Diriwayatkan oleh Imam Tirimdzi dari Sayyidina Nu’man bin Basyir RA
ألستم في طعام وشراب ما شئتم، لقد رأيتم نبيكم صلى الله عليه وسلم وما يجد من الدقل ما يملأ بطنه
“Kok enak banget kalian makan dan minum seenak perut kalian ! Padahal kalian tau sendiri kehidupan Nabi kalian SAW. Beliau bahkan sering kali tidak menemukan kurma yang jelek sekalipun untuk mengganjal perutnya”
Kalau kelas hamba numpang hidup, mungkin tidak terasa dengan sentilan Sayyidina Nu’man tersebut. Tapi bagi ulama yang peka perasaannya, tentu ini bukan hanya sentilan, tapi sudah tempelengan yang keras banget. Karena mereka mengerti betul bagaimana kehidupan Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Makanya, para ulama zahid itu punya ciri malu dalam hal makan. Suka makan enak dan kenyang itu seakan tidak punya adab pada Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang sering perutnya kosong. Sehingga mereka tidak pernah makan kenyang dan tidak pernah pilih-pilih makanan.
Seperti Mbah Kyai Hasani Sidogiri yang merupakan ulama kharismatik di zamannya, makanannya sehari-hari cuma nasi putih, kecap, dan kerupuk. “Hanya dengan nasi putih, kecap, dan kerupuk rasanya sudah sangat nikmat sekali. Saya heran dengan orang-orang sekarang yang dicari hanya kenikmatan perut dan di bawah perut,” dawuh beliau.
Mbah Yai Sahal Kajen menurut informasi juga makan ala kadarnya di rumah beliau. Lauknya cuma sayuran biasa dengan lauk yang biasa layaknya seorang santri.
Gus Dur pun begitu. Beliau makan apapun yang disuguhkan di depan meja, walaupun sebenernya tidak enak banget atau bukan kesukaannya. Demi untuk menghargai makanan.
Karena mereka punya rasa malu yang luar biasa itulah mereka zuhud. Dengan rasa malu, mereka menjaga pandangan dan menjaga angan-angan.
Anekdot Pakaian Koteka Papua
Orang-orang sholeh zaman dulu ketika menjabat sebagai pemimpin umatnya, selalu punya prinsip untuk merasakan penderitaan orang lain. Tidak heran, walau mereka jadi pejabat, tapi tiap hari memakai pakaian berbahan kasar dan terlihat usang meniru rakyatnya yang miskin. Seperti yang dikisahkan Imam Ghozali tentang latihan zuhud masalah pakaian kemarin-kemarin itu.
Tapi kalau prinsip memimpin ala orang sholeh itu diterapkan oleh 100% Presiden Indonesia, kayaknya susah. Soalnya di beberapa suku di Indonesia, masih banyak orang berkoteka atau cuma pake kancut dari daun. Lha mosok Presiden harus pakai koteka atau telanjang kemana-mana?
Makanya, Imam Ghozali dawuh, kita pasti tidak bisa 100% meneladani zuhudnya orang-orang sholeh. Paling tidak, dalam hidup, kita usahakan bisa lebih banyak mencontoh perilaku zuhudnya orang-orang sholeh ketimbang mendekati perilaku orang gila dunia.
Ngomong-ngomong ini, ada anekdot.
Saat Sarip dan temen Papuanya sedang pipis di urinoir yang bersebelahan, Sarip takjub dengan ukuran ‘torpedo’ temannya itu.
“Semua orang Papua punya ‘torpedo’ segede itu?” Sarip terbelalak.
“Seperti yang kau punya mata lihat,” kata temen Papuanya bangga.
“Ajaib, apa sih rahasianya sehingga orang Papua punya ‘torpedo’ segede itu?” Tanya Sarip penasaran.
“Simpel,” kata temen Papuanya, “Tiap malam sebelum tidur, kita orang suka pukul-pukulkan ‘torpedo’ kita ke ujung ranjang kita,”
Sarip takjub dan ingin segera mempraktekkan.
Malamnya, Sarip yang baru pulang, langsung menuju ke ranjang tidurnya, di mana ada istrinya lagi tidur di situ. Sarip pun mulai memukul-mukulkan ‘torpedo’-nya ke ujung ranjang.
Istrinya yang lagi tidur, terbangun dan kaget lihat tingkah suaminya.
“Duh, Papah teh ngapain bertingkah mirip orang Papua? Sok cepet tidur!” bentak istrinya.
No responses yet