Kopi sebagaimana angka. Dari angka satu, menjadi banyak bilangan dan kemungkinan. Begitu juga kopi, dari satu genus Cofea, jadi sejuta bilangan dan kemungkinan. Kalo ngomongin spesies aja, ada arabika, robusta, ekselsa, liberika hingga spesies buatan arabusta. Dari spesies itu pun pecah jadi ribuan varietas, mulai dari Lini S, Ateng, Tugusari, Red Cattura, Yellow Cattura, Geisha, Timor, Herloom dan lain-lain.

Belum lagi bicara penanaman, pasca panen, teknis roasting, teknis seduh, menu dengan bahan dasar kopi, pemasaran, edukasi, budaya, sampai hari kiamat gak selesai ngomongin itu semua. Semua hal pun bisa dihubungkan. Tapi inti dari semua pembahasannya dari satu unsur yaitu Genus Cofea. Begitu terus pembicaraan pecinta kopi tentang kopi, dari kopi ke kopi lagi. Kopi, kopi, kopi, dan kopi.

Kalo pembahasan kopi kok berhenti pada perdebatan arabika atau robusta, kopi hitam atau kopi susu, single origin atau blend, specialty atau asalan, filter atau tubruk, light roast atau dark roast, logikanya kita belum menemukan inti titik temu yang satu, belum sampai pada hakikat kopi itu sendiri. Karena kalo kita bisa dapat intinya kopi dan mencintainya, kita gak akan galau dgn sejuta perbedaan di dunia kopi.

Begitu juga kehidupan ini, dari Gusti Allah Yang Satu, tercipta materi sedemikian banyak, saat mati pun kembali pada Gusti Allah Yang Satu lagi. Maka saat berbicara kehidupan, pecinta gak bisa tidak harus menyertakan Gusti Allah sebagai Pencipta asal-usul semua unsur kehidupan. Dapet duit dari Gusti Allah, dapet istri cantik dari Gusti Allah, dapet sehat atau sakit dari Gusti Allah, dapet selamat atau musibah dari Gusti Allah. Jadi pikirannya ya Allah, Allah, Allah terus.

Kalo melihat sesuatu kok masih bisa dipecah-pecah, masih bikin bingung dan belum menemukan inti yang menyatukan itu semua, maka logikanya kita masih belum bisa sadar keberadaan realita Gusti Allah sebagai Causa Prima, Alfa dari segala Alfa, Al Malikul Haqqul Mubiin, Intinya inti. Pencarian harus terus dilanjutkan, keimanan kita sendiri harus terus dikritisi. Jangan berhenti.

Jadi, untuk bisa bertauhid itu mudah karena secara naluri, manusia tidak akan melihat perbedaan-perbedaan itu satu inti. Karena inti itu pasti hanya satu yang menyatukan semua yang berbeda. Dan inti itulah yang harus kita cintai agar gak bingung dengan perbedaan. Dan Yang Maha Satu hanyalah Gusti Allah.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *