Tangerang Selatan, jaringansantri.com- Dr. KH. Ah. Husnul Hakim Imzi mengatakan bahwa Azab Allah Hadir Bukan Karena Aqidah yang Salah. “…Tuhan tidak akan mengazab sebuah negeri dengan cara yang zalim. Sementara penduduknya itu perilakunya baik,” katanya di Kajian Islam Nusantara Center (INC). 27/2.
Husnul mengatakan bahwa Ini sudah komitmen Tuhan. Maka tidak peduli kamu iman atau tidak, aqidahmu bener atau tidak. Ini yang menjelaskan Imam Al-Râzî di dalam Kitab Tafsir Mafâtîh al-Ghaib.
Makanya, umat-umat masa lalu, kaum-kaum yang dihancurkan oleh Allah itu, dikatakan di dalam Al-Qur’an fakafarụ faakhażahumullāh , karena mereka kafir maka diazab oleh Allah.
Ini kalau tidak dijelaskan, akan salah paham bahwa kafir itu aqidah. Padahal kafir di dalam Al-Qur’an itu ada kafir lawannya iman, ada kafir lawannya syukur.
Ketika kafir menyangkut aqidah lawannya iman. Ketika kafir menyangkut perilaku, lawannya syukur. Azab yang hadir di dunia ini, itu bukan kafir aqidah, tapi Kafir syukur/nikmat.
Ia mengatakan “Saya teliti ayat dalam Al-Qur’an, penyebab azab itu karena kesalahan sosiologis,bukan ideologis (aqidah). Contohnya, seperti pelecehan harkat dan martabat kemanusiaan, keangkuhan intelektual, hedonistik. Pada tahap ini seharusnya Allah sudah mengazab. Tapi tidak, karena ada protapnya, yaitu mengutus seorang rasul untuk mengingatkan. Jika sudah diingatkan, masih kafir nikmat, baru diazab.”
Tonton Videonya klik di sini
WABAH PAHALA MATI SYAHID
“Sesungguhnya penyakit thâun adalah azab Allah yang diturunkan kepada siapa saja yang dikehendakinya. Dan menjadikan penyakit itu sebagai rahmat bagi orang yang beriman.”
Jadi, mesti ada dua sisi begitu, kejadiannya sama, bagi yang satu peringatan bagi yang lain ujian. Untuk apa?
“Sebab barangaiapa yang tetap tinggal di dalamnya dengan sabar, dan berkeyakinan bahwa suatu penyakit tidak akan menimpa pada seseorang kecuali telah ditetapkan oleh Allah, apabila mati karena penyakit tersebut maka ia mati syahid.”
Kalau dia beriman dan husnuzhon.
Misalnya ada yang bilang, “saya kan beriman, masa saya tidak diselamatkan.” Jangankan kita, Rasulullah saja berdarah-darah di perang Uhud. Mestinya kan diselamatkan oleh Allah.
Makanya ketika kita bisa merespon dengan baik, kok mati, matinya ya mati syahid. Karena tu di dalam hukum sejarah di dalam sunnatullah ini tidak ada yang dikecualikan. Di dalam bahasa Al-Qur’an :
“…….., wa tilkal-ayyāmu nudāwiluhā bainan-nās, wa liya’lamallāhullażīna āmanụ wa yattakhiża mingkum syuhadā`, wallāhu lā yuḥibbuẓ-ẓālimīn.
Wa liyumaḥḥiṣallāhullażīna āmanụ wa yam-ḥaqal-kāfirīn”. (QS. Ali-imron : 140-141).
Di sinilah untuk menyelamatkan orang beriman tadi itu. Dengan cara apa, yang dengan imannya itu. Kalau kita punya Allah, kita tidak perlu takut dengan Virus Corona. Cuma kan, kita mesti ada suatu tindakan preventif, ada suatu tindakan yang harus kita lakukan.
Maka di dalam Al-Qur’an mengatakan ; … “inna rahmatallahi qariibun minal muhsiniin” Ini sudah komitmen Al-Qur’an .
Kalau masyarakat itu senantiasa mengembangkan sikap kebajikan maka rahmat itu akan terus wujud di dalamnya.
Makanya “al muhsinun” itu bukan “orang berbuat baik pada Allah” tapi berbuat baik aja. Orang lain membalas berbuat baik pada kita itu tidak penting. Makanya konsep “Orang lain” lain itu tidak penting.
Jadi, Allah tidak mungkin zalim pada orang perorang. Kita jangan pernah punya pikiran bahwa orang tertimpa musibah itu, pasti orang buruk. Jangan. Bisa jadi dia tertimpa musibah dan mati, itu justru malah enak karena matinya baik.
Dengan demikian, sangat tidak tepat apabila ada seorang Muslim yang meremehkan peredaran wabah atau justru melakukan hal-hal yang bertentangan dengan instruksi Rasulullah di atas, misalnya dengan menampakkan keberanian menolak tindakan isolasi wabah.
No responses yet