Khouf itu perkara yang mudah, karena pada dasarnya manusia itu sering melihat dirinya kepepet. Masalahnya, khouf kita ke siapa.
Kalo kita khouf (takut) pada bapak, otomatis kita berharap kebaikan bapak. Kalo takut sama istri, tentu kita berharap istri baik pada kita. Nah, kalo kita takut pada Gusti Allah, otomatis kita bakal berharap kebaikan hanya pada Gusti Allah.
Agar bisa khouf, kita kudu punya ilmu. Mau ndeketi boss, kudu tau kebiasaannya. Mau ndeketi cewek, kudu ngerti yg disuka dan yang dibenci. Maka biar takut pada Gusti Allah, kudu paham ilmu tentang Gusti Allah.
Selain itu, kita perlu mencontoh para orang-orang sholeh bagaimana khouf dan roja’ mereka pada Gusti Allah. Orang-orang sholeh (para nabi, sahabat dan ulama arif) adalah paling sempurnanya orang yg takut pada Gusti Allah.
Para orang sholeh tersebut, selain punya ilmu, juga punya amal sholeh sebagai bukti ketakutan mereka pada Gusti Allah. Mereka sanggup menyeimbangkan antara khouf, hub dan roja’. Sehingga menjadikan akhlaq mereka sempurna.
Kanjeng Nabi Ibrohim punya qolbu yang jika merintih ketakutan ketika sholat, bisa terdengar hingga ratusan mil jauhnya. Kanjeng Nabi Daud pernah sujud minta ampun pada Gusti Allah hingga 40 hari tidak bangun-bangun, hingga tempat sujudnya tumbuh rumput karena disiram air matanya. Kanjeng Nabi Muhammad SAW selalu sholat minta ampun tiap malam hingga kakinya bengkak.
Walau mereka ma’shum, tetap punya takut karena itulah yg membuat akhlaq mereka terpuji dan cocok jadi teladan bagi semua. Mereka selain punya takut pada Gusti Allah karena ilmunya, juga beramal sebagai tumpuan harapan mereka. Kalau sudah beramal, barulah kita bisa husnudzon dan tawakal pada Gusti Allah biar bisa beramal sholeh lagi yg lain.
Ada cerita dari Imam Ghozali yang menunjukkan tentang bagaimana pentingnya memiliki khouf dan roja’.
Alkisah, dipanggilah dua penghuni neraka menghadap Gusti Allah ke surga. Sebut saja Sarip dan Paidi. Keduanya ketika di dunia bukan ahli ibadah.
Gusti Allah bertanya pada Sarip, “Enak di neraka?”
“Ya nggak enak, Gusti. Menyesal saya dulu tidak melaksanakan segala perintah-Mu,” jawab Sarip.
“Ya sudah, kembali ke neraka!” perintah Gusti Allah pada Sarip. Seketika Sarip dengan semangat lari ke arah neraka.
Gusti Allah menghentikan larinya dan bertanya, “Kenapa kamu lari, Sarip?”
“Kapok, Duh Gusti. Dulu saya tidak segera melaksanakan perintah-Mu di dunia. Sekarang, mumpung Engkau memberi perintah, saya segerakan aja perintah njenengan,” begitu jawab Sarip.
“Aku suka mengampuni hamba-Ku. Kalo begitu kamu masuk saja di surga!” Perintah Gusti Allah. Sarip pun masuk surga karena punya khouf dan roja’.
Lalu Gusti Allah memanggil Paidi, “Enak di neraka, Paidi?” Tanya Allah.
“Ya nggak enak, Gusti,” Jawab Paidi.
“Karena dosamu di dunia, sekarang kembalilah ke neraka lagi!” Perintah Gusti Allah. Seketika Paidi berbalik, sambil nglentruk, lesu, jalan gontai pelanpelan ke arah neraka.
Lalu Gusti Allah menghentikan jalannya dan bertanya, “Kenapa jalanmu begitu?”
“Duh Gusti, saya tadi dipanggil dari neraka ke surga, saya berprasangka baik dan berharap bakal Engkau ampuni. Ternyata Engkau belum mengampuni saya, malah disuruh balik lagi. Saya jadi takut dosa saya memang tidak terampuni,” Kata Paidi.
“Aku tidak suka mengecewakan hamba-Ku. Kalo begitu, tinggallah kamu di sini, di surga!” Perintah Gusti Allah. Maka tinggallah Paidi di surga karena punya roja’ dan khouf.
Maka, penting kita selalu memelihara rasa takut dan harapan pada Gusti Allah. Semoga Gusti Allah membaguskan akhlaq kita dan selalu mencurahkan rahmat pada kita. Aamiin.
Roja’
Roja’ itu beda sama tamanni (berkhayal). Roja’ itu berharap keselamatan melalui amal sholeh. Takut siksa Gusti Allah, maka dia berharap ridho-Nya melalui sedekah, sholat, puasa dan lain-lain.
Kalo tamanni itu semua yang jurusannya amal buruk. Berharap surga tapi cuma bengong. Atau melakukan kejahatan seperti memaki, memusuhi orang, mencuri, sambil mengangkat nama Gusti Allah dan berharap itu semua berbuah surga. Nyatanya semua itu bodong. Gak ada dasarnya, cuma tipuan pikirannya aja.
Seperti halnya kita berharap sawah kita menghasilkan beras bagus, kita melakukan usaha dengan membajak, menabur benih hingga memanen dgn penuh perhatian. Maka ini roja’. Kalo berharap hasil dari sawah bagus tapi cuma bengong di pinggir sawah atau ngawur cara merawatnya, harapan kosong namanya. Maka ini tamanni.
Tentang tamanni, ada anekdot tentang itu.
Sarip ini seorang suami yang maunya sih hemat tapi malah jadi pelit. Saking pelitnya sampai perhitungannya sama duit suka ngawur.
Satu hari, istrinya minta duit buat belanja. Sarip pun ngasih duit ke istrinya, “Ini Mah, ada uang 100 ribu, dicukupin lah buat seminggu, diawet-awetin, jangan boros2, syukur2 bisa buat sebulan,”
“Iya Pah, duit segini sih buat setahun juga bisa,” Jawab istrinya.
“Duuh Papah beruntung banget ya punya istri Mamah, udah baik, cantik, hemat lagi! Dibelikan apa tuh Mah, uang 100 ribu bisa awet buat setahun?” Sarip berbinar.
“Dibeliin kalender sekontainer, Pah,” Jawab istrinya ketus.
No responses yet