Oleh : Dr. Zainul Milal Bizawie*

“PARA WALI YANG MERUPAKAN GABUNGAN ANTARA AHLI SYARI’AH DAN TASSAWUF INI TELAH MENGEMBANGKAN ISLAM RAMAH YANG BERSIFAT KULTURAL.

SIFAT KULTURAL INI BISA TERBENTUK, KARENA PENEKANAN PARA WALI ATAS SUBSTANSI ISLAM YANG AKHIRNYA BISA MEMBUMI KE DALAM BENTUK BUDAYA KEAGAMAAN LOKAL PRA ISLAM.”

Dalam membangun karakteristik Islam Nusantara, peran penyebar masuknya islam di Nusantara seperti Walisongo cukup dominan dalam pembentukan kultur Islam Nusantara.

Para wali yang merupakan gabungan antara ahli syari’ah dan tassawuf ini telah mengembangkan Islam ramah yang bersifat kultural. Sifat kultural ini bisa terbentuk, karena penekanan para wali atas substansi Islam yang akhirnya bisa membumi ke dalam bentuk budaya keagamaan lokal pra islam.

Proses ini yang disebut KH. Abdurrahman Wahid (pada tahun 1980 an) sebagai Pribumisasi Islam, dimana ajaran islam disampaikan dengan meminjam “bentuk budaya” lokal. Pribumisasi Islam ala Walisongo mengajarkan toleransi, substansi dan kesadaran kebudayaan dalam dakwah Islam.

Pola Pribumisasi Islam inilah yang akhirnya membentuk perwujudan Kultur Islam. Sebuah perwujudan keislaman yang bersifat kultural yang merupakan pertemuan antara nilai-nilai normatif Islam dengan tradisi lokal.

Perwujudan kultur ala Walisongo ini kemudian mencapai titik paripurna dalam sistem pendidikan di Pesantren. Hal ini tidak lepas dari jejaring ulama Nusantara pada abad-abad setelahnya yang menggambarkan proses kesinambungan yang terus berproses menyempurnakan.

Proses tersebut mengalami persilangan lintas kultur, dengan transmisi keilmuan, jaringan ulama, dan interaksi kebudayaan. Persilangan lintas kultur antara kawasan Nusantara dengan Arab, Haromain, Ottoman, dan kawasan Asia Tengah menjadi titik penting untuk melihat bagaimana penyerbukan lintas budaya terjadi.

Islam Nusantara lahir dari Interaksi antar budaya yang menghasilkan harmoni dalam tradisi, rutial, dan pemahaman konsep-konsepnya. Islam di Nusantara tidak berangkat dari kekerasan, namun dari cara-cara perdamaian untuk meresap di hati.

*Penulis Buku Syekh Muttamakin, Laskar Ulama-Santri dan Resolusi Jihad, dan Masterpiece Islam Nusantara

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *