang semula wajib berbahasa Arab menjadi bahasa Non Arab.

Dengan adanya khotbah Jihad ini telah menjadi sarana bagi rakyat Aceh untuk menyebarkan semangat dalam melawan penjajah sehingga mampu bertahan dalam waktu lama.
(Defa & Tim).

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *