Fenomena membaca Al-Qur’an di kuburan adalah hal lumrah yg ditemukan di Indonesia, sbg negara dgn mayoritas penduduk muslim. Salah satunya, ketika seseorang melakukan kegiatan pembacaan tahlil dan doa, untuk orang yg sudah wafat.

Bagaimana hukum membaca Al-Qur’an di kuburan. Adakah Islam melarangnya. Atau justru Islam menganjurkan untuk melakukan itu.

Ada sekelompok minoritas yg selalu berkampanye dan mengatakan bahwa membaca al-Qur’an di kuburan dibilang haram, bid’ah sesat? dengan sangat gamblang menerangkan bahwa kuburan menurut syariat Islam bukanlah tempat untuk membaca al-Qur’an. Tetapi, mereka nekat dan tanpa malu mengaku sbg pengikut salafush shaleh.

Mari kita kaji, bagaimana sebenarnya pendapat para ulama salafus salih dan ulama madzhab.

Orang2 yg berpendapat seperti itu, biasanya dari orang yg kurang mengerti agama yg terpengaruh dari orang2 berfaham Wahhabisme atau orang2 awam yg terjebak pemikiran Wahhabi. 

Bila anda masih memiliki pola pikir seperti diatas, itu artinya tidak ada kemajuan didalam anda ber-Islam. Sebab, ulama salaf atau salafush shaleh (generasi terbaik umat Islam ini), bukan hanya membolehkan dan menganjurkan membaca al-Qur’an dikuburan, bahkan mereka sendiri melakukannya bahkan berwasiat agar dibacakan al-Qur’an dikuburnya. Tentu saja, kalau kita memahami kehidupan mereka, tidak akan berwasiat dalam hal ma’siat dan dosa. Artinya, mereka berwasiat demikian, karena mereka mengerti bahwa amaliyah tsb, merupakan amaliyah yg legal dan diperbolehkan didalam hukum Islam. 

Contoh yg terkait dgn wasiat ini, ada keterangan dari Imam Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad Syamsuddin Ad-Dimasyqi al-Hambali, yg biasa dikenal dgn Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah (28 Januari 1292 M Hauran – 15 September 1350 M Damaskus, Suriah), didalam kitabnya, Ar-Ruh fil Kalami ‘alaa Arwahil Amwat wal Ahya’ bid-Dalaili minal Kitab was Sunnah, menyebutkan sbg berikut:

وَقد ذكر عَن جمَاعَة من السّلف أَنهم أوصوا أَن يقْرَأ عِنْد قُبُورهم وَقت الدّفن قَالَ عبد الْحق يرْوى أَن عبد الله بن عمر أَمر أَن يقْرَأ عِنْد قَبره سُورَة الْبَقَرَة وَمِمَّنْ رأى ذَلِك الْمُعَلَّى بن عبد الرَّحْمَن وَكَانَ الامام أَحْمد يُنكر ذَلِك أَولا حَيْثُ لم يبلغهُ فِيهِ أثر ثمَّ رَجَعَ عَن ذَلِك

“Sungguh, telah disebutkan dari sekelompok salafush shalih, bahwa mereka berwasiat, agar dibacakan al-Qur’an disisi qubur mereka waktu dimakamkan, Abdul Haq berkata : telah diriwayatkan bahwa Abdullah bin ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu memerintahkan agar dibacakan surah al-Baqarah disisi quburnya (haditsnya Hasan), dan diantara yg meriwayatkan demikian adalah al-Mu’alla bin Abdurrahman rahimahullah, sedangkan awalnya Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah mengingkari yg demikian, karena atsar tentang hal itu tidak sampai kepadanya, namun kemudian Imam Ahmad ruju’ dari yg demikian (membolehkan membaca al-Qur’an dikuburan)”.

Ada keterangan riwayat lain, bahwa Imam Hambali rahimahullah, akhirnya membolehkan orang membaca Alquran fi kuburan, sbg berikut :

عن علي بن موسى الحداد قال: كنت مع أحمد بن حنبل ومحمد بن قدامة الجوهري في جنازة، فلما دفن الميت جلس رجل ضرير يقرأ عند القبر، فقال له أحمد: يا هذا إن القراءة عند القبر بدعة. فلما خرجنا من المقابر قال محمد بن قدامة لأحمد بن حنبل: يا أبا عبد الله ما تقول في مبشر الحلبي؟ قال: ثقة. قال: كتبت عنه شيئا؟ قال: نعم. قال: فأخبرني مبشر عن عبد الرحمن بن العلاء بن الحجاج عن أبيه أنه أوصى إذا دفن أن يقرأ عند رأسه بفاتحة البقرة وخاتمها، وقال: سمعت ابن عمر يوصى بذلك. فقال له أحمد: فارجع وقل للرجل يقرأ. (الروح، صـ 17، ابن القيم، طبع دار أبي بكر الصديق، الأسكندرية، بدون تاريخ).

Diriwayatkan dari Ali bin Musa al-Haddad rahimahullah, ia berkata, “Saya bersama Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dan Muhammad bin Qudamah al-Jauhari rahimahullah pada suatu penyelenggaraan jenazah. Ketika mayat dikebumikan, seorang laki2 buta membaca al-Qur’an di sisi kubur. Imam Ahmad berkata kepadanya, “Wahai kamu, sesungguhnya membaca Al-Qur’an di kubur itu bid’ah!” Ketika kami keluar dari pemakaman, Muhammad bin Qudâmah berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal, “Wahai Abu Abdillah, apa pendapatmu tentang Mubasysyir al-Halabi?” Imam Ahmad menjawab, “Ia seorang periwayat yang Tsiqah (terpercaya)”. Muhammad bin Qudamah bertanya lagi, “Apakah engkau pernah menulis hadits darinya?”. Imam Ahmad menjawab, “Ya”. Muhammad bin Qudâmah berkata, “Mubasysyir memberitahukan kepadaku, ia riwayatkan dari Abdurrahman bin al-‘Alâ’ bin al-Hajjâj, dari Bapaknya, bahwa ia berwasiat, apabila ia dimakamkan, agar dibacakan awal dan akhir surat al-Baqarah pada bagian kepalanya. Ia berkata, “Aku mendengar Ibnu Umar berwasiat seperti itu”. Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Kembalilah, katakanlah kepada laki-laki (buta yang membaca al-Qur’an) itu agar melanjutkan bacaan (Al-Qur’an)nya”. (Kitab Ar-Ruh, Ibnu al-Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah, halaman 17, cet. Dar Abi Bakr ash-Shiddiq, al-Iskandariyah, tanpa tahun)

Sebagian besar ulama madzhab Maliki memakruhkan, sedangkan sebagian besar ulama madzhab Hanafi, Syafi’i, dan Hambali membolehkan. 

Para ulama yg MEMAKRUHKAN seperti Imam Malik rahimahullah (711 – 795 M, Jannatul Baqi’ Madinah) dan Imam Abu Hanifah rahimahullah (Kufah 80 – 148 H / 699 – 767 M di Baghdad Irak)  mengambil posisi demikian karena, menurut beliau2, tidak ada dalil eksplisit dari sunnah. Sebagaimana keterangan dalam kitab Fatawa Al Azhar, 7/458 dan Kitab Syarh Mukhtashar Khalil, 5 /467.

Namun, sebagian ulama Hanafiyah, berpendapat bahwa qira’atul qur’an atau pembacaan Al-Qur’an di kuburan dgn khatam sekalipun, tidak dimakruh sejauh dibaca perlahan atau sirr. Kemakruhan itu muncul, karena Al-Qur’an dibaca jahar atau keras. (Kitab Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 2002 M / 1423 H : 39 / 347 – 348).

Adapun mayoritas ulama madzhab Maliki berpendapat bahwa hukum qira’atul qur’an atau pembacaan Al-Qur’an di kuburan adalah makruh secara mutlak, baik dibaca sirr maupun jahar. (Kitab Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 2002 M / 1423 H : 39 / 348).

Sedangkan, mayoritas para ulama MEMBOLEHKAN, termasuk Imam Syafi’i rahimahullah (28 Agustus 767 M, Gaza – 20 Januari 820 M, Fustat, Mesir) dan Imam Ahmad Bin Hambal rahimahullah (wafat 2 Agustus 855 M, Bagdad, Irak). Sebagaimana keterangan dalam kitab Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah jilid 39, halaman 347, disebutkan :

ذَهَبَ جُمْهُورُ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ إِلَى أَنَّهُ لاَ تُكْرَهُ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ فِي الْمَقَابِرِ بَل تُسْتَحَبُّ

“Mayoritas ulama madzhab Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa, qira’atul qur’an atau pembacaan Al-Qur’an di kuburan tidak dimakruh, tetapi justru dianjurkan.” (Lihat kitab Mausu’atul Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Kuwait, Wazaratul Awqaf was Syu’unul Islamiyyah, cetakan pertama: 2002 M/1423 H, juz 39, halaman 347).

Beberapa dalil dan penjelasan yg menopang kebolehan anjuran membaca Al-Qur’an di kuburan, di antaranya: 

PERTAMA, sebaik2 perkataan adalah Al-Qur’an. 

فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ

Sebaik2 perkataan adalah kitabullah (Al-Qur’an) (HR. Imam Muslim rahimahullah, wafat 5 Mei 875 M, Naisabur, Iran)

Dalam hal ini, maksudnya, tidak ada ucapan yg dapat kita ucapkan, saat berziarah kubur yg lebih baik dari Al-Qur’an itu sendiri. 

Salah satu hal yg dilarang saat ziarah kubur (berdasarkan riwayat Imam Al-Hakim An-Naisaburi 933 -1012 M, Naisabur, Iran, dan lainnya) adalah berkata buruk, apalagi menjelekkan si mayyit. Jika memang niatnya berziarah kubur, maka ucapkanlah perkataan yg baik. Dan tidak ada perkataan yg lebih baik dari Al-Qur’an. 

KEDUA, doa2 yg kita ucapkan, termasuk di kuburan, (umumnya) bersumber dari Al-Qur’an. Kita contohkan dibawah ini :

Ketika ada seorang anak menziarahi makam kedua orang tuanya atau masuk ke area pemakaman, lalu mengucapkan sebagaimana yg diucapkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam :  

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَلَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ

“Semoga kesejahteraan untuk kalian, wahai penghuni kubur dari orang-orang mukmin dan muslim, dan sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul kalian. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan kalian”. (HR. Imam Muslim rahimahullah)

Sang anak itu tidak akan berhenti sampai di situ, atau langsung pulang. Dia lalu berdoa mohon ampunan bagi kedua orang tuanya dgn mengucap: 

رَبَّنَا اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ ࣖ – ٤١

“Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat)”. (QS. Ibrahim : 41).

Atau ketika seseorang mendoakan saudara seimannya, yg telah lebih dulu mendahuluinya (meninggal duluan) dan mengucapkan: 

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِاِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْاِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا رَبَّنَآ اِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ ࣖ – ١٠

“Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara2 kami yg telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang2 yg beriman. Ya Tuhan kami, Sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang”. (QS. Al-Hasyr : 10). 

Atau ketika seseorang menutup doa ziarah kubur dgn membaca doa sapu jagat: 

رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ – ٢٠١

Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka (QS. Al-Baqarah : 201).

Pertanyaannya, Sejatinya apa yg sedang dibaca orang tsb ?

Sejatinya, ia sedang membaca sebagian dari ayat Al-Qur’an. Jika saja membaca sebagian dari Al-Qur’an itu boleh, maka logikanya, membaca Al-Qur’an secara utuh atau runut juga dibolehkan. 

Sejalan dgn hal ini, ada riwayat dari Al-Imam Abu Ali Al-Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabbah Az Za’farani rahimahullah (wafat 260 H/ 873 M Baghdad), pernah bertanya kepada Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, tentang membaca Al-Qur’an di kuburan. Imam Syafii rahimahullah mengatakan, “Tidak apa2” (lihat  kitab Ar-Ruh fil Kalami ‘alaa Arwahil Amwat wal Ahya’ bid-Dalaili minal Kitab was Sunnah, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah, I/11 & kitab Al-Qira’ah Inda Al-Qubur, h. 89).  

Imam Syafii rahimahullah, dalam kitabnya Al-Umm, juga mengatakan, “Aku menyukai seandainya dibacakan Al-Qur’an di samping kubur dan dibacakan doa untuk mayit.” 

Lebih lanjut, salah satu ulama besar dari Madzhab Syafii, yaitu Al-Imam al-Allamah Abu Zakaria Muhyuddin bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i atau Imam Nawawi rahimahullah (10 Desember 1277 M di Nawa, Suriah) dalam kitabnya Riyadhus Shalihin, mencatat pendapat Imam Syafii rahimahullah secara jelas : 

قال الشَّافِعِيُّ رَحِمهُ اللَّه وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَهُ شَيْءٌ مِنَ القُرآنِ، وَإنْ خَتَمُوا القُرآنَ عِنْدَهُ كَانَ حَسَنًا

“Disunnahkan di sisi mayit yg sudah dikuburkan itu, dibacakan sesuatu dari Al-Qur’an. Dan jikalau dapat dikhatamkan Al-Qur’an itu seluruhnya, maka hal itu adalah baik (Kitab Riyadhus Shalihin, no. 947).  

Dalam kitabnya yg lain, Imam An-Nawawi rahimahullah, menambahkan keterangan demikian :

وسئل القاضي أبو الطيب عن قراءة القرآن في المقابر فقال الثواب للقارىء ويكون الميت كالحاضر ترجى له الرحمة والبركة فيستحب قراءة القرآن في المقابر لهذا المعنى وأيضا فالدعاء عقيب القراءة أقرب إلى الاجابة والدعاء ينفع الميت

“Ketika ditanya perihal membaca Al-Qur’an di kuburan, Qadhi Abut Thayyib menjawab, ‘Pahala membaca itu kembali kepada orang yg membaca. Sedangkan mayit seperti orang hidup yg diharapkan rahmat dan keberkahan Allah untuknya. Pembacaan Al-Qur’an dianjurkan dalam rangka ini. Sedangkan doa setelah pembacaan Al-Qur’an lebih dekat pada ijabah. Doa orang hidup itu akan bermanfaat bagi si mayit”. (Kitab Raudhatuth Thalibin jilid 1, halaman 567)

Kemudian Abu ‘Abdur Rahman Salamah bin Syabib rahimahullah (wafat 247 H / 861 M di Marur Rawdz) dia berkata: “Aku datangi Ahmad bin Hanbal, aku berkata kepadanya: “Aku melihat ‘Affan membaca Al-Qur’an di kubur dgn mushaf.” Ahmad bin Hanbal berkata kepadaku: “Baca sampai Khatam lebih baik baginya.”

Bahkan Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah (wafat 26 September 1328 M di Istana, Damaskus, Suriah) mengatakan bahwa talqin (membaca doa2 talqin, beberapa ayat, tahlil) di kubur, setelah mayit dimakamkan adalah BOLEH. Itulah pendapat yg paling lurus menurutnya. Menurutnya talqin dilakukan para sahabat nabi seperti Abu Umamah, Watsilah bin al Asqa, dan lainnya Radhiyallahu Anhum.

Dalam menyikapi hal ini, memang muncul perbedaan pendapat para ulama, mengenai sampai atau tidaknya pahala membaca Al-Qur’an kepada mayit. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah dan sebagian ulama madzhab Syafii mengatakan bahwa pahalanya sampai kepada mayat yg dimaksud. 

Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab Al-Adzkar, menyarankan bagi orang yg telah membaca Al-Qur’an di samping mayit / kubur mengucapkan doa sbg berikut: 

اللَّهُـمَّ اَوْصِلْ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُهُ ِالَى فُلَانٍ

“Ya Allah, sampaikanlah pahala bacaan Al-Qur’an yg telah aku baca kepada si fulan”. (Kitab Al-Adzkar hal. 369). 

Selanjutnya, diterangkan oleh salah seorang murid terdekat Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, yaitu Imam Ahmad bin Muhammad Al-Hajjaj atau masyhur dgn nama Imam Abu Bakar Al-Marrudzi rahimahullah (wafat 275 H / 888 M) pernah mendengar gurunya berkata : 

إذا دخلتم المقابر فاقرءوا بفاتحة الكتاب والمعوذتين، وقل هو الله أحد، واجعلوا ثواب ذلك إلى أهل المقابر؛ فإنه يصل إليهم، وكانت هكذا عادة الأنصار في التردد إلى موتاهم؛ يقرءون القرآن.

“Jika kalian masuk ke kuburan, maka bacalah Surat Al-Fatihah, Al-Muawwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas), dan Al-Ikhlas. Lantas jadikanlah pahala bacaan itu untuk ahli kubur, maka hal itu akan sampai ke mereka. Dan inilah kebiasaan kaum Anshar, ketika datang ke orang2 yg telah wafat, mereka membaca Al-Qur’an (Imam Mushtafa bin Saad As-Suyuthi al-Hanbali atau Syaikh Ar Ruhaibani rahimahullah wafat 1243 H / 1827 M, kitab Mathalib Ulin Nuha fi Syarhi Ghayatu al-Muntaha, h. 935).

Keterangan diatas, juga termaktub di dalam Kitab Ihya’ ‘Ulumiddin Jilid 4, karya al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Ghozaly rahimahullah (wafat 1111 M di Thus Iran).

Dalam kitabnya Ar-Ruh, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah, juga meriwayatkan kebiasaan senada yg dilakukan oleh kaum Anshar : 

وَذَكَرَ الْخَلاَّلُ عَنِ الشُّعْبِي قَالَ كَانَتِ اْلأَنْصَارُ إِذَا مَاتَ لَهُمُ الْمَيِّتُ اِخْتَلَفُوْا إِلَى قَبْرِهِ يَقْرَءُوْنَ عِنْدَهُ الْقُرْآنَ

Ahmad bin Muhammad bin Harun bin Yazid al-Baghdadi lebih dikenal dengan Abu Bakar al-Khallal Al-Hambali atau Imam Al-Khallal rahimahullah (848 – 923 M, Bagdad, Irak) menyebutkan dari Syu’bi (Amir bin Syurahil Asy-Sya’bi) rahimahullah (wafat 104 H / 722 M Kufah), bahwa sahabat Anshar jika di antara mereka ada yg meninggal, maka mereka bergantian ke kuburnya membaca Al-Qur’an”. (Ibnu Qayyim rahimahullah, kitab Ar-Ruh: 11). 

KETIGA, riwayat wasiat Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu (610 – 693 M,  Mekkah) dan hadits terkait membaca Al-Qur’an di kuburan. 

Salah seorang sahabat bernama Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu, pernah berwasiat bahwa jika beliau dikuburkan, agar dibacakan padanya awal dan akhir surat Al-Baqarah. Hal ini, diriwayatkan oleh Imam Al-Khallal rahimahullah dan disahihkan oleh Asy-Syaikhul Islam Muwaffaquddin Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Qudamah al-Hanbali al-Almaqdisi atau Imam Ibnu Qudamah rahimahullah (wafat 7 Juli 1223 M Damaskus, Suriah), dan dihasankan oleh Imam Nawawi rahimahullah.

Penguatan keterangan tsb, Ibnu Umar Radhiyallahu Anhu, juga meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, pernah bersabda :

إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ فَلَا تَحْبِسُوهُ وَأَسْرِعُوا بِهِ إِلَى قَبْرِهِ وَلْيُقْرَأْ عِنْدَ رَأْسِهِ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ وَعِنْدَ رِجْلَيْهِ بِخَاتِمَةِ الْبَقَرَةِ فِي قَبْرِهِ 

“Jika salah seorang dari kalian meninggal dunia, maka janganlah kalian menahannya. Segeralah membawanya ke kuburan. Dan hendaknya dibacakan surat Al-Fatihah di bagian kepalanya dan akhir surat Al-Baqarah di bagian kedua kakinya, setelah di kubur”. (Termaktub dalam kitab Mu’jamul Kabir karya Abul-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Lakhmiy ath-Thabrani atau Imam Ath-Thabarani rahimahullah, wafat Kamis  28 Dzulqa’dah 360 H / 26 September 971 M di Isfahan Iran. Dan termaktub juga dalam kitab Syuabul Iman karya Abubakar Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah al-Baihaqi Asy-Syafi’i atau Imam Al-Baihaqi rahimahullah, 994 -1066 M, Naisabur, Iran).

Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhu, adalah salah satu sahabat Nabi yg dikenal sangat ketat dalam mengamalkan sunnah. Beliau pun menyunnahkan membaca Al-Qur’an bagi jenazah yg baru dimakamkan.

Memang ada ulama yg mengatakan bahwa hadits di atas lemah. Tetapi, salah satu ulama besar hadits dari kalangan Madzhab Syafi’i yaitu Al-Imam Al-Hafidh Ahmad Ibnu Hajar Al-’Asqalani Asy-Syafi’i rahimahullah (18 Februari 1372 M –  2 Februari 1449 M, Kairo, Mesir), yg mengatakan bahwa hadits di atas, sanadnya hasan (baik). 

KEEMPAT, qiyas (analogi) penancapan dahan kurma di kuburan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. 

Pernah suatu ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, mendengar dua mayit yg sedang mengalami siksa kubur. Beliau shalallahu alaihi wasallam lalu membelah sebatang dahan kurma yg masih basah menjadi dua bagian dan menancapkan setiap bagian pada dua kuburan tsb. 

Ketika ditanya mengapa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melakukan demikian, beliau shalallahu alaihi wasallam menjawab, “Mudah2an siksa mereka diringankan selama dahan itu masih basah” (HR. Imam Bukhari rahimahullah, wafat 1 September 870 M, Uzbekistan).

Imam Nawawi rahimahullah kemudian berpendapat bahwa jika dahan kurma saja bisa demikian bermanfaat, apalagi bacaan Al-Qur’an dari orang2 yg beriman. Dan bukankah Al-Qur’an itu adalah rahmat bagi orang2 beriman ? 

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْاٰنِ مَا هُوَ شِفَاۤءٌ وَّرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَۙ

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yg menjadi penawar dan rahmat bagi orang yg beriman”. (QS. Al-Isra’ : 82). 

Salah seorang ulama besar dari madzhab Maliki, yaitu Al Qadhi Abu al-Fadl ‘Iyad ibn Amr ibn Musa ibn ‘Iyad ibn Muhammad ibn ‘Abdillah ibn Musa ibn ‘Iyad al-Yahsubi al-Sabti al-Maliki atau Imam Qadhi bin ‘Iyadh rahimahullah (1083 M Spanyol – 1149 M Marrakesh, Maroko) berkata, “Para ulama menyimpulkan dari hadits tsb bahwa disukai untuk membaca Al-Qur’an kepada orang yg sudah wafat. Sebab bila siksaan bisa diringankan oleh tasbih dahan kurma yg merupakan objek belaka, dan mengingat keutamaan Al-Qur’an, maka membacakannya kepada yg sudah wafat (lebih) disukai.”  

Kesimpulan

Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah (715 – 778 M, Basra Irak) menasihati: “Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau mencegahnya.”

Melalui penjelasan di atas, jelas dan gamblang bahwa membaca Al-Qur’an di kuburan adalah hal yg dianjurkan, bukan hal yg dilarang. Wallahu A’lam

Semoga bermanfaat

Written from various sources by Al-Faqir Ahmad Zaini Alawi Khodim Jama’ah Sarinyala Kabupaten Gresik

CHANNEL YOUTUBE SARINYALA

https://youtube.com/channel/UC5jCIZMsF9utJpRVjXRiFlg

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *