Mungkin di antara kita ada yang marah, jika dipanggil pendosa. Karena sebutan pendosa itu terasa hina di mata manusia. Padahal, kita semua adalah pendosa. Karena masih sering tergelincir dalam kemaksiatan, baik itu maksiat dhahir maupun batin.
Adakah di antara kita yang suci dari dosa? Jawabnya, pasti tidak. Karena setiap dari kita pasti pernah melakukan kesalahan dan kemaksiatan. Bahkan, Nabi sendiri menguatkan hal itu dalam sabdanya. “Setiap manusia pasti banyak berbuat salah dan sebaik-baiknya orang yang berbuat salah adalah orang yang sering bertaubat”. (HR. Tirmidzi No. 2687)
Kita sebagai manusia, memang tidak akan terlepas dari perbuatan maksiat dan dosa. Pertanyaanya,bagaimana kita menyikapinya? Ini yang menjadi masalah.
Secara umum, pelaku dosa dapat dibedakan menjadi dua kelompok. Pertama, pendosa yang menyadari perbuataannya dan mengakuinya sebagai bentuk kelemahan dirinya atas melawan hawa nafsunya. Kedua, pendosa yang sombong, bangga dengan dosanya dan tak malu menceritakannya, bahkan terkadang iapun justru mencari-cari pembenarannya.
Menurut Syaikh al-Buthi, tipologi pendosa pertama akan dengan mudah mendapatkan ampunan dari Allah. Selama ia mau bertaubat, dengan menyesali perbuatan dosanya, berkomitmen tidak mengulanginya, dan mrmperbanyak berbuat kebajikan. Dengan begitu, niscaya Allah mengampuni atas dosa-dosa hamba-Nya. Kendatipun, dosa itu dilakukan berulang kali. Misalnya, berbuat dosa, lalu bertaubat, dosa lagi taubat lagi, dosa lagi dan bertaubat lagi diujungnya.
Inilah maksud dari ayat: “haadzaa maa tuu’aduuna likulli awwaabin hafiizh”. Artinya: (Kepada mereka dikatakan), “Inilah nikmat yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang senantiasa bertobat (kepada Allah) dan memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (QS. Qaf:32).
Redaksi “awwaabin” adalah shigah mubalaghah yang berarti “orang yang sering bertaubat”. Dengan kata lain, orang yang sering melakukan pertaubatan. Kapan seorang hamba itu sering bertaubat? Tentu saja ketika ia seringkali melakukan dosa dan kemaksiatan.
Pemahaman ini didukung oleh sabda Nabi yang cukup panjang berikut: “Ada seorang hamba yang berbuat dosa lalu ia berkata Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa, ampunilah aku. Lalu Allah berfirman ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’, lalu dosanya diampuni.”
Di waktu lain, lalu ia berbuat dosa lagi. Ketika Ia berbuat dosa lagi, ia berkata “Ya Rabbi, aku telah berbuat dosa lagi ampunilah aku’, Lalu Allah berfirman, ‘Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa,’. Lalu dosanya diampuni.”
Kesempatan lain, ia berbuat dosa kembali, dan meminta pengampunan ‘Ya Rabbi aku telah berbuat dosa lagi, ampunilah aku,’. Lalu Allah berfirman, ‘ Hambaku mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang mengampuni dosa’. Lalu dosanya diampuni. Kemudian Allah berfirman ‘Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku, maka hendaklah ia berbuat sesukanya,” (HR. Bukhari No. 7068).
Begitulah kemurahan Allah kepada hambaNya yang mau mengakui kesalahannya. Bukan justru mencari pembenaran atas kemaksiatan yang diperbuatnya.[]
Jogya, Jumah berkah, 19/3/2021
No responses yet