-
Upaya Sintesis Teori-Teori Demokrasi Kontemporer
Critical review ini fokus pada buku Joseph Schumpeter yang berjudul Capitalism, Socialism, and Democracy (1942). Buku setebal 460 halaman yang ditulis oleh Guru Besar Harvard University ini menawarkan analisa teoritis baru terkait dengan demokrasi. Dengan kerangka berpikir Marxian, Schumpeter menawarkan pemikiran tentang “demokrasi minimalis”. Gagasan yang menjadi kritik penting bagi praktik demokrasi di beberapa negara modern.
Guna memudahkan penyajian, tulisan critical review ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, pendahuluan yang berisi uraian isi buku. Kedua, penilaian isi, khususnya dalam kaitannya dengan telaah teoritis demokrasi. Ketiga, kesimpulan dan kritik.
Pemaparan Isi Buku
Buku Schumpeter terdiri dari lima bagian. Bagian pertama mengulas pemikiran Karl Marx (the marxian doctrine). Di antaranya adalah Marx sebagai sosiolog dan ekonom.
Bagian kedua memaparkan keberadaan sistem kapitalisme. Baik cara kerja ataupun keterbatasannya. Di bagian ini, sumbangan penting Schumpeter adalah dengan menawarkan konsep creative destruction dan monopolistic practices.
Bagian ketiga menjelaskan cara kerja sosialisme.
Tiga bagian awal ini merupakan titik pijak untuk sampai pada inti buku ini, yakni menyandingkan sosialisme dan demokrasi.
Di bagian keempat, Schumpeter mengulas kemungkinan jalinan erat sosialisme dan demokrasi. Sedangkan bagian terakhir adalah pemaparan tentang peta dinamika sejarah partai sosialis demokrat.
Sebelum sampai pada upaya penjelasan ini, Schumpeter berusaha memberikan pemahaman yang lebih empiris terhadap demokrasi. Upaya ini merupakan kritik terhadap teori demokrasi klasik. Dimana demokrasi dipahami dengan makna yang luas dan idealis. Yakni pemerintahan yang melibatkan partisipasi masyarakat luas. Menjunjung nilai kebebasan dan kesetaraan.
Cara pandang ini, bagi Schumpeter terlalu spekulasif, berlebihan, dan hanya berupa kesukaan normatif yang semena-mena. Karena itu, Schumpeter berusaha menjelaskan bagaimana demokrasi yang sebenarrnya bekerja. Dia ingin membuat teori yang lebih sesuai dengan kenyataan dibandingkan dengan model-model yang telah ada.
Bagi Schumpeter, demokrasi diartikan sebagai metode politik. Yaitu suatu susunan institusional untuk sampai pada keputusan-keputusan politik. Bentuk nyatanya adalah terselenggaranya pemilu dan terbentuknya struktur legislatif dan eksekutif. Karena itu, kehidupan demokrasi adalah pergolakan antara pemimpin-pemimpin politik. Mereka bersaing melalui partai-partai politik untuk mendapatkan mandat sebagai penguasa.
Demokrasi kurang tepat jika dipahami sebagai satu bentuk kehidupan yang ditandai dengan janji-janji kesetaraan dan keadaan yang terbaik untuk kemajuan manusia yang partisipatif. Takdir warga negara demokrastis adalah hak secara periodik untuk memilih dan mempercayakan pemerintah untuk bertindak mewakili mereka. Demokrasi bisa berfungsi sebagai beragam tujuan, misalnya perjuangan menuju keadilan sosial. Tapi, kata Schumpeter, penting untuk tidak mencampuradukan tujuan-tujuan ini dengan demokrasi itu sendiri. Karena itu, kondisi yang mengitari demokrasi minimalis di atas harus menjadi perhatian.
Terkait hal ini, Schumpeter menjelaskan lima kondisi untuk memperbaiki demokrasi.
Pertama, kecakapan para politisi haruslah tinggi.
Kedua, kompetisi antar pemimpin dan partai harus berada dalam suatu jangkauan yang relatif terbatas dari pertanyaan-pertanyaan politik. Persaingan ini harus diikat oleh konsensus tentang arah keseluruhan dari kebijakan nasional. Yakni dalam rangka menyusun suatu program parlementer yang masuk akal dan tentang perkara-perkara konstitusional umum.
Ketiga, adanya satu birokrasi independen yang terlatih yang memiliki “reputasi dan tradisi yang bagus”. Birokrasi ini untuk membantu para politisi dalam semua aspek perumusan dan administrasi kebijakan.
Keempat, harus ada kontrol diri yang demokratis. Dalam artian ada kesepakatan yang luas tentang tidak baiknya, misalnya, pemilih dan politisi mencampuradukkan peran masing-masing. Juga semisal adanya kritik yang berlebihan terhadap pemerintah di semua isu.
Kelima, harus ada satu kultur yang mampu toleran terhadap perbedaan pendapat.
Lebih lanjut, perdebatan seputar demokrasi biasanya selalu dikaitkan dengan permasalahan sosialisme dan kapitalisme. Dalam diskursus ini, masalah klasik yang sampai sekarang masih diperdebatkan adalah; apakah demokrasi, sebagai sebuah sistem politik, lebih mungkin hidup dalam sistem ekonomi kapitalisme liberal, atau justru dalam sistem ekonomi sosialis. Schumpeter membahas kecenderungan perkembangan sistem ekonomi dari sistem kapitalis kepada sosialisme. Dipertegas lagi dengan membahas keterkaitan antara demokrasi dengan masing-masing sistem tersebut.
Schumpeter sampai pada kesimpulan bahwa ternyata, pada akhirnya, kapitalisme dalam waktu jangka panjang, tidak bisa lagi dipertahankan.Keruntuhan kapitalisme ini, menurutnya, bukan saja disebabkan karena adanya faktor luar, melainkan akan runtuh oleh sebab-sebab internal. Schumpeter berpendapat bahwa disukai atau tidak, pada masa yang akan datang, sosialisme tak bisa lagi dielakkan.
Pertanyaan selanjutnya adalah: apakah dalam sistem sosialisme masih dimungkinkan adanya demokrasi? Di sinilah kemudian dia berpendapat bahwa demokrasi secara menyeluruh bisa berjalan bersama-sama dengan sistem sosialis. Ia mempertegas pendapat bahwa demokrasi bukan saja bisa diterapkan dalam sosialisme, bahkan demokrasi yang sejati meliputi aspek ekonomi dan politik hanya dapat diwujudkan dalam sosialisme yang menghendaki aspek kesetaraan.
Penilaian Sumbangan Isi Buku
Dari pemaparan di atas, setidaknya ada tiga tanggapan yang bisa diajukan.
Pertama, gagasan demokrasi minimalis yang diusahakan oleh Schumpeter merupakan sumbangan penting bagi kajian demokrasi. Schumpeter berani melakukan kritik kepada teori klasik demokrasi yang sudah ada. Dimana demokrasi dipahami secara luas dan normatif. Padahal, dalam kenyataannya, demokrasi yang telah banyak dipraktikkan tidak lain adalah persaingan elit politik semata. Rakyat hanya menjadi pemilih lima tahun sekali. Namun demikian, pemilihan umum ini tetap penting untuk menghindarkan masyarakat dari rezim otoriter dan tiran.
Kedua, gagasan demokrasi minimalis ini, lantas dilengkapi oleh Schumpeter dengan ulasannya tentang lima kondisi yang harus dibangun untuk menjamin demokrasi yang berdampak pada kesejahteraan rakyat. Mulai dari kualitas para politisi, konsensus perundang-undangan, birokrasi yang efektif dan efisien, hingga budaya toleran terhadap keragaman pendapat. Bagi Schumpeter, dengan selesainya pemilu, maka tugas demokrasi telah usai. Tahapan selanjutnya adalah bagaimana kondisi-kondisi di sekitar demokrasi tersebut mampu mendukung upaya perwujudan kesejahteraan masyarakat.
Ketiga, terkait dengan poin kedua di atas, maka nilai-nilai-nilai sosialisme yang mengutamakan kesetaraan dan pemerataan sangat kompatible dengan demokrasi yang berkualitas. Karena itu, di bagian akhir, Schumpeter memberi sketsa dinamika partai politik sosial demokrat. Partai politik sangatlah peting sebagai jalan konstitusional untuk menyandingkan nilai-nilai sosialisme. Hal ini berbeda dengan kapitalisme yang lebih menekankan nilai-nilai liberalisme. Dimana demokrasi akan berujung pada persaingan elit sebagaimana telah terjadi di pasar bebas.
Kritik terhadap Isi Buku
Dari uraian isi buku dan penilaian di atas, setidaknya ada dua kritik yang dapat diketengahkan. Pertama, gagasan Schumpeter ini ditulis di tengah konteks akhir Perang Dunia II. Dimana persaingan ideologi kapitalisme dan sosialisme belum berujung pada titik akhir bubarnya negara-negara sosialis. Karena itu, Schumpeter juga terjebak pada kesimpulan normatif. Dalam artian, realitanya negara yang berideologi sosialisme gagal menyandingkannya dengan demokrasi.
Demokrasi di negara sosialis berujung pada rezim otoriter. Semisal Uni Soviet dan Korea Utara.
Kedua, dalam perkembangannya, kini ideologi kapitalisme dan liberalisme juga telah banyak menyerap gagasan-gagasan sosialisme untuk memperbaiki diri. Sebagai misal, di negara yang menerapkan demokrasi liberal, jaminan sosial dikelola dengan baik dan profesional. Mulai dari jaminan kesehatan, pendidikan, dan jaminan hari tua. Pajak yang diambil dari orang-orang kaya (kapitalis) dapat dikelola untuk masyarakat luas. Karena itu, dalam banyak negara, demokrasi liberal masih banyak diterapkan.
No responses yet