Ada dua hadits shahih yang menjelaskan larangan tentang memotong kuku bagi orang yang ingin berkurban ketika sudah memasuki tanggal 1 Dzulhijjah

إذا رأيتم هلال ذى الحجة وأراد أحدكم أن يضحي فليمسك عن شعره وأظفاره

“Jika kalian telah melihat hilal Dzulhijah (yakni telah masuk satu Dzulhijah, pen) dan kalian ingin berqurban, maka hendaklah shohibul qurban membiarkan (artinya tidak memotong) rambut dan kukunya. 

من كان له ذبح يذبحه فإذا أهل هلال ذى الحجة فلايأخذن من شعره ولا من أظفاره شيئا حتى يضحي 

“Siapa saja yang ingin berqurban dan apabila telah memasuki awal Dzulhijah (1 Dzulhijah), maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya sampai ia berqurban.” 

Meski kedua hadits tersebut shahih, namun ulama’ berbeda pendapat terkait apakah larangan tersebut bersifat tegas yang sifatnya haram atau hanya sebatas larangan yang bersifat anjuran. Hal ini  dijelaskan dalam kitab

Mirqatul mafatih

والحاصل أن المسألة خلافية فالمستحب لمن قصد أن يضحي عند مالك والشافعي أن لا يحلق شعره ولايقلم ظفره حتى يضحي فإن فعل كان مكروها وقال أبو حنيفة هو مباح ولايكره ولايستحب وقال أحمد بتحريمه كذا في رحمة الأمة في اختلاف الأئمة وظا هر كلام شراح الحديث من الحنفية أنه يستحب عند أبي حنيفة فمعنى قوله رخص أن النهي للتنزيه فخلافه خلاف الأولى ولا كراهة فيه

“Kesimpulannya adalah masalah ini adalah khilafiyah. menurut Imam Malik dan Syafi’i disunahkan tidak memotong rambut dan kuku bagi orang yang hendak berkurban sampai selesai penyembelihan dan makruh jika memotong. Sedangkan Abu Hanifah berpendapat mubah (boleh), tidak makruh dan tidak sunah. Adapun Imam Ahmad menyatakan haram. Akan tetapi menurut para pensyarah hadis Abu Hanifah mensunnahkan tidak memotong dan hanya menghukumi khilaful aula untuk yang memotong”

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *