Kajian Ontologi dan Kosmologi : Analisis Manuskrip Martabat Tujuh Shaykh Muhyi Pamijahan

Oleh : KH. Ali m. Abdillah (Dosen Pascasarjana UNUSIA Jakarta)

Penelitian ini mengkaji manuskrip karya Shaykh Abdul Muhyi Pamijahan yang berjudul Martabat Kang Pipitu. Naskhah Martabat Tujuh ini ditulis dengan huruf pegon (Arab Jawi) menggunakan Bahasa Jawa baru pesisir. Ada tiga naskah Martabat Tujuh:
1. Naskah dari Garut yang telah diteliti oleh Edi S. Ekadjati dkk;
2. Naskah yang disimpan di Leiden Belanda dengan nomor katalog cod. or 7527,
3. Naskah dengan nomor Katalog cod. Or 7705,
Namun naskah nomor cod. or. 7465 belum ditemukan.

Kajian ini menemukan kesimpulan bahwa kajian Ontologi dan Kosmolgi dalam Martabat Tujuh Shaykh Abdul Muhyi Pamijahan, murid Shaykh Abdul Rauf al-Singkili bercorak Ash’ariyah yaitu menerima tanzih dan menolak tashbih, sebab Shaykh Abdul Muhyi tetap memilah wujud qadim dan wujud huduth, antara hamba dan Tuhan sesuai pemahaman Shaykh Abdul Rauf al-Singkili.

A. Biografi Singkat

Shaykh Abdul Muhyi Pamijahan lahir di Mataram Lombok tahun 1071 H/1650 M dan wafat di Pamijahan Jawa Barat tahun 1151 H/1730. Shaykh Muhyi pertama kali belajar ilmu Agama Islam dengan bapaknya sendiri yaitu Sembah Lebe Warta Kusumah. Kemudian Shaykh Muhyi belajar dengan para ulama di Ampel terus dilanjutkan belajar di Aceh dengan Shaykh Abd al-Rauf al-Sinkili selama 6 sampai 7 tahun sekitar tahun (1090-1096 H /1669-1675 M). Setelah itu, Shaykh Muhyi belajar ke Baghdad lalu ke Mekkah.

Shaykh Muhyi hidup pada zaman Bupati Sukapura (Tasikmalaya) ke-3 sebagaimana dijelaskan dalam naskah Sadjarah Soekapoera, bahwa Bupati Sukapura ke-3 yaitu Wiradadaha III yang berkuasa pada tahun 1674-1723 M sejak kecil ia belajar agama Islam dengan Kyai Haji Abdul Muhyi. Shaykh Muhyi juga hidup pada zaman Pakubuwana II dan pernah diberikan tanah perdikan sebagai hadiah.

Dalam kitab Istiqlal Thariqah Qadariyah Naqsabandiyah yang ditulis oleh murid Shaykh Muhyi menjelaskan ajaran dan tata cara praktek aliran tarekat terutama tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Selain itu, kitab tersebut berisi urutan silsilah Shaykh Muhyi dari enam garis keturunan yaitu:

Garis keturunan Rasulullah SAW
Garis keturunan Ratu Galuh
Garis Keturunan Jaka Tingkir
Garis Keturunan Shaykh Muhyi
Garis keturunan Prabu Brawijaya Majaphit Panjalu
Garis hubungan kekekrabatan antara Pamijahan-Sukapura.

B. Tarekat Shaykh Muhyi Pamijahan

Dalam naskah Shaykh Muhyi mengikuti beberapa tarekat:
1. Tarekat Shattariyah
2. Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah
3. Tarekat Asrariyah
4. Tarekat Aqrabiyah
5. Tarekat Anfasiyah
6. Tarekat Akmaliyah
7. Tarekat Muhammadiyah

Dalam naskah Shaykh Muhyi diterangkan bahwa Imam Sanusi yang memberi ijazah tarekat Shattariyah, sedangkan Shaykh Abd al-Rauf memberikan ijazah Qadiriyah Naqsabandiyah. Namun nama Imam Sanusi tidak masuk dalam silsilah tarekat Shattariyah, bisa jadi yang memegang kemursyidan kedua tarekat Shaykh Abd al-Rauf al-Sinkili.

c. Manuskrip Ajaran Shaykh Muhyi

1. Kitab Istiqlal Thariqah Qadariyah Naqsabandiyah

Kitab ini hasil terjemahan dari Bahasa Jawa ke dalam Bahasa sunda yang berasal dari Shaykh Muhyi. Manuskrip aslinya sudah hancur. Isi naskah berupa ajaran dan tatacara dan praktek tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. (Sumber: Tesis Wiwi Siti Sajaroh, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta)

2. Ajaran Shaykh Muhyi dalam Naskah Kyai Haji Muhyidin (anaknya). Manuskrip ini berasal dari Garut dan sudah diteliti oleh Edi S. Ekadjati dkk.

– Hal 1-3 : – Tujuh ruh manusia: roh hidayat, ruh nurani, ruh robani, ruh idhofi, ruh rahmani, ruh ruhani, ruh jasmani. – Doa Nurbuwat
– Hal 4-11: niat puasa, doa, adab murid terhadap guru, 8 macam kafir
– Hal 12-66 : Martabat Tujuh dan asal mula shalat 5 waktu
– Hal 67-70 : Dua doa
– Hal 71-81 : Fiqih talaq, waris, doa sakaratul maut

3. Manuskrip Shaykh Muhyi Pamijahan tersimpan di Leiden koleksi Snouck Hurgronje ada tiga, namun yang satu belum ditemukan.

a. Manuskrip Kode Cod. Or 77.05. isi manuskrip seabagai berikut:
– Hal 1-3: Martabat Pipitu
– Hal 4-5: Ahli syariat, ahli thariqoh, ahli hakikat,
– Hal 6-7 : Sifat Ma’ani, Nafas, anfas, tanafas, nufus
– Hal 8 : Rahasia al-Fatihah, Macam ruh
– Hal 12: man ‘arafa nafsaha
– Hal 14: Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah
– Hal 20 : 7 lataif
– Hal 22-24: Zikir tarekat qadiriyah dan naqsabandiyah
– Hal 26: Ismullah, pembagian jasad

b. Manuskrip Kode Cod. Or 75.27. isi manuskrip sebagai berikut:

Hal 2: Jagat uwung awang, 10 wujud
Hal 10: Raahasia lailaha illallah, tiga alam qadim
Hal 36: Tajalli
Hal 52: 4 anasir
Hal 56 : Syariat dan hakikat
Hal 62: Hukum Islam
Hal 86: Jenis kalam

c. Manuskrip Kode cor. 74.65 (belum ditemukan)

Penegasan Shaykh Muhyi terkait wujud qadim dan huduts
“Sungguhnya martabat ahadiyah, wahdah, wahidiyah itu qadim dan disebut sebagai martabat wujudu-llah mutlak. Sedangkan ‘alam arwah, alam mithal, ‘alam ajsam dan ‘alam insan kamil adalah muhdath (baru), maka itulah martabat manusia.

Itulah perbedaan hamba yang muhdath dan Tuhan yang qadim, sebab tidak ada yang qadim menjadi muhdath dan tidak ada yang muhdath menjadi qadim, Karena itu, kita harus mengetahui perbedaan antara Tuhan dengan hamba, supaya kita tidak mengaku bahwa hamba sama dengan Tuhan dan Tuhan sama dengan hamba.

Jangan mengaku kita terjadi dari wujud Tuhan, jangan mengaku kita wujud Tuhan, jangan mengaku kita kelak ketika meninggal menjadi Tuhan, dan jangan mengaku hidup kita juga disebut Tuhan dan jangan mengaku bahwa Tuhan yang menciptakan dunia ini dua atau tiga. Jika demikian maka kita menjdi kafir bi-llah sesuai pendapat empat madzhab. “

Kesimpulan
Bahwa pendapat Shaykh Muhyi terkait sistem Ontologi dan Kosmolgi Martabat Tujuh bercorak Ash’ariyah yaitu menerima tanzih dan menolak tashbih, kerana Shaykh Abdul Muhyi tetap memilah wujud qadim dan wujud huduth, antara hamba dan Tuhan sesuai pendapat gurunya Shaykh Abdul Rauf al-Singkili.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *