Categories:

oleh: Fahrur Rozi

Alam semesta adalah ruang dimana di dalamnya terdapat kehidupan biotik maupun abiotik serta segala macam peristiwa alam yang dapat diungkapkan maupun yang belum dapat diungkapkan oleh manusia. Dan segala sesuatu yang ada pada alam semesta dianggap ada oleh manusia di dunia ini, Yang Allah ciptakan beserta zat dan sifat-Nya. Langit dan bumi dengan segala isi dan peristiwa yang terkandung di dalamnya merupakan suatu kenyataan yang sangat mengesankan dan menakjubkan akal dan sanubari manusia. Itulah alam semesta atau disebut alkaun (universum).

Pandangan Islam terhadap alam semesta bukan hanya berdasarkan akal semata. Alam semesta difungsikan untuk menggerakkan emosi dan perasaan manusia terhadap keagungan al-Khaliq, kekerdilan manusia di hadapan-Nya, dan pentingnya ketundukan kepada-Nya.

Artinya, alam semesta dipandang sebagai dalil qath’i yang menunjukkan keesaan dan ketuhanan Allah. Allah swt telah mengatur semua proses penciptaan bumi. Dan Allah telah memberitahukan kepada umatnya mengenai penciptaan bumi dan alam semesta melalui Al-quran. Penciptaan alam semesta merupakan salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah SWT.

Tidak sedikit ayat Al-Qur’an mengajak kita untuk merenungkan ciptaan-Nya tak terkecuali tentang alam semesta. Makna dari ajaran tersebut bagi saya adalah kita sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT yang diberi amanat untuk mengurus dan melestarikan alam tidak boleh sombong, harus selalu bersyukur, karena korelasi antara alam dengan manusia begitu erat, sehingga apa yang diperbuat manusia terhadap alam, maka demikian pula alam akan berbuat kepada manusia. Agama sebagai device yang ditetapkan Tuhan kepada manusia untuk mengontrol.

Salah satu ayat yang terdapat di dalam Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai proses penciptaan alam semesta yaitu

Q.S. As-Sajdah (32) : 4

yang artinya “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan segala yang ada diantara keduanya dalam waktu enam hari, kemudian dia bersemayam di atas Arsy. Kamu semua tidak memiliki seorang penolong dan pemberi syafaat pun selain diri-Nya.

 Lalu, apakah kamu tidak memperhatikannya ?“.

segala perbuatan manusia begitupun menyerukan kepada manusia untuk bersikap bijaksana kepada alam. Di antara dalil ajakan agama terutama Islam untuk tidak bersikap sewenang-wenang kepada alam adalah seperti yang tercantum pada Alquran surah al-A’raf Ayat 56 yang artinya sebagai berikut “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).

“ Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Tujuan alam diciptakan adalah bukan untuk dirusak, dieksploitasi secara berlebihan, dicemari, atau bahkan dihancurkan. Akan tetapi adalah untuk difungsikan semaksimal mungkin dalam kehidupan. Kita juga sebagai umat manusia yang bertugas untuk melestarikan Alam Semesta juga harus mempunyai prinsip dalam melestarikannya di kehidupan sehari-hari seperti sikap hormat terhadap alam (Respect For Nature)

Di dalam Al Qur’an surat Al-Anbiya 107, Allah SWT berfirman:

Artinya : “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility For Nature)

Oleh karena itu menjaga kelestarian alam  itu sangat penting bagi kelangsungan hidup untuk makhluk hidup yang ada di dalamnya, terutama manusia dalam menjalani hidup sangat bergantung pada alam. Mekanisme Alam (Sunnatullah) adalah ketentuan-ketentuan Allah sebagai hukum yang mengatur alam semesta ini beserta isinya.

Allah menciptakan alm semesta beserta isinya dilengkapi dengan hukum-hukum (sunnatullah). Dan jika hukum-hukum tersebut dilanggar, maka alam akan hancur. Itulah hakikat sunnatullah yang telah ditentukan oleh Dzat Yang Maha Tinggi sebagai Sang Pencipta, Pengatur dan tempat kembali seluruh alam. Maka dari itu kita selaku makhluk yang ada di alam semesta ini harus memperlakukan alam dengan sebaik-baiknya.

Salah satu bukti bahwa Islam sangat memperhatikan lingkungan adalah perintah Nabi SAW untuk menyingkirkan gangguan dari jalan yang beliau jadikan sebagai salah satu cabang keimanan. Juga perintah Nabi SAW untuk menanam pohon walaupun esok hari kiamat. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga lingkungan hidup. Bukankah satu pohon adalah jatah untuk dua orang? Pemerintah berhak memerintahkan rakyat untuk menanam pohon. Al-Qurthubi berkata dalam tafsirannya, “Bercocok tanam termasuk fardhu kifayah. Imam (penguasa)  berkewajiban mendesak rakyatnya untuk bercocok tanam dan menanam pohon. Bahkan pemerintah saat ini menganjurkan bagi yang akan menikah agar mewakafkan masing-masing mempelai satu pohon.

 Manusia hidup tidak lepas dari lingkungan dimana mereka berada. Lingkungan harus mendukung kehidupan mereka agar hidup nyaman, aman, dan tentram. Lingkungan yang rusak membuat manusia tidak nyaman hidup. Agama Islam telah melarang segala bentuk perusakan alam sekitar, baik langsung maupun tidak langsung. Manusia harus jadi yang terdepan dalam menjaga dan melestarikan alam sekitar.

Dan manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang muncul. Allah SWT menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini merupakan sarana bagi manusia untuk melaksakan tugas pokok mereka yang merupakan tujuan diciptakan jin dan manusia.

Alam adalah tempat beribadah hanya kepada Allah semata. Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam. Manusia tidak diperbolehkan membakar dan menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas. Menebang pohon harus diimbangi dengan menanam pohon. Orang bijak berkata, “walau umurmu satu hari lagi tanamlah pohon”.

Karena itu, seharusnya setiap manusia harus memahami regulasi pelestarian lingkungan hidup karena merupakan tanggung jawab semua manusia sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi Allah ini. Allah SWT melarang perbuatan merusak lingkungan hidup karena dapat membahayakan kehidupan manusia itu sendiri. Mengapa saat ihram dalam melaksanakan haji atau umrah tidak bisa mencabut pohon? Betapa Allah sangat memperhatikan menjaga lingkungan hidup sekalipun saat berihram.

Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini merupakan akibat perbuatan manusia. Firman Allah SWT ;

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Artinya: “Telah Nampak kerusakan di darat dan di laut di sebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. A-Rum :41). Ibnu katsir menjelaskan dalam tafsirannya, Zaid bin Rafi’ berkata, ”Telah Nampak kerusakan, maksudnya hujan tidak turun di daratan yang mengakibatkan paceklik dan di lautan yang menimpa binatang-binatangnya.”

Tidakkah manusia menyadarinya? Atau manusia terlalu egois memikirkan diri sendiri tanpa mau menyadari pentingnya menjaga lingkungan hidup yang kita wariskan kepada generasi mendatang. Allah SWT memberi manusia untuk memakmurkan bumi ini, mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata. Karena itu, kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Allah berfirman:

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

 Artinya: Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-A’raf :56)

Menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, membuang sampah sembarangan dan lainnya sudah jelas termasuk perbuatan merusak lingkungan hidup yang bisa mendatangkan bencana bagi umat manusia. Banjir bandang, kabut asap, pemanasan global adalah beberapa diantara akibatnya.

 Namun sadarkah kita, bahwa kerusakan alam bukan hanya factor-faktor riil seperti itu saja. Kekufuran, syirik dan kemaksiatan juga punya andil dalam memperparah kerusakan alam. Bukankah banjir besar yang melanda kaum Nabi Nuh as disebabkan kekufuran dan penolakan mereka terhadap dakwah Nabi Nuh as? Bukankah bumi dibalikkan atas kaum Luth sehingga yang atas menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas disebabkan kemaksiatan yang mereka lakukan? Sebaliknya, keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi kebaikan dan keberkahan bumi.

No responses yet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *