Oleh: Mohammad Zainul Wafa*

Istilah ummiy dikenal oleh masyarakat Arab sejak zaman Jahiliyah yang dinisbatkan bagi orang  yang tidak mampu membaca dan menulis. Kata ummy  di ambil dari umm yang artinya ibu, seakan bayi baru dilahirkan yang tidak mempunyai kemampuan apapun atau keadaan ibunya yang tidak mampu membaca dan menulis. Karena masyarakat Arab pada masa jahiliah tidak bisa membaca dan menulis,lebih-lebih kaum wanitanya.

Rasulullah Saw juga dikenal  sebagai seorang ummiy yang tidak bisa membaca maupun menulis, namun ke-ummiy-an beliau sebagai bentuk kesempurnaan dan bukti mukjizatnya. Dengan ketidak mampuan menulis dan membaca ummat meyakini bahwa al-Qur’an bukan buatan manusia melainkan dari wahyu.

Ketika Rasul Saw diutus kepada kaum ummiyyin untuk menyampaikan risalahnya apakah itu sebuah keniscayaan dari Allah? seperti dalam firman-Nya

هُوَ ٱلَّذِى بَعَثَ فِى ٱلْأُمِّيِّنَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا۟ مِن قَبْلُ لَفِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ                                                              Artinya: “Dialah yang mengutus seorang rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya,menyucikan (jiwa) meraka, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah (sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (Qs. Al-Jumu’ah 62:2)                                                                                

Imam fahrudin Ar-Razi menjelaskan ayat di atas pada tafsirnya kurang lebih sebagai berikut: “Kesempurnaan manusia di peroleh dengan mengetahui kebenaran serta kebajikan dan mengamalkanya. Dengan kata lain, manusia memiliki potensi untuk mengetahui secara teoritis dan mengamalkan secara praktis. Allah menurunkan kitab suci dan mengutus Nabi Muhammad Saw untuk mengantar manusia meraih kedua hal tersebut”.(Tafsir Al-Misbah)

Manusia memiliki pengetahuan yang bersifat lahiriah, tanpa membaca dan menulis manusia berpotensi memperoleh pengetahuan baik  secara teoritis maupun praktis seperti yang telah dijelaskan. Dengan itu Rasul Saw tinggal menyempurnakan potensi teoritis guna memperoleh pengetahuan ilahiyah.

Pendapat seperti itu tidak serta-merta diterima oleh ulama-ulama lain.Misal Syekh Muhammad Abduh, yang dikutip oleh Rasyid Ridha dalam tafsir al-manar ia  berpendapat bahwa “Sesungguhnya agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw ini telah mengharuskan mereka belajar tulisan dengan pena dan membebaskan mereka dari buta huruf, karena agama tersebut mendorong (bangkitnya) peradaban, serta pengaturan urusan ummat”.

Rasulullah mengajarkan al-Kitab kepada para ummiyyin dengan menuntut untuk bisa menulis dan membaca serta membersihkan jiwa mereka dari keyakinan-keyakinan yang sesat, kekotoran akhlak dan kebiasaan di masa Jahiliyah.

Berbeda dari pandangan dua tokoh di atas, Dr.Muhammad Ajjaj Al-Khatib dalam kitabnya as-sunnah qabla at-tadwin memandang bahwa Rasul bukan diutus kepada kaum yang buta huruf maupun tulisan, tetapi diutus kepada kaum yang buta tentang agama.

Sebelum al-Qur’an turun mereka orang Jahiliyah sama sekali tidak pernah mendapat tuntunan agama. Mereka tidak seperti kaum Yahudi dan Nasrani yang memiliki Taurat dan Injil sebagai pedoman, sehingga mereka benar-benar jahiliyyah as-Syar’iyyah.

Mengenai baca dan tulis mereka sudah mampu sebelum Islam datang, dibuktikan  adanya hubungan erat antara bangsa Arab dengan Persia dan Ramawi, serta berdirinya Dewan al-Kisra, menunjukkan adanya para penulis dimasa jahiliyah dan merupakan orang yang disegani dimasa itu.

Masyarakat Arab jahiliyah terkenal dengan kekuatan hafalanya, sampai-sampai mereka menyombongkan hafalan dan ingatan yang dimiliki.Bahkan diantara mereka menyembunyikan kemampuan menulis dari orang lain, karena menganggap itu sebuah aib. Dan ketika seorang melihat diantara mereka menulis,ia akan segera menegur dengan berkata “uktum alaiyya fa innahu ‘indana aib (sembunyikanlah sesungguhnya itu aib bagi kami)”

Jadi kurang tepat jika memaknai istilah ummiy sebagai orang yang tidak mampu membaca dan menulis bagi masyarakat Arab Jahiliyah. Rasul saw diutus kepada kaum ummiyyin untuk mengajarkan yang benar dan mensucikan yang kotor dari kebodohan serta kebutaan terhadap agama. Wallhu a’lam bishawab

*Akademisi Fak. Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta / Anggota Aktif Kajian Islam Nusantara Center (INC)

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *