Materi khusyu’ ini dibahas setelah istiqamah. Kalau Istiqamah menyangkut kuantitas, maka khusyu’ ini berurusan dengan kualitas. Dalam ibadah, kuantitas didahulukan baru kita bicara kualitas. Seberkualitas apapun kita beribadah tapi kalau tidak rutin atau musiman saja, maka itu tidaklah benar. Disebutkan bahwa istiqamah atau rutinitas ibadah itu bahkan lebih baik dari seribu karamah, seribu kemuliaan.

Nah setelah istiqamah, baru kita perbaiki kualitas ibadah kita dengan cara khusyu. Khusyu’ ini adalah terkait kesempurnaan ibadah kita. Dalam khusu’ ini kita bicara kualitas, bukan sekedar formalitasnya.

Khusyu’ tidak masuk rukum shalat. Aktivitas yang masuk rukun shalat hanya tuma’ninah, yaitu diam sejenak sekira berucap subhalallah. Ya. Khusyu’ tidak masuk sebagai rukun. Tapi subtansi shalat itu sebenarnya ada pada khusyu’ itu.

Apakah khusyu itu? Kita kembalikan ke pada ayat 45-46 dari surat Al-Baqarah

وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ

 Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’ (Albaqarah 45)

ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَٰقُوا۟ رَبِّهِمْ وَأَنَّهُمْ إِلَيْهِ رَٰجِعُونَ

(yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Albaqarah 46)

Dari ayat tersebut kita mendapatkan keterangan bahwa khusyu’ adalah konsentrasi dan fokus karena kita sedang atau akan menemui Tuhan kita ketika kita sedang shalat. Orang yang paling dekat dengan Tuhannya adalah ketika sedang shalat, terutama ketika sujud. Saat kita merendahkan diri serendah-rendahnya (pantat lebih tinggi dari kepala) lalu kita berucap Subhanallah Mahasuci Allah yang Maha Luhur Maha Tinggi, maka saat itulah kita harus khusyu’. Selama shalat pun pandangan kita mengarah ke tempat sujud.

Khusyu’ itu ada di dalam shalat, namun harus kita persiapkan sebelum shalat. Caranya, selesaikan semua urusan sebelum shalat. Jangan sampai hanya ada tanggungan yang masih kita pikirkan pada saat shalat: rapat, air cucian, kompor, lapar/makan, nonton drakor, ada tamu dan seterusnya. Kita selesaikan dulu.

Bisa jadi shalat kita tidak perlu di awal waktu. Kita selesaikan dulu urusan, agar shalat kita bisa khusyu. Jika urusan tidak mungkin selesai (belum titik), maka dipastikan sebelum shalat kita sudah merampungkan satu tahap (sudah koma), agar kita bisa khusu.

Nah perlu diingat, ma’mum biasanya lebih berpeluang untuk lebih tidak khusyu’. Karena hanya mengikuti imam, ia melamun tidak konsentrasi. Keabsahan shalat ma’mum memang sudah ikut dengan keabsahan imam, namun khusu’ ini urusan ma’mum sendiri.

Sama dengan ma’mum adalah ketika kita shalat sendiri. Karena tidak sedang diawasi orang, kita kurang fokus. Kadang-kadang kita shalat cepet-cepetan. Kadang-kadang lambat sih, bacaannya panjang tapi hayalan kita kemana-mana. Maka tenangkan diri, (tenangno atimu!)

Cara khusyu’ berikutnya adalah membiasakan berdzikir dan berdoa setelah shalat, biar kita tidak cepet-cepetan shalat lalu setelah itu lalu kabur. Secara psikologis kebiasaan dzikir setelah shalat akan menjadikan kita lebih tenang karena ketika shalat kita tidak membayangkan segera pergi. Ada hal baik yang akan kita pikirkan atau kita lakukan lagi setelah shalat, yakni dzikir dan doa. Dan doa setelah shalat wajib adalah doa yang paling mudah diijabah oleh Allah SWT, sama dengan doa di tengah malam. (A.Khoirul Anam/Taushiyah Ahad pagi)

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *