Ada banyak di antara kaum muslim yang dalam beragama kurang bersikap rasional, tetapi lebih cenderung kepada perkara-perkara yang bersifat irasional, yakni condong kepada hal yang berbau klenik, yang padahal bertentangan dengan nalar warasnya, bertentangan dengan hukum alam, dan tidak realistis.
Benar, dalam beragama ada ajaran tentang perlunya beriman kepada perkara gaib, yaitu perkara yang eksistensinya hanya wajib diimani, dipercayai saja dengan hati, menjadi wilayah keimanan, karena informasi adanya hal gaib itu berasal dari wahyu, yakni firman Allah dan sabda Rasul-Nya. Terhadap perkara gaib, baik yang hakiki maupun yang nisbi, yang akal tidak sanggup mencernanya, sehingga bagi setiap muslim hanya wajib mengimaninya. Hal gaib dengan demikian adalah terkategori sebagai perkara logis yang supra rasional.
Adapun perkara klenik adalah hal yang bersifat irasional, tak masuk akal, tidak realistis, dan sama sekali tak perlu dipercayai. Seorang beriman tidak gampang percaya begitu saja pada apa yang bertentangan dengan akal sehatnya dan tidak realistis itu, karena sekali memercayainya ia pasti terjebak dalam perangkap tipuan orang lain. Sebagai contoh, dalam alam nyata pernah ada orang yang berpenampilan lahiriah sebagai tokoh agama (kyai) yang mengaku mampu secara gaib menggandakan uang, maka janganlah dipercaya karena semua itu dusta dan hanya bertujuan untuk memperkaya diri.
Dalam alam modern yang serba canggih ini, perkara-perkara klenik, hal-hal yang berbau mistik telah jelas terbukti dapat dikalahkan oleh perkembangan sains dan teknologi. Barangkali dalam pengalaman beragama, kita pernah mendengar cerita, bahwa ada seseorang yang ditokohkan dalam agama (mungkin seorang wali) yang konon dalam waktu sangat singkat telah berada dengan secepat kilat sudah berada di tempat lain yang amat jauh. Cerita semacam ini dalam dunia modern bukan hal aneh, karena kecepatan pesawat terbang sebagai alat transportasi canggih telah terbukti mampu membawa beratus orang ke negara lain yang begitu jauh dalam waktu yang relatif lebih singkat.
Saya bukan hendak mengajak untuk tidak percaya kepada karamah para wali, melainkan ingin menunjukkan bahwa karamah, perkara di luar nalar dan tak sejalan dengan adat kebiasaan itu sebenarnya bukanlah tujuan yang perlu diupayakan dalam kita beragama. Yang perlu diupayakan adalah peningkatan kualitas akal manusia agar menjadi lebih rasional, realistis, cerdas dan lebih terasah, sehingga sanggup memberikan manfaat dan perubahan besar dalam alam kehidupan manusia modern. Manusia beragama hendaknya terus menerus belajar, mekakukan riset dan uji coba berulang kali untuk meningkatkan kualitas kecerdasan akal dan spiritualitasnya demi meraih apa saja yang lebih bermanfaat bagi manusia dan lingkungannya.
Seorang hamba Allah yang beragama dengan benar harus berupaya untuk istiqamah (tetap berada di jalan yang benar dan lurus), bukan mencari kasyf dan karamah. Allah hanya meminta para hambanya untuk istiqamah, bukan agar hamba-Nya mengejar hal-hal gaib (karamah).
Suatu ketika, seseorang pernah berkata kepada Abu Yazid al-Busthami, “Sesungguhnya si fulan mampu berjalan di permukaan air dan terbang di udara”. Abu Yazid menjawab, “Semua ikan dan katak mampu berjalan di atas air, sebagaimana lalat dan burung biasa terbang di udara. Oleh sebab itu, jika kalian menyaksikan seseorang membentangkan sajadahnya di atas air atau ia mampu melayang di udara, janganlah kalian buru-buru menjadi pengikutnya sampai kalian melihat keadaaannya, apakah ia istiqamah, dan apakah ia mengikuti sunnah Rasulullah.”
No responses yet