Oleh: Nurmalasari (ahasiswa aktif di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta
Indonesia terkenal karena keanekaragaman suku bangsa yang beragam dan menciptakan berbagai pola budaya yang berbeda, yang menjadi bagian dari identitas masing-masing kelompok. Oleh karena itu, kebhinekaan di Indonesia mencakup berbagai aspek seperti cara pandang, adat istiadat, nilai-nilai budaya, etika, dan sistem kepercayaan, serta banyak perbedaan yang membentuk identitas setiap kelompok masyarakat. Salah satu keunikan Indonesia adalah terdapatnya berbagai suku. Menurut data Badan Pusat Statistik dengan nomor data SP2010, jumlah suku di Indonesia mencapai 1331 kategori suku. Suku-suku tersebut tersebar dari Sabang hingga Merauke, masing-masing memiliki ciri khas identitas mereka sendiri. Dalam diskusi tentang identitas, salah satu suku asli di Banten, yaitu Suku Baduy, menjadi fokus.
Suku Baduy adalah kelompok masyarakat adat Sunda yang tinggal dan berdomisili di Provinsi Banten, khususnya Kabupaten Lebak, Kecamatan Lauwidamar, dan Desa Kanekes. Masyarakat Baduy di Desa Kanekes tidak tercampur dengan suku lain. Sehari-hari, mereka berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda, termasuk dialek Sunda Banten. Namun, beberapa orang dari Suku Baduy, yang dikenal sebagai “Baduy Luar”, bisa menggunakan bahasa Indonesia saat berkomunikasi dengan orang asing. Sebelumnya, seluruh masyarakat Baduy disebut Suku Baduy Dalam. Namun seiring berjalannya waktu, Suku Baduy dibagi menjadi dua kelompok: Suku Baduy Luar dan Suku Baduy Dalam. Suku Baduy Luar adalah mereka yang telah meninggalkan adat dan wilayah Baduy melalui proses modernisasi adat istiadat. Di sisi lain, Suku Baduy Dalam adalah mereka yang masih mempertahankan adat istiadat lokal.
Menurut penelitian Khomsan & Wigna, pertanian adalah aspek penting dalam kehidupan masyarakat Baduy. Secara umum, Suku Baduy memanfaatkan sumber daya alam untuk berkebun, menenun, dan berdagang. Beberapa anggota Suku Baduy juga bekerja sebagai guru, pekerja, dan ibu rumah tangga. Namun Suku Baduy Dalam yang masih memegang teguh adat istiadat, menolak perilaku dan gaya hidup modern. Mereka sangat bergantung pada sumber daya alam lingkungan mereka. Fenomena yang sering terjadi adalah Suku Baduy Luar yang menjual hasil seperti panen buah-buahan, madu, coklat, pisang, dan lainnya, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Hal ini terjadi karena hukum adat yang mengatur masyarakat Baduy Dalam sudah mulai lemah dan terbuka. Suku Baduy Luar telah terbuka terhadap modernisasi dan telah mengadopsi pola kehidupan masyarakat Non Baduy dalam kehidupan sehari-hari mereka, sambil tetap mempertahankan ciri khas suku mereka
Keterikatan yang erat antara manusia dan alam sangat jelas ditunjukkan oleh bagaimana masyarakat Baduy memahami dan berinteraksi dengan lingkungan mereka. Bagi masyarakat Baduy, hutan dan kekayaan di dalamnya dianggap sebagai hadiah dari Tuhan yang Maha Kuasa. Hutan memiliki fungsi utama untuk menjaga keseimbangan ekosistem bumi dan melindungi lingkungan. Pengelolaan hutan berarti pemanfaatan fungsi hutan. Pemanfaatan ini
telah dilakukan sejak manusia memerlukan kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam konteks masyarakat Baduy, mereka adalah kelompok masyarakat yang diakui secara luas karena keberhasilan mereka dalam menjaga kelestarian hutan
Suku Baduy memiliki identitas yang menonjol dengan pola keunikan budaya dan tradisi mereka. Secara nyata, Suku Baduy adalah suku yang tidak ingin dipengaruhi oleh budaya asing untuk mempertahankan tradisi yang telah menjadi bagian integral dari kehidupan mereka. Oleh karena itu, dalam kehidupan mereka, mereka diam-diam terikat pada aturan adat yang tradisional dan jauh dari konsep modernisasi. Aturan adat ini tampaknya membatasi pertumbuhan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat Baduy. Namun, dari sisi lain, hukum adat yang tampak mengekang ini, menjadi tujuan hidup mereka dan menjadi dasar ajaran yang benar bagi kelangsungan hidup mereka. Tradisi ini kemudian menempatkan masyarakat Suku Baduy dalam predikat di tengah arus globalisasi dan modernisasi. Tantangan terbesar muncul ketika ada diskusi populer yang menyatakan bahwa globalisasi dan modernisasi semakin menggerus budaya lokal yang dimiliki oleh suatu suku bangsa. Bagian ini akan membahas lebih lanjut tentang posisi dan respon masyarakat Baduy terhadap tantangan tersebut
Perkembangan global atau sering disebut globalisasi adalah proses yang mengikuti tren perubahan global. Globalisasi mencakup proses atau aktivitas yang memiliki pengaruh luas dan melibatkan individu yang beragam tetapi memiliki kebutuhan yang sama. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, yang saling terkait dengan derasnya globalisasi, adalah dua proses yang saling terkait satu sama lain. Negara-negara maju biasanya menjadi aktor utama dalam proses globalisasi, dan dalam praktiknya, mereka berusaha mengekspor budaya mereka menjadi budaya global.
Hubungan modernisasi dan globalisasi merupakan dampak dan pengaruh langsung dari proses perubahan sosial. Modernisasi terjadi sebagai respon terhadap globalisasi yang semakin kuat dan pada akhirnya membawa perubahan di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan situasi ini, negara dan masyarakat harus memiliki mekanisme filter sebelum beradaptasi dengan nilai-nilai budaya yang masuk melalui globalisasi. Beberapa dampak destruktif yang muncul dari penerimaan globalisasi dan modernisasi tanpa modera adalah peningkatan kasus kriminalitas, peningkatan konflik sosial, dan penurunan kecintaa pada Kebudayaan sendiri. Dengan adanya risiko konflik dan masalah yang muncul dari globalisasi, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan perlindungan diri individu dan terhadap masyarakat derasnya globalisasi. Dalam konteks masyarakat Baduy, mereka telah mempraktekkan kearifan lokal dengan tekun dan berpegang teguh pada nilai-nilai mereka. Beberapa penelitian menyetujui bahwa kearifan lokal memiliki peran penting dan dapat menjadi barisan pertahanan utama untuk melindungi masyarakat dan generasi muda dari pengaruh radikal negatif dari globalisasi
Suku Baduy Luar telah berhasil menyesuaikan diri untuk menerima globalisasi. Meski begitu, mereka tetap melestarikan kearifan lokal dan adat istiadat, terutama dalam menjaga lingkungan karena prinsip tersebut adalah ciri khas Suku Baduy. Pandangan masyarakat Suku Baduy
terhadap kearifan lokal mencakup alam semesta, kesederhanaan, dan toleransi terhadap lingkungan sekitar. Prinsip ini memungkinkan Suku Baduy untuk bertahan hidup berdampingan secara harmonis. Tantangan yang dihadapi masyarakat Suku Baduy adalah globalisasi yang membawa arus modernisasi
Kearifan lokal dan adat istiadat Suku Baduy menghadapi ancaman arus modernisasi. Namun karena prinsip yang kuat, Suku Baduy dapat terus melestarikan kearifan lokal dan mempertahankan adat istiadat mereka. Misalnya saja, bagi Masyarakat Suku Baduy, hutan merupakan bagian integral dari kehidupan mereka. Suku Baduy membagi fungsi hutan menjadi tiga: hutan titipan (leuweung titipan), hutan tutupan (leuweung tutupan), dan hutan garapan (leuweung garapan). Hutan titipan adalah hutan yang tidak boleh diganggu. Hutan adalah kawasan yang diperuntukkan untuk organisasi. Hutan garapan adalah kawasan yang dapat dimanfaatkan. Berdasarkan fungsi-fungsi yang berbeda di setiap kawasan hutan tersebut, Masyarakat Suku Baduy tidak sembarang dalam menebang pohon dan mengambil mengomel untuk dijadikan bahan bakar. Arus modernisasi tidak mengganggu prinsip Masyarakat Suku Baduy karena pola kehidupan yang telah terbentuk untuk menjaga alam.
KESIMPULAN
Arus modernisasi dan globalisasi secara umum dikenal memiliki pengaruh destruktif terhadap kehancuran budaya dan nilai-nilai tradisional suku bangsa. Studi ini juga menemukan bahwa arus-arus tersebut memberikan dampak terhadap kehidupan Masyarakat Suku Baduy. Adanya perbedaan respon masyarakat Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar terhadap arus modernisasi dan globalisasi. Masyarakat Suku Baduy Dalam menutup dan mengisolasi diri dari modernisasi. Sedangkan masyarakat Suku Baduy Luar membuka diri terhadap perkembangan dunia modern dengan proses adaptasi pola hidup tanpa menghilangkan prinsip hidup mereka untuk menjaga alam. Meski terbagi menjadi dua kelompok, Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar, dalam hal mata pencaharian, kelompok tersebut masih bergantung pada sumber daya alam di sekitar. Walaupun Suku Baduy Luar sudah lebih modern, namun mereka tetap berkomitmen untuk tetap memegang hukum adat dalam menjaga lingkungan sekitar. Bagi masyarakat Baduy, kearifan lokal dan sikap-sikap ini merupakan ekspresi hubungan manusia dengan alam tempat tinggalnya
REFERENSI
Nurfalah, Lisa et al. (2023). Adaptasi Masyarakat suku baduy luar terhadap global berbasis kearifan local. Journal of Socio-Cultural Sustainability and Resilience. https://www.researchgate.net/publication/374424213_Adaptasi_masyarakat_suku_baduy_l uar_terhadap_perkembangan_global_berbasis_kearifan_lokal
Asyari, H., Sripullah, dan Irwan, R. (2017). Pendidikan dalam danangan Masyarakat badui Dalam. bahasa Indonesia Jurnal dari Pendidikan Riset 2(1). https://doi.org/10.30631/ijer.v2i1.25
Bahrudin, B.,& Zurohm, A.(2021). Dinamika kebudayaan Suku Badui dalam Menghadap Saya Perkembangan Global di Desa Kanekes Kecamatan Leuwi damar Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Jurnal Kewarganegaraan & Sosial Studi 5 (1): 31 – 47 https://doi.org/10.31980/civicos.v5i1.795
Khomsan A., & Wigna, W.(2009). Sosio-Budaya PanganSuku Baduy. Jurnal Gizi dan Pangan
4 (2). https://doi.org/10.25182/jgp.2009.4.2.63- 71
No responses yet